Sembilan

1.6K 227 7
                                    

Sebenarnya bila diizinkan secara moral, agama, dan hukum, Miranda dengan senang hati membanting pintu (bayangan efek hidung merah, berdarah, dan suara mengaduh terdengar seperti musik surga). Lagi pula, dia memiliki hak menolak siapa pun yang tak ingin ditemuinya termasuk Morgan.

“Mira, apa kamu enggak ingin mempersilakan masuk?”

Lelaki itu terlihat seksi, upsss, buru-buru Miranda mencari penghapus. Sampai kapan pun dia tidak mau mengakui satu kata itu. Oke, salahkan celana jins dan kemeja yang berani-beraninya mempertontonkan keindahan tubuh bak Ares.

Miranda, setop. Pikiranmu sedang tidak waras.

“Kenapa?” salah satu alis Miranda terangkat, tanda menantang. “Kamu tahu, ‘kan, kalau aku nggak pengin ketemu sekarang, nanti, dan seterusnya.” Tangannya mencengkeram erat kenop pintu, waswas bila pertahanan diri buyar dan bibirnya mengucapkan mantra ‘silakan masuk' hingga lingkaran setan tersebut tidak bisa diakhiri.

Nay! Miranda ingin secepatnya menyelesaikan mimpi buruknya. Yeah, mimpi buruk yang diawali dengan mimpi manis. Ibara tnya dilambungkan ke surga kemudian ditepuk turun ke neraka. Ulala, siapa juga yang ingin merasakan penderitaan yang sama untuk kedua, ketiga, keempat, dan kesekian kalinya? Tikus saja tidak bisa dijebak mengg unakan perangkap serupa kedua kalinya (catat, bila curut itu berhasil lolos dari jebakan pertama dan jangan harap kalian bisa menangkap pengerat tersebut menggunakan cara yang sama. Nay! Ngimpi), apalagi Miranda yang notabene makhluk berakal, berbudi, dan berperikemanusiaan.

“Mira...,” Morgan membujuk, “sampai kapan kamu melarikan diri?”

Miranda mendongak, mengangkat dagu tingi-tinggi. “Selamanya.”

“Oke, kamu yang nantang. Ya.”

Tanpa kulonuwun terlebih permisi, Morgan menerobos masuk. Sempat terjadi aksi dorong-mendorong pintu yang tentu saja dimenangkan oleh Morgan. Akhirnya Miranda mengumpat ketika Morgan berhasil masuk dan mengunci pintu.

“Kamu tuh iblis di atasnya iblis!” Miranda memekik, beberapa kali ia mengacak rambut seolah kutu-kutu busuk kebencian bisa hilang. Setelah menimbang untung dan rugi keadaannya, akhirnya wanita itu bersidekap. “Langsung ke inti masalah.”

Morgan tidak langsung menjawab permintaan Miranda. Sebaliknya, pria itu duduk tanpa meminta persetujuan Miranda. “Mira, Papa merindukanmu.”

Emosi lama kembali menyeruak. Seperti keran yang katupnya dibuka, amarah pun meluap, menelusuri setiap sel di pembuluh darah, dan mengirim gelenyar dingin. “Dia bukan ayahku.”

“Dia ayah kita,” Morgan mengoreksi, tatapannya tak lepas dari Miranda. “Mau sampai kapan kamu begini, Mira?”

“Kalian penipu,” Miranda mendesis. “Sekarang apa lagi y ang mereka minta? Uang? Harta? Status?”

“Mira, aku enggak pernah ada niatan buat nyakitin kamu.”

Miranda menggigit pipi bagi an dalam, menimbang umpatan yang pantas dilontarkan.

“Aku enggak tahu kalau kamu ... adikku.”

“Adik tiri,” Miranda mendebat. “Dan aku bersyukur kita nggak perlu mempertahankan ikatan cinta bohong-bohongan.”

“Mira, kalau boleh memilih aku inginnya jadi orang luar,” kata Morgan, sedih. “Bukan kakakmu.”

