"Ngaco lo. Udah ah, masuk kelas yuk. Bentar lagi bel nih." Diona beranjak dari tempat duduknya dan berjalan untuk membayar makanan mereka ke ibu kantin.

****

"Gimana hari ini?" tanya Ganang begitu Diona duduk di mobilnya.

"Biasa aja. Seneng sih, nggak ada latihan Paskib," katanya sambil tersenyum lebar.

Ganang ikut tersenyum dan mulai menjalankan mobilnya. "Mau makan apa, KFC mau?" tanya Ganang.

"Mas ih! Ngajak makan mulu. Nanti kalau Diona gendut gimana?" protes Diona. Pasalnya Ganang terlalu sering mengajaknya makan dan dia tidak bisa menolak. Selain karena dibayari oleh Ganang, juga karena dia bisa menghabiskan waktunya lumayan lama dengan Ganang.

"Di, kamu nggak gendut kok. Kamu berisi."

"Sama aja."

"Mas suka kamu yang kayak gini. Nggak usah diet-dietlah kayak cewek lain, Diona kan lagi dalam masa pertumbuhan."

Pipi Diona memerah mendengar pujian Ganang itu. Akhirnya dia menyetujui untuk makan bersama dengan Ganang. Mereka bercerita banyak hal, lebih tepatnya Diona yang bercerita dan Ganang dengan sabar mendengarkan cerita-cerita Diona. Hari-harinya bersama dengan Ganang terasa begitu membahagiakan, rasanya Diona ingin waktu berhenti saat dia sedang bersama dengan Ganang.

Diona takut, kalau nanti Ganang sudah memiliki kekasih, mereka tidak bisa lagi seperti ini. Apa Diona egois kalau menginginkan Ganang hanya melihatnya? Tetapi dia juga sadar kalau dia hanya ABG yang tidak mungkin membuat Ganang terkesan.

****

Diona : Kak Mukti, temen kamu itu beneran nggak ada pacar? Kok bisa? Kamu aja yang jelek ada pacar, masa dia yang ganteng nggak ada pacar.

Kak Mukti : Heh! Adik kurang ajar, emangnya aku kenapa? Sejelek itu sampe kamu ngomong begitu?

Diona : Hehehe. Ya gitu deh.

Kak Mukti : Awas kamu ya kalau mau minta tolong nggak akan aku tolongin.

Diona : Yah... kok jahat sih? Tapi beneran ya dia nggak punya pacar?

Kak Mukti : Kenapa? Kamu naksir sama Ganang?

Diona : Hmm... gimana ya. Dia tuh enak kalau diajak cerita, nyambung aja gitu, terus ternyata orangnya lucu juga, aku pikir dia kaku-kaku gimana gitu. Dan dia tuh ganteng, gila ya, aku kalau deket dia berasa upik abu gitu, Kak. Mana wangi, betah deh lama-lama di samping dia.

Kak Mukti : Heh, anak ingusan udah jauh aja mikirnya.

Diona : Aku kan cerita apa adanya. Eh, tapi jangan kasih tahu Mas Ganang ya kalau aku suka sama dia.

Kak Mukti : Kenapa?

Diona : Malu.

Kak Mukti : Kalau aku bilang dia udah baca SMS kita gimana?

Diona hampir menjatuhkan ponselnya setelah membaca pesan yang dikirimkan Mukti itu. Tidak lama kemudian, ada panggilan masuk, tetapi bukan dari Mukti melainkan dari Ganang. Diona ingin mati saja rasanya, jadi benar kalau Mukti saat ini sedang bersama dengan Ganang? Dan Ganang membaca semua curahan hatinya itu? Mau ditaruh di mana mukanya saat ini!

Diona berjalan mondar mandir di kamarnya, sambil membawa-bawa ponselnya yang masih terus berdering, tetapi Diona tidak berniat untuk mengangkat panggilan itu. Akhirnya setelah tiga kali menelepon dan tidak mendapatkan jawaban, Ganang mengirimkan pesan pada Diona.

Mas Ganang : Kenapa nggak diangkat?

Diona menarin napas dan mengembuskannya perlahan. Dia mencoba mengetikkan sesuatu di ponselnya tetapi yang dilakukannya hanya ketik... hapus... ketik... hapus...

Dia benar-benar malu. Bagaimana kalau Ganang membencinya dan tidak mau bertemu dengannya lagi? "Diona bego!" Diona memukul kepalanya sendiri dengan tangan, sambil terus memarahi dirinya sendiri.

*****

Beberapa hari kemudian, Diona masuk tetap menghindari Ganang, dia tidak lagi membalas pesan Ganang, juga tidak mengangkat telepon laki-laki itu. Rasa malunya tidak akan hilang sampai puluhan tahun ke depan. Namun walaupun dengan semua penolakan itu Ganang masih tetap berusaha menghubunginya. Bahkan siang ini Diona yang baru selesai latihan paskib dikejutkan oleh kehadiran mobil Ganang di depan sekolahnya. Dia menarik napas berulang kali lalu mendekati mobil itu sebelumnya dia memastikan kalau tidak ada yang melihatnya masuk ke dalam mobil Ganang.

"Mas ngapain di sini?" tanya Diona.

"Jemput kamu."

"Buat apa?"

"Kenapa kamu nggak jawab SMS dan telepon Mas?"

Diona kira Ganang tidak akan membahas ini, setidaknya tidak saat ini karena dia bingung harus menjawab apa. "Itu...."

"Di..." Ganang memutar tubuhnya menghadap Diona.

Ditatap oleh laki-laki tampan seperti Ganang membuat Diona salah tingkah. "Diona malu."

"Malu kenapa?" tanya Ganang.

Diona mengalihkan pandangannya dari Ganang. "Malu aja. Malu karena Mas Ganang tahu perasaan Diona."

"Kalau tahu memangnya kenapa?"

"Ya... nanti Mas Ganang nggak mau ketemu Diona lagi."

"Kata siapa? Bukannya sekarang Diona yang nggak mau lihat Mas lagi?"

Diona kembali menatap Ganang. "Bukan gitu..."

"Terus apa?"

"Udah ah. Diona malu." Diona menutupi wajahnya dengan tangan.

Ganang tertawa, lalu perlahan tangannya menarik tangan Diona dan menggenggamnya erat. "Kalau Mas bilang, Mas seneng banget waktu baca SMS kamu ke Mukti gimana?"

"Eh?"

"Kalau ternyata Mas nggak mau cari perempuan lain dan maunya sama Diona gimana?"

Diona tergagap, bingung harus menjawab apa, dia merasa ini mimpi. Bagaimana bisa Ganang mengatakan kalau dia juga menginginkan Diona? Semuanya terlalu sempurna bahkan tidak pernah terbayang olehnya. Tetapi jauh di dalam lubuk hatinya, Diona merasa begitu bahagia.

*****


Maaf ya yang tadi salah posting wkwkkw, Ternyata versi lama. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rahasia DionaWhere stories live. Discover now