16. It's Always Been You

Mulai dari awal
                                    

Khiya mencoba melihat kertas-kertas yang dilemparkan tadi. Itu adalah beberapa desain website perusahaan yang dia kerjakan minggu lalu.

"Iya, Mas. Saya yang buat," jawab Khiya tenang, berusaha menutupi rasa gugupnya.

Sejak awal, lelaki itu selalu bersikap tidak ramah padanya. Meskipun belum pernah diomeli langsung seperti yang dialami Kavin hampir setiap harinya, tapi tetap saja Khiya merasa cemas. Karena siapa yang bisa menduga apa yang akan lelaki itu lakukan padanya. Kalau gilanya keluar, bisa saja Khiya yang terkena imbasnya.

"Sampah tahu nggak desain yang lo buat!" seru Johan dengan keras yang membuat Khiya tersentak.

"Mas Johan ...." Rian terlihat berusaha menenangkan, tetapi Mas Johan langsung mengacungkan telunjuknya pada lelaki itu sambil menatap tajam.

"Nggak usah ikut campur lo!" Johan kembali menatap Khiya bengis. "Gara-gara desain sampah lo gue jadi ditegur Pak Budi."

Johan mengambil kertas-kertas tadi dan melemparkannya ke wajah Khiya. Khiya pun langsung berajak dari kursinya, mengambil jarak dengan Johan. Tubuhnya bergetar menahan amarah. Wajahnya memerah menatap Johan. Belum pernah dia diperlakukan sekurang ajar ini oleh orang lain.

"Mas! Nggak perlu marah-marah, kan? Desainnya bisa direvisi sama Khiya." Kali ini Gita yang bersuara. Dia sudah beranjak dari bangkunya dan berdiri di sebelah Khiya. "Lagi pula, desain Khiya sudah sesuai dengan arahan yang Mas Johan e-mail. Jadi, salahnya di mana?"

"Sama aja gobloknya lo sama dia!" seru Johan semakin berapi-api karena Gita melawannya. "Kerjaan sampah begini lo bilang benar."

Tidak terima lagi diperlakukan seperti ini, Khiya pun bersuara dengan tegas. "Maaf, Mas. Seperti kata Mbak Gita, saya sudah mengikuti semua arahan dari Mas Johan. Mbak Gita pun sudah memeriksa hasil kerja saya dan tidak ada masalah. Kalau memang desain saya tidak sesuai keinginan Pak Budi, mungkin Mas Johan lah yang salah memberikan arahan ke saya."

"Lo jadi anak magang jangan sengak ya!" Johan mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Khiya sambil menatap geram. Khiya bergeming di tempatnya, tidak mau terlihat takut. "Gue udah ngasih lo instruksi yang benar. Lo aja yang tolol!"

Khiya pun semakin meradang mendengar hinaan Johan tersebut. Seandainya tidak ingat posisinya, Khiya pasti sudah meninju wajah Johan saat ini. "Kalau begitu, lebih baik kita menghadap Pak Budi, biar semua lebih jelas." Khiya menatap Johan tajam.

"Oh, mau sok jago ya lo sekarang. Jadi, maksud lo gue yang salah?!"

"Kalau memang Mas Johan merasa benar, seharusnya tidak perlu takut."

Melihat perlawanan Khiya itu, Johan pun semakin emosi. Selama ini, tidak ada yang pernah melawan ucapan dia. Rian, Gita, bahkan Kavin biasanya hanya diam mendengar ocehannya. Meskipun dirinya tahu, ketiganya kesal padanya. Namun, Khiya rupanya berbeda. Gadis itu tampak tidak takut dengannya.

Johan pun dengan cepat mencengkeram bahu kiri Khiya. Cengkeramannya begitu kuat, membuat Khiya meringis kesakitan.

"Lo kayaknya perlu gue kasih pelajaran ya! Biar nggak ngelawan senior lagi!" seru Johan, menatap Khiya penuh dengan amarah. Tangan kirinya terangkat, terlihat akan memukul Khiya yang sudah memejamkan matanya.

Namun, belum sempat Johan bergerak lebih lanjut, tangan kirinya sudah terpelintir ke belakang, membuatnya mengerang sakit. Tangannya yang mencengkram Khiya pun terlepas.

"Lepasin tangan gue, Anjing!" sembur Johan. Khiya pun mendapati keberadaan Kavin yang berdiri di belakang Johan sambil memelintir tangan lelaki itu.

"Lebih baik tangan ini saya patahin aja biar Anda nggak kasar lagi sama cewek," ucap Kavin terdengar begitu dingin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Been ThroughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang