- éxi: enam -

1.1K 123 6
                                    

HARRY DAN RON MENGENDAP-ENDAP BERUSAHA MASUK KE KAMAR HERMIONE SETELAH BERHASIL MELEWATI KAMAR DRACO. Takut tidak sopan, Ron mengetuk pintu Hermione pelan.

Tok, Tok, Tok

"Psst.. 'Mione, ini kami. Sahabatmu," bisik Harry berusaha terdengar oleh Hermione. Hermione tahu bahwa yang berada di ambang pintunya adalah Harry dan Ron. Namun, Hermione masih trauma untuk pergi keluar kamar.

"Masuk saja," suruh Hermione lalu pintu terbuka dan dua orang yang sebaya dengan Hermione memasuki kamar.

Harry dan Ron berdecak kagum melihat kamar baru milik Hermione.

"Kau sepertinya akan nyaman disini, ya kan 'Mione?" tanya Ron. Hermione masih terbaring di kasurnya lalu mengangguk lemah.

"Nyaman jugakah kau tinggal bersama si Ular itu, 'Mione?" tanya Harry tiba-tiba membuat Hermione langsung bangkit dari tidurnya karena kaget atas pertanyaan dari Harry itu. Hermione menggeleng dengan kuat. Apa? Nyaman? Tidak! Mengapa mereka bisa bertanya seperti itu?! Si Ferret itu, nyaman tinggal bersamanya?! Sejak kapan?! Tidak akan pernah!. Hermione berucap dalam hati lalu menatap sinis kearah Harry dan Ron seperti mengatakan 'aku-tidak-nyaman-bersamanya-asal-kau-tahu-saja'.

Harry dan Ron meneguk ludah, lalu lari terbirit-birit karena ketakutan- kali ini bisa kunyatakan, bahwa ada dua Gryffindor yang bukan Gryffindor.

Hermione hampir dehidrasi. Jadi, ia berusaha keluar kamarnya menuju dapur. Ia sudah melupakan si Ferret itu, dan ia akan berusaha menjadi Gryffindor yang sebenarnya.

Saat di ruang rekreasi Asrama murid, yaitu seperempat perjalanannya menuju dapur, Hermione melihat Draco sedang membaca koran serta meminum coklat panas di sofa hijau miliknya. Ternyata sudah pagi. Tadi itu, sudah berganti hari sehingga Ron dan Harry datang menjenguknya. Waktu berjalan begitu cepat.

Hermione tidak memedulikan keberadaan Malfoy itu. Ia langsung bergegas pergi menuju dapur, berniat membuat minuman hangat. Rencananya ia juga ingin bersantai di ruang rekreasi untuk melepas lelah, namun ia mengurungkan niatnya.

Baiklah. Ambil nafas... buang. Anggap semuanya sudah lalu. Hiraukan saja Idiot itu. Ucap Hermione dalam hati saat menuangkan air panas di dapur. Setelah selesai membuat cokelat panas, Hermione meminumnya dengan cepat.

Saat Hermione ingin mengayunkan tongkat untuk mencuci gelas,

"Granger!"

Hiraukan saja, 'Mione. Jangan berbalik. Jangan. Jangan dengarkan. Demi Janggut Merlin! Ada apa dengan dirimu, 'Mione?!. Hermione bergumam dalam hati. Ia membentak dirinya sendiri karena akhirnya ia menanggapi panggilan Draco.

"Kau tidak usah berbohong padaku, Semak!" teriak Draco.

"B-Berbohong apa?" tanya Hermione gugup.

Draco terkekeh pelan, "Pura-pura tidak tahu eh, Granger? Ternyata Gryffindork yang satu ini lumayan licik juga.." ujar Draco lalu menyeringai tipis- namun sangat tajam melebihi belati bbinya, Bellatrix Lastrange.

Draco mengurung Hermione dengan kedua tangannya ke dinding dapur, "Kau! Kau saat itu tidak membukakan pintu kamarmu saat Aku ingin masuk untuk bertemu denganmu! Padahal saat itu kau terjaga, kan?! Harry dan Ron menjengukmu dan mereka dibukakan pintu! Jelaskan kepadaku! Jelaskan kesalahanku padamu, Granger!" teriak Draco tanpa jeda membuat napasnya tersengal-sengal.

Hermione naik darah. Hanya karena itukah ia menjadi sekurang ajar ini?

"Biar kujawab," ucap Hermione datar. "Kau, kau salah apa?! Kau melempariku mantra hanya karena kesalahan yang dibuat oleh dirimu sendiri! Kau mengataiku bahwa aku sebuah sampah menjijikan nan tak berguna bagi keturunan darahmu itu! Dan ka- kau telah.. kau telah.. kau telah melempari mantra kepada Viktor dan kedua sahabatku! Menghina mereka! Dan.. dan bibimu.." Hermione mulai terisak dalam hati. Menahan dirinya agar tidak menangis.

