"Kalau gue lagi bete, biasanya makan pisang biar bahagia. Tenang aja ini baru, tadi gue beli dari Bi Mur."

Tangan Geri terulur mengambil pisang itu, tanpa mengatakan apa-apa, dia berbalik, meninggalkan Dinda sendirian di kantin.

****

Dinda berbaring di ranjang kamarnya, setelah seharian kelelahan berada di sekolah. Sudah makan, mandi, dan makan malam, berkat keterampilannya memasak mie rebus. Satu-satunya makanan yang bisa dia buat. Jemari tangannya bergerak menge-scroll layar ponsel. Mengetik nama seseorang di Facebook, sebelumnya dia sudah mencari nama Geri di Twitter, tapi cowok itu misterius, tidak ada aib yang bisa Dinda temukan di sana. Ketemu!

Cewek itu tertawa senang saat menemukan nama Geri di daftar teratas dan segera membuka bagian foto. Jemarinya dengan lincah bergerak ke foto paling lama. "Anjrit!" Dia tertawa terbahak-bahak menemukan Geri berpose di atas jembatan dengan slayer diikat di kepala, bukannya keren justru terlihat seperti orang sedang pusing. Humornya serendah itu, Dinda segera menyimpan fotonya. Dia beralih ke beranda untuk membaca status lamanya, terakhir dibuka adalah tahun 2009, sudah lama sekali.

Waktu pacaran, gua tulis nama gua sama pacar di pohon alpukat, pas putus tuh pohon gua bacok-bacokin sampai dimarahin sama yang punya.

Mau tau gua putusin dia kenapa? Gara-gara baru pacaran lima hari udah minta panggil ayah bunda. Bikin gelik.

Bibir Dinda tidak bisa berhenti tertarik, dia terus tertawa sampai sakit perut. Cewek itu akhirnya memilih untuk tidak meneruskan, gantinya dia beralih ke BBM. Mengirim foto yang dia ambil dari Facebook Geri ke pemiliknya. Baru beberapa detik terkirim, sudah terdapat notifikasi telah dibaca. Nomor Geri masuk meneleponnya. "Haloooo, Ayah," katanya dengan nada ceria.

"Apaan, gue block lo ya kalau panggil kayak gitu. Hapus nggak foto gue? Lo habis nge-stalk, ya?"

"Nggak nyangka, jagoan sekolah bisa alay juga."

"Liat aja kalau sampai lo sebarin. Anjir, lah, belum sempat gue hapus udah keburu lupa password-nya."

"Buat kenang-kenangan dong, ngapain dihapus."

"Nggak usah caper."

"Caper sama pacar sendiri masa nggak boleh?"

"Ngimpi lo."

"Iya, gue emang lagi bermimpi."

"Awas nyasar."

"Kalau nyasarnya ke hati lo sih, nggak apa-apa, dengan senang hati." Dinda berbalik, menelentangkan tubuhnya. Biasanya, cowok yang dia gombali akan memekik kesenangan, tapi tidak dengan Geri. "Jangan cuek sama gue, nanti kalau ada yang lebih perhatian, lo marah."

"Mending lo sekarang ke warung padang deh."

"Ngapain?"

"Beli otak."

"Ha-ha-ha," Dinda menyuarakan tawanya dalam bentuk suku kata.

"Udah ya, gue nggak ada waktu buat ngeladenin omongan nggak penting lo."

"Yah, padahal masih mau ngobrol."

"Sana sama tembok."

"Iya udah, gue matiin ya."

"Ok."

"Kok nggak ditahan? Biasanya cowok tuh kalau ceweknya mau matiin teleponnya, ditahan, bilang jangan biar gue aja, gitu dong romantis dikit!" Belum sempat Dinda menyelesaikan ucapannya, Geri sudah mematikan sambungan terlebih dahulu menyisakan bunyi tut-tut-tut yang menggema di telinga. Cewek itu meletakkan ponselnya di bawah bantal, menatap atap rumahnya dengan pikiran mengawang-awang. Malam adalah waktu yang tidak dia suka, dalam kesepian, dia bisa terpikir banyak hal. Tentang ibunya, tentang ayahnya, tentang Jia, teman-temannya, ditambah lagi Rio. Tapi, kali ini dia bisa mendistraksi semua pikiran itu dengan wajah seseorang.

Wajah Geri.

Dinda pun memeluk bantal sembari tersenyum riang. Eh, tunggu sebentar, kenapa jadi wajah Geri yang terbayang di benaknya?

****

Sambungan terputus.

Geri meletakkan ponselnya di saku celana dan kembali menumpukan lengannya di balkon, dia masih mengenakan seragam sekolah karena baru saja sampai rumah. Tangannya merogoh kantung celananya, berniat mencari rokok, tapi yang dia temukan justru sebatang pisang dari Dinda.

Dia keluarkan buah itu. Ditatapi selama beberapa sekian detik.

"Dasar cewek aneh," bisiknya pelan, pada udara malam yang terasa sejuk berembus di kulit. Lantas dia kupas kulitnya secara perlahan. Geri tidak suka pisang, tapi anehnya, sekarang dia memaksa dirinya untuk memakan pisang.

Ternyata betul kata Dinda.

Pisang punya kemampuan untuk membuatnya bahagia.

----

A/N:

PS: follow instagram @kisahuntukgeri ya kalau ada info penerbitan bisa gue kabarin di sana. Sepertinya ini bakal gue terbitkan dan nggak selesain di wattpad. iya tahu kalian pasti bertanya-tanya kan kenapa, masalahnya karena kalau udah gue selesain di wattpad itu waktu diterbitkan versi novelnya harus revisi beda banget jadi kayak nulis cerita baru, karena ya ngapain dong diterbitkan kalau ceritanya sama persis? Kesannya kayak mubazir gitu kan dan nggak surprise. gue sangat mengejar waktu revisinya, jadi waktu senggang gue cuma ada di bulan februari karena bulan selanjutnya bakal fokus ke skripsi. temen-temen ogut udah pada usul, tapi gue belum karena masih fokus menulis. demi kalian ini. 

jadi diharap kalian mengerti yaaa kerumitan seorang mahasiswi tingkat akhir. gue nggak bisa nulis dua kali karena masalah waktu. :((

oh iya, komen nama ig kalian di sini ya biar yang beruntung nanti difollback di @kisahuntukgeri dengan catatan udah follow akunnya.

bye. salam sayang.  

KISAH UNTUK GERIWhere stories live. Discover now