- dekaéxi: enam belas -

770 32 14
                                    

SUARA RIUH RAMAI GREAT HALL TAK MAMPU MEMBUAT DRACO BERGEMING. Ia terus melamun sampai Blaise ikut kebingungan. Dari kejauhan nampak Golden Trio beserta Ginny, dan Si Kembar memasuki Aula. Mereka berjalan dari pintu menuju barisan asrama Gryffindor, sedangkan kedua manik abu yang tadinya melamun, mulai mengikuti Golden Trio.

"Hei! Sadarlah!" teriak Pansy yang berada di seberang Draco dan tepat di samping Blaise. Draco tak juga bergeming.

Golden Trio duduk, dan Hermione duduk tepat menghadap Draco. Draco menatapnya, begitu pun Hermione. Tatapan mereka tak berlangsung lama karena Draco yang dikejutkan oleh Pansy– kedua kalinya.

Draco melepas tangan kanannya yang sedari tadi menopang dagunya, dan menatap sinis Pansy serta Blaise.

"Apa?" tanya Draco ketus.

Pansy menghela nafas gusar, "Anak Singa Sok Pintar itu lagi, hm? Kalau ku ubah dia menjadi batu, bagaimana menurutmu, Blaise?" ucap Pansy menyeringai. Blaise tertawa kecil, "Ku akui dia terlalu bagus menjadi batu."

"Ya, ide bagus jika kau menjadi yang pertama menyerupai batu," ucap Draco ketus lalu beranjak dari kursinya meninggalkan Great Hall.

"Mau kemana? Makanan saja belum datang," Blaise sedikit berteriak.

"Tidak ingin," balas Draco dingin dan tetap berjalan gusar keluar.

Lagi-lagi Blaise yang sudah mengetahui tingkah laku Draco tetap tidak bisa melakukan apa-apa. Ia tau Pansy dan dirinya bersalah.

Lengan kanan atas Draco terasa terbakar. "Dark mark sialan!" gerutu Draco.

Seketika wajah dan tatapan Hermione pagi ini melintas di benaknya. Hal itu justru membuat lengannya semakin panas.

"Kau pantas mendapatkannya," ujar Draco terkekeh kecil terhadap dirinya.

Tiba-tiba jendela Asrama ketua murid diketuk dari luar. Terdapat burung hantu elegan berbulu hitam di luar dengan masih terus mengetuk kaca menggunakan paruhnya. Terlihat secarik kertas yang diikatkan di kakinya.

Draco membuka jendela tersebut menyambut kedatangan Bubo, burung hantu milik Narcissa Malfoy– Ibunya. Udara pagi yang dingin menyeruak masuk namun panas yang Draco rasakan pada lengan kanannya membuatnya tidak seburuk tadi.

Draco mengelus bulu-bulu Bubo yang indah, lalu mengambil secarik kertas yang Bubo bawa bersamanya.

"Dear Draco, Anakku. Aku mengirimi ini karena kau telah bertemu dengan Aunty Bella. Kita harus bergegas, Draco. Ayahmu dan para Death Eater sudah berangkat. Kau tahu, kan apa yang harus kau lakukan? Bergegaslah, Draco. Aku menyayangimu."

Surat itu dari Narcissa, pemilik Bubo tentu saja.

Draco tidak bergeming, membiarkan hawa dingin berhembus sampai Draco tak merasakan lengannya dan pipinya yang semakin memanas.

Draco menatap getir surat tersebut, lalu mengusir Bubo. Draco menatap pemandangan luar kebingungan. Langit mulai menggelap entah kenapa. Draco yakin ini ulah Voldemort, ia memanggil seluruh pasukannya dengan tanda jelek itu di langit.

Dengan ragu, Draco mengunci pintu Asrama lalu mengambil jubahnya dan tak lama kemudian ia sudah hilang ditelan dinginnya udara pagi, meninggalkan jendela Asrama yang terbuka lebar.

Di Great Hall.

Seluruh siswa menyantap makanannya dengan lahap, tak lama sejak Draco pergi meninggalkan Aula.

"Harry, kenapa dengan jidatmu? Tanda itu terasa sakit lagi?" tanya Hermione khawatir. Ron yang tadi asik dengan ayamnya, menoleh.

"Menurutmu saja, Hermione. Tidak mungkin pagi-pagi dia sudah migrain, kan?" ucap Ron masih melahap ayamnya rakus.

Hermione menepis tangan Ron dari makanannya. "Fred dan George tidak mengajarimu, ya? Sahabat macam apa kau," ucap Hermione ketus.

"Maaf, maaf. Ini pasti ada hubungannya dengan Si Botak-Pucat-Jelek itu. Luka yang membekas di jidat Harry, kan-"

"Cukup. Kau lebih baik pergi jauh-jauh dengan Lav Lav-mu atau makananmu, terserah," potong Hermione kesal. "Harry, bicaralah."

Harry masih meringis memegangi pelipisnya menahan sakit. Sekelebat keberadaan Voldemort melintas di benaknya. "Tidak, tidak. Kita harus bergegas," ucap Harry panik.

"Kemana, Harry?" tanya Ron dan Hermione bersamaan.

"Dumbledore." 『』

After all this time? | DraMioneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang