Divo mendelik. "Kalaupun ada yang beracun bakal gue pesanin buat lo. Kebetulan banget lo ngga tau menunya. Jadi gue bisa mesen sesuka gue." Divo tersenyum miring.

Sena tampak kesal. "Seneng banget. Pingin gue cepat mati ya?"

"Kenapa? Lo mau mati?" Divo masih memasang smirk nya.

"Nggak cukup apa buat Bella mati? Lo masih mau bunuh gue juga?" Sena tampak terkejut dengan ucapannya barusan.

Divo terkejut bukan main saat dia mendengar ucapan Sena yang tiba-tiba itu. Matanya melotot dan tangannya mengepal sempurna.

Cici melotot terkejut. "B-bella m-meninggal?" Tanya Cici dengan suara lirih. Bibirnya bergetar saat mengucapkan kalimat itu.

"Bukan, maksud aku bukan itu." Sena meraih tangan Cici, berusaha menenangkan Cici yang tampak terkejut.

Cici menatap Sena dengan tatapan yang sulit diartikan. "Bohong!" Cici sedikit memekik sambil menghempaskan tangan Sena.

"Nggak aku cuma asal ngomong aja." Sena masih berusaha meraih tangan Cici namun ditepisnya.

"Kalian bilang dulu Bella pindah ke luar negeri." Cici menatap Divo dan Sena secara bergantian. "Kalian bohong! Kenapa kalian nggak jujur!" Cici menaikkan oktaf suaranya, terdengar suaranya bergetar.

"Bukan gitu Ci. Lo salah paham, dengerin dulu penjelas kami." Divo angkat bicara.

Cici menatap Divo tajam. "Lo juga nyembunyiin dari gue Div! Ngga usah jelasin apa apa ke gue!"

"Ci, dengerin dulu."

"NGGAK! POKOKNYA ENGGAK!" Cici berteriak parau sambil beranjak dari duduknya meninggalkan kafe.

Sena dan Divo hanya berdiri menatap kepergian Cici. Mereka tidak berniat sedikitpun untuk mencegahnya.

Divo beralih menatap Sena.

"Lo puas sekarang?" Ucap Divo dengan datar.

Sena menoleh, ia tidak menjawab pertanyaan Divo melainkan menjatuhkan dirinya kembali ke kursi. Dia mengusap wajahnya kasar.

"Lo sendiri yang bilang buat merahasiakan semuanya dari Cici, tapi apa? Lo kemakan omongan lo sendiri." Divo masih menatap tajam Sena yang tampak merenungi kesalahannya.

"Sekarang kita harus apa? Semua sudah terlanjur." Lanjut Divo.

Sena masih bungkam. Dia tidak tau harus melakukan apa sekarang ini. Dia sudah melakukan kesalahan besar.

'Bodoh lo Sen! Bodoh!' Sena membatin.

"Engga ada cara lain lagi, kita harus nyeritain semuanya sama Cici." Ucap Divo seraya pergi meninggalkan Sena yang masih saja bungkam.

'Bodoh lo Sen! Bodoh!' Lagi - lagi Sena membantin, mencaci dirinya sendiri.

***

Cici menatap kosong pantulan dirinya di cermin yang berada dikamarnya. Dia masih mengingat dengan jelas rentetan kejadian yang baru saja terjadi. Dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi.

"Kenapa mereka rahasiain sama gue?" Tanya Cici pada dirinya sendiri, masih dengan pandangan kosongnya.

Cici tersenyum kecut. "Mungkin gue nggak penting."

Cici bangkit dari duduknya berjalan menuju balkon kamarnya. Dia mendudukkan dirinya di atas meja bundar kecil. Ia memakai earphone sambil memeluk lututnya.

AURORA♕[ON GOING]Where stories live. Discover now