- tésseradeka: empat belas -

782 64 11
                                    

CAHAYA PAGI MENYERUAK MELALUI JENDELA KAMAR KETUA MURID- BAIK HERMIONE MAUPUN DRACO.

Hermione mengerjapkan matanya berulang kali sembari memastikan jika nyawanya telah terkumpul penuh.

"Hoaahm".

Ah, hari ini sudah libur, ya?. Batin Hermione. Ia seketika teringat dengan kedua sahabatnya. Ia merindukan mereka.

"Tak terasa beberapa saat lagi aku akan sangat merindukan tempat ini. Senangnya sampai saat ini aku masih bisa merasakan banyak hal di sini," ucap Hermione.

Ia pun dengan semangat bergegas menuju kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk bertemu dengan semua temannya.

Draco terbangun setelah ia mendengar suara gemericik air dari kamar Hermione.

Hermione sudah bangun ternyata. Benak Draco.

Draco pun dengan lemah duduk di atas kasurnya, lalu turun hendak menuju kamar mandi dan bergegas keluar menemui semua orang. Oh, mungkin juga tak semua orang- hanya teman asramanya seorang.

Harry berjalan sendirian melewati lorong-lorong yang sedang sepi. Belum banyak siswa-siswi yang berlalu-lalang saat itu. Ia terus melangkahkan kakinya di tiap lorong dan terkadang menginjak beberapa anak tangga yang ada.

"Harry!" seseorang memanggil Harry.

"Oh, Hai, Ron. Kau habis berlari? Atau kau habis pemanasan?" tanya Harry bingung melihat Ron yang sedang mengatur nafasnya yang tersenggal-senggal.

"Oh, jangan konyol. Kau tetap saja menyebalkan. Selama bertahun-tahun kau tidak pernah berubah dengan kupingmu yang sukar mendengar itu dari dulu. Aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi tetap saja kau tidak menoleh!" geram Ron.

"Ah, kau tidak bohong, 'kan, kepadaku?" curiga Harry.

"Terserah kau saja, lah! Aku heran sampai sekarang kenapa adikku tertarik padamu, ck," ucap Ron kesal.

Harry mendengarnya hanya tertawa geli, "Itulah yang menarik dariku, Ron. Tak ada,". Ron yang mendengarnya hanya mendecik sebal lalu melanjutkan langkahnya di samping Harry.

"Kau mau kemana, sih?" tanya Ron.

"Niatnya sih ingin mengunjungi Hermione. Dia pasti bisa diganggu, kan sekarang hari libur," jelas Harry. Ron hanya mengangguk mengiyakan.

Hermione keluar dari kamarnya dan menguncinya dari luar. Ia berniat melangkahkan kakinya menuju dapur untuk membuat cokelat panas yang terhenti karena melihat Draco pun baru saja keluar dari kamarnya.

Hermione tak bergeming dari tempatnya. Kesunyian di antara tatapan mereka akhirnya terpecah.

"Hai, kau sudah bangun rupanya," ucap Draco.

"Ya, memang sudah. Kau sendiri kenapa secepat ini terbangun?" tanya Hermione mulai berjalan kembali menuju dapur.

"Hei, apakah kau ingin cokelat panas? Aku sudah membuatkan dua untuk kita," ucap Draco. Lalu Hermione memutar badannya dan ia melihat dua cangkir biru langit berisi cokelat panas di atas meja dekat perapian.

"Oh, untukku?" tanya Hermione sembari berjalan menghampiri sofa yang berada di dekat perapian.

"Tentu. Aku tahu kebiasaanmu, Granger. Jangan lupa kalau kita satu asrama sejak beberapa minggu lalu," ucap Draco sembari menaikkan salah satu alisnya.

"Mana mungkin aku melupakan orang yang mengganggu hidupku sejak beberapa minggu lalu," sarkas Hermione diikuti tawa kecil Draco.

"Apa? Kenapa tertawa?" tanya Hermione menautkan kedua alisnya heran.

"Lucu saja kau menganggapku seperti itu," jawab Draco diikuti senyuman miring khasnya.

"Seperti apa? Pengganggu?"

"Oh, Granger. Jangan lupa jika benci dan cinta itu setipis tissue yang telah kau ambil sehelainya lagi. Itu ucapan Proffesor Flitwick, asal kau tau," ucap Draco dengan seringai khasnya.

Hermione berusaha tidak menanggapi perkataan Draco. Yang ia lakukan untuk menahannya hanyalah meminum cokelat panas yang dibuat Draco. Seketika hangat menggerayapinya.

Ginny berjalan menyusuri lorong-lorong yang ada bersama Rowena dengan diam. Ia sedang tidak ingin berbicara panjang lebar seperti biasanya.

"Hey, Gin! Kemari!" panggil Ron dari jarak beberapa meter jauh darinya. Ginny pun menoleh.

"Ro, maaf tapi aku harus pergi. Kau tak apa ke asrama sendiri?" tanya Ginny.

"Oh, tentu bisa. Sampai jumpa, Gin!" lalu Rowena melanjutkan jalannya menuju asrama Gryffindor. Ginny lalu menghampiri Ron serta Harry.

"Gin, mau ikut kita ke asrama Hermione?" tanya Harry.


"Oh, aku sampai lupa dengan 'Mione. Ini pasti karena tugas yang kian menumpuk membuatku sangat tidak mood hari ini untuk mengingat apapun," ucap Ginny lesu.

"Kau ini, selalu saja mengeluh. 'Kan sekarang hari libur, ayo kita rayakan bersama Hagrid nanti," ucap Ron.

"Itu niat kita yang sebenarnya setelah menjemput Hermione nanti, Gin. Itu pun kalau kau mau?" tanya Harry.

Ginny mengangguk antusias. Tentu saja ia mau jika ada Harry di sisinya.

Hermione menaruh kembali cangkir yang sudah tak berisi di atas meja di depannya.

Draco yang sedari tadi duduk di hadapannya mengganti posisi kaki menghilangkan kecanggungan. "Jadi, kau rapih seperti itu ingin kemana?" tanya Draco.

"Ini hari libur dan pasti akan bosan hanya menghabiskan waktuku seharian bersama buku-buku di Perpustakaan. Semua buku sudah kubaca juga, hanya terkadang kubaca berulang kali lagi," ucap Hermione masih menatap cangkir kosong di depannya.

Draco terkekeh pelan. "Betapa malangnya nasib seorang kutu buku sepertimu, Granger. Buku sebanyak Perpustakaan di sini saja sudah kau lahap habis sampai-sampai kau membacanya berulang kali," ujar Draco. Hermione tak bergeming.

"Hei, Granger".

"Apa?" kali ini mata Hermione menatap manik abu milik Draco.

"Kau masih marah padaku?" tanya Draco menaikkan satu alisnya.

"Aku tau, Granger. Takkan mudah memaafkanku atas semuanya dan kata maaf takkan cukup bagimu. Tapi asal kau tau, sebelum semuanya berakhir, berakhir bagiku dan berakhir bagi semuanya, kata maaf yang hanya bisa kuucapkan, Granger. Suatu saat ketika semua ini telah berakhir, akan kubuktikan maafku, bukan sekadar kata, Granger," ucap Draco kembali menatap manik hazel milik Hermione yang semakin lama semakin berbinar. 『』

After all this time? | DraMioneWhere stories live. Discover now