Hermione mengingatnya. Mengingat masa lalunya saat berada di Malfoy Manor tempat Draco tinggal. Di sana, ia disiksa oleh Bellatrix sehingga membuat luka di lengannya bertuliskan keturunan darahnya itu hingga membekas. Hermione mengingat bagaimana rasa sakitnya.

Lalu, saat tahun keempat, ia berdansa oleh Viktor Krum dari sekolah Durmstrang. Entah karena apa, Draco tiba-tiba melemparkan mantra crucio kepada Viktor. Hal-hal itu membuat Hermione makin membenci Malfoy itu. Sangat benci, sehingga semuanya dikalahkan oleh kebenciannya itu. Tetapi, ada satu yang tidak bisa dilawan oleh rasa bencinya, yaitu ketakutan.

Hermione tidak dapat menangis. Karena ia tidak mau terlihat menyedihkan oleh Draco. Ia lebih memilih untuk memaki-maki dan mengungkapkan semua rasa bencinya terhadap pria didepannya itu.

"Sudah selesai, Granger?" tanya Draco datar saat melihat Hermione berhenti membentaknya. Lalu Hermione menatap Draco tajam- tidak memberikan jawaban.

Draco semakin mendekatkan dirinya dan Hermione ketembok dapur. Draco menghela napas panjang sehingga Hermione dapat merasakan napasnya.

"Baiklah. Jika itu semua alasanmu untuk membenciku, bencilah kepada keadaan yang membuatku seperti ini. Jika kau tidak dapat memaafkan keadaan... Aku tidak tahu lagi kau harus apa. Aku juga sudah muak hidup seperti ini, Granger! Asal kau tahu saja! Kemarin itu Aku hanya ingin meminta maaf walaupun Aku tahu diriku yang seperti ini tidak akan pernah termaafkan!" teriak Draco mengeluarkan semua kata-kata yang selama ini ia pendam. Ia benci dengan keadaan serta dirinya sendiri. Ia benci dengan yang namanya nasib, dan kebenaran yang ada.


Hermione tersentak kaget. Jaraknya yang cukup dekat juga membuat pikirannya melayang entah kemana.

Draco langsung melepaskan kurungan tangannya dari dinding menjadi berdiri tegap dengan masih menghadap Hermione yang sedang mengatur napasnya.

Hermione sampai sekarang masih belum bisa memaafkan pria yang ada dihadapannya. Masa-masa kelam itu kembali berputar di otaknya dan membuat Hermione tidak akan pernah mau memaafkan 'idiot' didepannya itu.

'Mione, Aku tahu kau takkan pernah bisa memaafkanku. Tapi, jangan membenciku karena diriku.

Beberapa hari ini, Hermione dan Draco melakukan aktivitasnya seperti biasa. Dan tentunya tidak saling bertegur sapa. Untungnya, tidak ada hal sedikitpun yang penting sehingga membuat Hermione harus berbicara dengan Draco.

Draco selalu merenung di kamarnya jika sedang hari libur. Setiap hari libur juga, Theo dan Blaise mengirim surat dengan burung hantu mereka masing-masing mengajak Draco pergi ke Hogsmade karena Draco tak kunjung keluar dari markas-nya.

Draco tidak pernah tidak begadang hanya karena terus menerus merenungkan Hermione dan hal lainnya.

Ayah Draco, Lucius Malfoy, adalah seorang pengikut sihir gelap yang dipimpin oleh Tom Riddle. Karena Tom adalah penguasa kegelapan, ia dipanggil sebagai Lord Voldemort. Dahulu ada seorang anak yang tidak dapat dibunuh oleh Voldemort, yaitu Harry Potter. Itu adalah alasan Harry terkenal dan mengapa Draco membencinya.

Draco membenci Harry karena Harry Potter adalah Anak-Yang-Bertahan-Hidup. Sedangkan Draco sendiri adalah Anak-Yang-Tidak-Mempunyai-Pilihan. Itu juga adalah alasan dirinya membenci nasib dan keadaan.

Ayahnya menginginkan generasinya melanjutkan kegiatannya, yaitu sebagai pengikut Lord Voldemort. Draco takut akan hal itu. Ia takut dengan keadaan sehingga membencinya. Asal kau tahu, seorang Malfoy juga bisa ketakutan.

Ia takut dengan nasibnya bahwa orang yang ia sayangi akan hancur karena dirinya. Tapi, Draco tak punya pilihan lain. Itulah takdir Sang Malfoy. 『』

After all this time? | DraMioneWhere stories live. Discover now