5.

172K 9.6K 1.9K
                                    


5.

"Maaa, Dinda pulang!" Dinda berteriak di depan rumahnya sambil memasuki pagar yang setengah terbuka, lalu dia mengetuk-ngetuk pintu, tapi tidak ada sahutan. "Maaaa!" kali ini suaranya naik lebih tinggi. Hening. Tidak ada yang membalas panggilannya. Dia menekan handle pintu, ternyata tidak terkunci. Pandangannya tertuju pada sebuah kertas di atas meja. Tangannya bergerak mengambil benda itu. Dinda segera membacanya.

Untuk anakku, Dinda.

Keputusan Mama sudah bulat. Mama akan mendaftar menjadi TKW di luar negeri. Kita nggak bisa hidup begini terus, Mama harus cari kerja supaya kita bisa bertahan hidup. Supaya bisa kayak dulu lagi. Biar kita nggak hidup susah. Hari ini Mama berangkat. Jangan cari Mama. Hidup bahagia ya, Nak. Sesekali liat Papa di sel. Tiap bulannya, Mama bakal kirimin uang ke rekening kamu. Oh ya, ada sisa uang Mama tinggal. Jangan boros.

Love, Mama.

Membaca pesan itu, seperti ada sebuah godam memukul dadanya. Cewek itu segera mengambil ponsel, berniat menghubungi ibunya, tapi mendadak teringat kalau ponsel milik ibunya telah dijual. Cewek itu berlari ke luar rumah, berharap kalau ibunya masih dekat, barangkali belum jalan terlalu jauh. Barangkali masih ada di depan rumah. Tapi sia-sia, yang dia lihat hanyalah gang kosong. Dinda terduduk di pekarangan rumah. Pesan dari Laras membuat suasana hatinya runtuh seketika. Tadinya,dia berusaha untuk tidak menyalahkan keadaan meskipun setiap harinya masih dikuasai oleh tangisan dan penyesalan. Menangis semalaman hingga mata sembab. Berteriak, saling menyalahkan keadaan, lalu berakhir dengan saling menguatkan satu sama lain untuk berjanji berjalan beriringan. Dinda berusaha optimis, tapi Laras menghancurkan segalanya.

Surat itu betul-betul meremukkan hatinya. Menjatuhkannya ke bagian paling dalam. Dia butuh pertolongan, tapi tidak ada seseorang mau mengulurkan tangan, justru meninggalkan dia sendirian. Terkubur dalam kegelapan. Padahal Dinda tidak peduli ada banyak pasang mata mencaci maki dirinya, selama masih ada ibunya yang menguatkan, dia akan tetap bertahan.

Dinda tidak keberatan untuk hanya sarapan dengan kerupuk pakai kecap, selama itu berdua dengan ibunya, sarapan itu tetap terasa enak. Dinda pun tidak masalah pergi ke sekolah naik angkutan umum, jajan di kantin hanya minum es-teh dan kue kukus, selama dia pulang ke rumah, lalu ada ibunya menyambut dengan senyuman hangat. Itu sudah berhasil menenangkan.

Dinda pun berusaha tebal muka, tutup telinga rapat-rapat tiap kali mendengar komentar usil yang memberi label keluarganya adalah sampah masyarakat.

Dinda pun tidak peduli kalau di sekolah dia tidak lagi punya teman, orang yang memuja dirinya berbalik menghina dan melemparkan senyum ejekan, selagi masih ada ibunya yang bersedia menjadi teman di mana pun dan kapan pun kondisinya. Dia tidak akan kesepian.

Namun, kini kondisinya telah berubah.

Mimpi indahnya telah berakhir, ada kehidupan yang harus tetap dia jalani.

Dinda, si puteri dongeng, kini mendapat julukan baru; Dinda, si malang yang kesepian.

Tapi, dia tidak akan membiarkan dirinya selamanya jadi putri malang yang kesepian. Dia harus mencari cara untuk membuat dirinya tetap berdiri tegak, meskipun mendapat tekanan dari berbagai arah. Tidak akan Dinda biarkan orang lain terus-menerus tertawa di atas penderitaannya, dia harus membalas dendam, terutama pada Jia. Gadis itu merobek surat tulisan tangan ibunya, membuangnya ke kotak sampah. Pikiran liar yang semula terbersit di kepala, kini muncul lagi.

Tidak ada jalan lagi, dia harus segera menjalankan taktiknya. Semakin cepat, semakin baik.

****

Waktu masih menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit, untungnya Dinda sudah datang. Tujuan utamanya adalah menuju ke kantin belakang sekolah. Di SMA Garuda, ada tiga jenis kantin. Pertama adalah koperasi untuk memberi peralatan sekolah seperti topi, tali pinggang, dasi, serta alat tulis. Kantin dalam untuk anak-anak yang lapar dan ingin menikmati makanan dengan harga tidak terlalu mahal, kalau kantin belakang dikhususkan untuk anak nakal. Karena letaknya jauh dari jangkauan ruang guru, mereka bisa nongkrong sepuasnya sambil merokok, bicara hal nyeleneh tanpa takut ketahuan. Dinda berdiri di antara kerumunan, aroma parfumnya menyeruak bercampur dengan asap rokok dan aroma gorengan yang baru saja digoreng. Beberapa orang bersiul genit sewaktu melihat kemunculannya.

KISAH UNTUK GERITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang