Rahasia : Bagian 1

6.3K 362 82
                                    

"Bunda, Papa Ma sakit?" tanya Biya untuk kesekian kalinya.

"Papa Sekolah sayang, sama kayak Biya. Biar pin..."

"Tal" sambungnya "Ya telpon papa"

"Hmm, papa kan masih di jalan. Masih di pesawat. Nanti malam aja ya kalau mau tidur"

Biya menurut.

"Biya tidur siang dulu ya?, nanti malam kita begadang telpon Papa"

Dia menggeleng, "Spombob bunda, Ya mau nonton spombob"

"Oh mau nonton?" tanyaku. Dia mengangguk. "Ayo, sini" aku menggendong Biya keluar kamar. Menghidupkan tv lalu mendudukkan dia di sofa yang ku tarik lebih dekat ke dapur. Karena tv memang letaknya di arah dapur. "Tunggu disini, bunda ambil hape dulu ya. Mau nelpon aunty Meilan"

Anak itu, kalau sudah ketemu apa yang dia suka, dia tidak akan peduli. Ditinggal ke pasar pun dia tidak akan sadar.

"Apa kabar sayangku" sambut Mei dari sana ketika aku menelepon.

"Alhamdulillah baik. Kamu bagaimana?"

"Ah, kebetulan sekali lagi suntuk dirumah. Aris dinas luar ni" ceritanya.

Memang, sejak menikah dua tahun lalu, Mei dan Aris pindah ke Palembang karena pekerjaan. Maklum lah Aris, pekerjaan itu penting baginya. Bahkan Gara-gara itu dia menunda pernikahan sebegitu lama dengan Mei.

"Gimana... Gimana?, sudah yes?"

"Apa?"

"Ah, kalian itu sudah bahagia, tapi gak afdol kalo kamu tidak buka kesempatan untuk itu. Kurang apa lagi?. Kurangnya apalagi dibanding mantanmu yang tidak berhati itu"

"Sejak penolakan dulu, dia tidak pernah meminta lagi. Aku tidak sampai hati meminta. Aku malu Mei"

"Itulah penyakitmu, membuat persepsi sendiri. Tidak selamanya yang kamu fikir sama apa yang orang fikir. Laki-laki mana sih yang bisa tahan, dia gak mau ngomong itu nunggu kamu duluan yang ngajak. Deh, kayak tidak ada pengalaman aja kamu Lana"

"Yah, Sekarang sudah berangkat pula. Sedih Mei"

"Hah?, jadi yang beasiswa itu?"

"Iya"

"Jadi Biya bagaimana?, aku tau anak gadismu itu lengket banget kayak karet sama Didi"

"Ini aja dia ngira papanya kerja di Rumah Sakit. Belum ngeh dia kalau papanya tidak akan pulang dalam waktu dekat. Yang nangis menjadi-jadi itu, keponakannya, si Luki. Sedih lihatnya"

"Sedih lihat Luki apa sedih karena ditinggal?"

"Semuanya, rasanya ah entah lah, suruh dia nolak beasiswa itu, masa seumur hidup dia berkorban mulu gara-gara kami"

"Iya juga sih, kadang aku kasihan sama dia. Kadang juga aku mikir dia beruntung dapatin kalian. Aku tau kamu, kamu istri yang pandai mengservis suami. Sayangnya yaaa... Kalian jadi terlihat kayak kakak adik tau. Greget aku"

"Aku salah ya?"

"Iya lah!. Sudah ku bilang, kalau mau Move On jangan benci dia, lupakan saja, biarkan seperti air di keran, mengalir. Lama-lama, air kotornya juga bakal ilang. Lah, pribahasaku bawa-bawa air pula gara-gara air ledeng disini keruh" Mei mulai menyeloteh. 

"Sabar"

"Oh, kemarin aku lihat akun Nadia sudah aktif. Kulihat lagi kayaknya dia ada di Lokasi Gempa Lombok. Dan ada lagi yang ingin ku beri tau"

"Akhirnya dia ada kabarnya. Apa? Dia jadi feminim?"

"Ku lihat dari storynya, kayaknya dia itu galau. Sewaktu kalian di Kei Kecil apa dia terlihat menyukai Didi?"

Mr. D (Project Memikat Hati Mertua) (✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang