6.

161K 10.1K 1.6K
                                    


Kejadian tentang ciuman Dinda kembali jadi topik terhangat. Hampir seminggu, Dinda adalah kabar yang selalu jadi perbincangan dan mengundang setiap orang untuk ikut berkomentar. Bukan lagi rahasia kalau ada cewek mengincar Geri, masalahnya, ini adalah Dinda! Alhasil Geri memilih untuk datang ke rumah Raini, ingin menjelaskan sebelum terjadi ketidaksalahpahaman. "Selamat malam, Tante, Raini ada?" Geri menyapa ibu Raini yang membuka pintu, kontradiktif dengan sikap nakalnya saat di sekolah.

"Hm, ada, baru selesai belajar sepertinya. Tunggu ya."

Selang satu setengah jam Geri menunggu hingga akhirnya Raini muncul dengan kondisi mata sembab, tidak butuh kemampuan untuk meramal atau membaca karakter, semua orang pasti tahu kalau ekspresi Raini seperti seseorang habis menangis. "Kenapa malam-malam ke sini?" Tidak seperti biasanya, reaksi Raini terdengar dingin.

"Kenapa nomor gue diblokir?"

Raini diam dan mengajak Geri duduk di kursi yang berhadapan dengan kolam ikan diterangi cahaya remang-remang dari lampu taman. Suara gemericik air berpadu dengan suara angin menciptakan suasana nyaman untuk didengar, tapi ini bukan suasana bagus untuk menikmati pemandangan, karena sepenuhnya fokus Geri tertuju pada Raini dan mata sembabnya. "Karena Dinda, ya?"

"Mulai sekarang, kita nggak usah berhubungan lagi. Aku mau hidupku di sekolah itu tenang, Kak. Aku nggak mau nyari masalah sama siapa-siapa, apalagi sama Kak Dinda."

"Soal Dinda yang—"

"Aku nggak mau dengar apapun, itu bukan urusanku," Raini segera memotong.

"Terus, kenapa mata lo sembab? Habis nangisin gue?" Pertanyaan Geri bukan karena dia terlalu percaya diri, tapi murni khawatir, dia akan merasa amat bersalah jika sembab itu sepenuhnya disebabkan dirinya sendiri.

"Nggak. Aku baru bangun tidur."

"Lo nggak perlu takut, gue bisa urusin Dinda biar dia nggak macam-macam lagi."

"Kakak bisa menjamin aku aman di sekolah?"

"Iya, nggak bakal gue biarin siapa pun menyakiti atau menyentuh lo."

'Tapi, buktinya kemarin ...," Raini menggantungkan ucapannya, dan menarik napas perlahan, "keputusan aku udah bulat dan nggak bisa diganggu gugat, Kak. Aku hanya mau fokus belajar, Kakak harus menghargai keputusanku. Ini terakhir kali kita ketemu, besok-besok aku mau kita bersikap kayak dulu lagi. Seolah nggak kenal, paham kan?"

Butuh waktu bagi Geri untuk mencerna semuanya. "Gue hargai keputusan lo, tapi lo nggak bisa melarang gue buat tetap mencintai lo, kan?" tanyanya.

Dan jawaban yang dia dapat adalah Raini yang mendongak, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Tapi, baginya, itu sudah menjawab seluruh pertanyaan. Keheningan kian menenggelamkan, Geri mengulurkan tangan untuk menyentuh bahu Raini, menariknya ke dalam pelukan.



****

Jawaban dari Raini sudah menguras tenaga dan emosinya, alhasil tujuan Geri adalah ke rumah Budi, kebetulan ada Aditya sedang bermain di sana. Dia butuh tempat untuk menenangkan diri. "Kenapa lo, oi, bete amat ekspresinya!" Budi menyadari ekspresi wajah temannya itu, "kayak cicak bunting, jelek ih!"

"Apa hubungannya cicak bunting sama jelek?" Aditya bertanya polos.

"Ya ada, pokoknya ada," jawab Budi tidak mau kalah, "gara-gara Raini, ya? Pesan lo nggak dibalas sama Raini? Ya elah, santai, kali aja dia masih fokus belajar. Makanya derita lo suka sama cewek begitu, harus mau diduain sama buku."

"Bangsat bener tuh cewek."

"Hah?" Aditya menghentikan permainan gitarnya dan menatap Geri. "Raini?"

KISAH UNTUK GERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang