#14

2.8K 239 15
                                    

"Bahkan, kegelapan malam pun akan berakhir dengan tibanya matahari terbit"


Rose tak menyangka Chanyeol akan berkata seperti itu, sekarang ia menangis terisak-isak dalam kamarnya, bukan- ini bukan kamar yang berada di dalam rumah Chanyeol, ia menangis di kamar yang berada di dalam rumah ibunya.

Setelah kejadian tadi, mendengar ucapan itu dada Rose terasa sesak, seakan-akan ada yang menusuk bagian jantungnya. Ia akui ini adalah kesalahannya, karena tak sanggup dengan ucapan Chanyeol tadi, Rose pun langsung bergegas ke rumahnya yang dulu.

Sandara mengelus-elus punggung anak tunggalnya itu, ia sedari tadi mencoba menenangkan Rose yang benar-benar menangis itu.

"Rose.. sudahlah sayang.."

Rose mendongak, matanya sudah bengkak akibat tangisannya itu.

"Eomma hatiku sakit sekali. Chanyeol..." Ia tak bisa melanjutkan perkataannya, tangisannya semakin pecah.

Sandara mendesah berat, "Segera bertemu dengannya dan minta maaf, lagi pula ini salahmu"

"Ini memang salahku, tapi untuk meminta maaf tak semudah itu Eomma"

Sandara mendengus pasrah, ia sudah menduga dari awal kalau perkelahian ini akan terjadi.

Sandara  mengelus pipi anaknya yang basah akibat tangisannya itu, ia tersenyum hangat kepada anaknya. Sandara sebenarnya paling benci melihat Rose menangis dan selalu berfikir untuk memarahinya, namun kali ini Sandara memilih untuk mencoba menangkannya.

"Besok datangi saja dia, dan ajak untuk menyatu kembali. Aku yakin dia akan menerimanya, Rose"

Rose menggeleng, "Aku sudah bilang itu tak mudah, Kami berbeda fikiran dan selalu bertengkaran karena perbedaan itu. Maka dari itu kami tak akan bisa bersatu"

Sandara tersenyum, "Persamaan itu tak selalu menjamin kesatuan, perbedaan juga tak selalu menjamin perpisahan. Kau bisa lihat dari magnet, kutubnya yang berbeda dapat saling menyatukan"

Rose terdiam, namun terisak. Ucapan ibunya memanglah benar.

"Kau mencintainya?"

Rose terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan.

Sandara tersenyum singkat, "Eomma yakin kau mencintainya, karena kau tak mungkin menghabiskan air mata hanya untuk orang yang tak kau cintai"

Rose terdiam, suaranya tercekat. Mengapa mulutnya kali ini tak angkat suara untuk membantah perkataan ibunya?

Rose tersadar, perkataan ibunya kali ini benar, untuk apa dia menangisi orang yang tidak ia cintai? Otak juga mulu Rose selalu merasa kalau dirinya tak mencintai Chanyeol, namun hatinya berkata lain, kali ini hatinya membuat sang pemilik, Rose, sadar. Bahwa wanita itu tenyata mencintai Chanyeol.

***

Chanyeol masih terduduk di sofa, menatap hampa sekitar. Ucapannya tadi masih terngiang-ngiang di telinganya, bodoh sekali dirinya ini.

Chanyeol memanglah pintar dalam akademik, namun ia masih remedi dalam urusan cinta.

Akhirnya, ia beranjak pergi ke rumah ibunya, meninggalkan rumahnya yang bersama Rose dengan kosong bekas kejadian getir tadi.

Chanyeol memencet pintu bel rumah, beberapa menit kemudian wanita paruh baya membukakan pintu untuknya.

"Apakah ada Eommaku?"

Ia mengangguk "Ada Tuan, Madam bomi sedang di ruang tamu"

Chanyeol pun tanpa basa-basi langsung menghampiri ibunya.

Te Amo, RoseWhere stories live. Discover now