7

35 1 0
                                    

Beberapa hari kemudian, ada razia dadakan.

Aku hampir telat masuk, karena semalam bermain bersama Mas Ranbo dan Mas Bonar hingga larut. Banyak siswa mulai berbaris di depan gerbang sekolah, saat mereka diperiksa satu persatu oleh guru-guru dan para pengurus OSIS. Aku berdesakan dengan siswa-siswa lain sampai akhirnya tiba giliranku untuk diperiksa. Aku diperiksa oleh Bintang. Semua barang bawaanku digeledah seperti yang seharusnya, dan mulai dari potongan rambut, ikat pinggang, semuanya kupenuhi. Tapi..

"Loh.." Mata Bintang terbelalak.

"Kenapa Bintang?" aku bertanya ragu-ragu. Kenapa wajahnya seperti melihat ada kadal dalam tasku? Apa jangan-jangan tadi malam Mas Bonar atau Mas Renbo sengaja memasukkan kadal ke tas sekolahku untuk mengerjaiku?

Tapi, salah. Bukan kadal. Tapi rokok.

Bintang mengeluarkan sekotak rokok dari dalam tasku. Mataku terbelalak. Bagaimana bisa?—aku tidak pernah merokok.

Bintang menatapku dengan tatapan tak percaya, lalu segera melaporkan rokok yang ditemukannya dalam tasku ke guru.

"Bintang," aku berusaha menjelaskan, tapi Bintang langsung membuang muka.

Bukan.. bukan aku..

Dan Mas Bonar, maupun Mas Ranbo, tak mungkin berbuat kejam seperti ini.

Lantas.. siapa?

OOO

Aku berakhir di ruang kepala sekolah. Kepala sekolah, tentunya juga memanggil kakakku, yang salah seorang guru di sekolah ini.

Kakakku menatapku tak percaya. Akupun juga berusaha menunjukkan bahwa aku tidak merokok.

"Deni.. Kau itu.. Bapak tak percaya kau melakukan hal semacam ini," Kepala sekolah yang duduk di hadapanku angkat bicara, "Ku kira, selama ini kau anak yang baik dan tekun. Nilaimu selalu baik di kelas. Lalu kenapa kau lakukan ini?" tanyanya sambil mengangkat kotak rokok yang ditemukan dalam tas sekolahku.

"Pak—" aku hendak membantah.

"Aran, kau itu kan guru. Masakan kau tidak bisa mendidik adikmu sendiri? Bagaimana kau mau mendidik siswa-siswa SMA ini?" Kepala sekolah menyelaku dan menyalahkan kakakku.

"Tapi—" aku hendak membantah lagi. Tapi kulihat tangan kakakku memegang pundakku, memberi isyarat untuk jangan membantah.

"Maafkan saya Pak.." Kak Aran malah meminta maaf.

Tunggu. Ini bukan salah kakak. Kenapa kakak malah minta maaf?—

Ini tidak adil..

OOO

BintangWhere stories live. Discover now