“Dan meskipun tahu kamu tetap menyembunyikannya, ‘kan?”

Morgan menggeleng. “Aku enggak pengin kehilangan kamu.”

Miranda memejamkan mata. “Sudah nggak ada yang bisa dipertahankan,” katanya sembari membuka mata, menatap Morgan. “Sudah selesai.”

“Setidaknya temui Papa, Mira.”

“Untuk apa? Agar dia melihatku dipermalukan kakak-kakak lalim itu?”

“Agar kamu enggak menyesal di kemudian hari.”

Bungkam. Miranda tidak membalas.

“Mira, kamu, kan, tahu kalau beliau nggak pernah melupakanmu.”

Miranda memijat pangkal hidung, pusing. “Beri tahu aku,” katanya. “Caramu menemukanku.”

“Sewa detektif,” jawab Morgan. “Temui saja, Mira. Coba kamu datang ke acara nanti,” katanya sembari menyerahkan selembar undangan. Kamu enggak akan menyesal.”

***

“James, kira-kira kapan kamu bawain Mama calon mantu?”

Mendengar permintaan Niken dari seberang sambungan, sukses membuat James hampir mati tersedak.

“James, kamu baik-baik saja, ‘kan?”

“Aku baik-baik saja, Ma.”

Dalam hati James mulai menyumpahi nama-nama dewa dan dewi cinta. Bisa-bisanya hanya dia seorang yang dipersulit menemukan belahan jiwa.

“Oh, oke. James, Mama boleh nanya?”

James mulai mempertimbangkan memesan layanan makanan di hotel yang ditempatinya sebelum menjawab. “Iya, Ma?”

“Apa kamu gay, Nak?”

Bravo! Kali ini James sampai terjungkal gara-gara mendengar pertanyaan kejam. Jomlo? Masih okelah daripada status “enggak laku’. Tetapi, gay?

“Ma....”

“Sudahlah, Nak,” kata Niken memotong ucapan James. “Mama ikhlas kok kalau ternyata kamu emang orientasinya ke sana. Lagian, zaman sekarang sepertinya memang orangtua harus ekstra memahami keadaan putranya.”

“Ma, James enggak—”

“Cukup, James. Mama enggak malu kok kalau nanti calon mantunya berewokan kaya aktor India.”

“Eh, Ma. James kan—”

“Mama akan usahakan Ayah dan kakakmu memahami situasimu.”

Alamak! Bagaimana ceritanya James disandingakan dengan opera sabun picisan?

“James normal, Ma.”

“Iya,” kata Niken menyetujui. “Enggak ada yang salah kok dengan bentuk cinta yang demikian. Orang-orang saja yang enggak bisa memahami situasimu.”

James menepuk jidat. Seharusnya Niken dipersilakan menulis naskah drama. Dijamin cerita racikan Niken lebih bombastis daripada sinetron kejar tayang yang memonopoli pertelevisian di tanah air.

“Ma, kok mikirnya gitu sih?”

“Loh, bukannya sekarang eranya demokrasi, tho? Mama enggak pengin kamu ngerasa minder atau gimana.”

“Ma, James enggak suka lelaki berotot.”

“Ohh, jadi kamu suka lelaki ramping?”

“Bukan!” James menyergah, mengambil alih pembicaraan sebelum berakhir dengan deretan tragedi berdarah yang tak sanggup ditanggungnya di kemudian hari. “James suka cewek, perempuan, wanita. Pokoknya James enggak suka cowok!”

“Syukurlah.” Suara Niken terdengar syahdu ketika mendapati kebenaran menyejukkan mengenai putranya. “Jadi, kapan kamu ngajak calon mantu ketemu Mama?”

Arghhhh!

***

😅 Teman-teman, setelah bab ini kemungkinan bab baru entar sedikit lebih lama update-nya. 🙏 Maafkeun.

Salam hangat,

G.C

With You... (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang