12. Alvino Daffa - Akhir Penantian✔️

439 73 8
                                    

Motor besar milik Vino terparkir rapi di halaman kostnya, ia baru saja pulang mengambil hasil foto dari tempat percetakan

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

Motor besar milik Vino terparkir rapi di halaman kostnya, ia baru saja pulang mengambil hasil foto dari tempat percetakan. Lembaran foto itu berisi pemandangan yang apik untuk tugas UKM, gedung-gedung artistik untuk referensi tugas, dan tentu saja ada foto Nadse yang paling mendominasi dari hasil roll film.

Vino membalik lembaran foto itu satu persatu. Senyumnya semakin merekah melihat foto Nadse. Mulai dari yang bersenda gurau dengan sahabatnya, makan di kantin, menguap di kelas, hingga tertidur di ruang studio. Namun tiba-tiba senyum Vino memudar tatkala melihat foto Nadse dengan beberapa cowok. Senyum Nadse terlihat sangat tulus di foto itu.

"Kenapa kayaknya Nadse lebih bahagia kalau sama mereka?" gumam Vino. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan.

Dibandingkan dengan ketiga cowok di beberapa lembaran foto ditangannya, tak ada lagi hal yang bisa dilakukan oleh seorang Alvino Daffa untuk membuat Nadse bahagia berada disisinya.

Bian yang terlihat berkharisma, terlebih jika sudah tampil bersama anak band arsi di atas panggung. Kevin yang sebentar lagi digadang-gadangkan menjadi kapten basket. Rofiq yang selalu membawa Nadse keluar dari zona nyaman. Ketiga cowok itu bisa membuat Nadse merasa bangga dan beruntung memiliki salah satunya. Dibandingkan dengan seorang maniak fotografi, tidak akan ada apa-apanya selain memotret diam-diam dan mengagumi dari kejauhan.

"Lagian gue punya apa buat Nadse?" Vino menidurkan kepala di atas lipatan tangannya seraya memandangi langit-langit kamar.

Ya, Vino terlalu pesimis untuk hal ini.


•••

Hari ini di bawah langit yang berawan meski belum terlalu mendung. Vino menyandang tabung gambarnya lalu melangkahkan kaki keluar dari kelas dengan lesu. Pikirannya berkecamuk, bukan pada tugas desain yang baru saja diberikan oleh Pak Choiron. Melainkan pada cewek yang telah berhasil mengambil hatinya.

Gue harus ungkapin atau enggak? debatnya bersama hati dan logika.

Vino menghela nafas panjang. Kemudian tertunduk lesu tanpa menyadari seseorang berjalan mengendap di belakangnya. Orang itu mengulum senyum, menahan kekehan sebelum menepuk pundak Vino dan mengagetkannya.

"Dor!"

Vino menoleh. Sikapnya biasa saja, tidak kaget sama sekali. Vino hanya diam dibalik ekspresi yang sulit dibaca.

"Kok nggak kaget sih?!" protes orang itu, yakni Nadse. Bibirnya mencuat dan rautnya terlihat kecewa.

"Lo kenapa deh? Lagi sakit? Lemes gitu."

Vino menggeleng lalu tersenyum tipis. "Enggak kok."

"Atau lo lagi stres karena banyak tugas?"

"Mungkin."

Nadse manggut-manggut. "Udah gue duga sih," gumamnya. Lagi, Vino menanggapi dengan senyum tipis.

"Eh, lo tau nggak? Tadi tuh harusnya kan Pak Hasan yang masuk kelas gue," Nadse mulai menyamai langkahnya dengan cowok itu. "Terus tiba-tiba Pak Isa yang masuk. Udah gitu langsung ngasih tugas bejibun. Padahal dia kan salah kelas. Nyebelin kan yak?" cerita Nadse menggebu-gebu sampai mengepalkan tangannya di udara. Vino jadi terkekeh melihat tingkahnya.

[TAMAT] Nadse & Her Bodyguards✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя