6

66 5 0
                                    

Seharusnya dia pergi bukan malah menetap.
Seharusnya dia menyerah bukan malah berdiri kokoh.
Seharusnya dia marah bukan malah mengobati.
Seharusnya, seharusnya dan masih banyak kata seharusnya.

Yera menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Ia seakan ikut menikmati setiap tetesan hujan dengan begitu syahdu, meski sejujurnya hatinya perlahan mulai terusik dengan kehadiran lelaki disampingnya. Rasanya hatinya menyerah menanggapi lelaki ini, setelah penolakan berkali - kali bahkan cacian pedas entah mengapa tak membuatnya menyerah saja.

Ketika kamu terbiasa terabaikan, penolakan, dan ditinggalkan. Rasanya begitu konyol saat ada orang asing yang berkoar - koar ingin memilikimu.

Ini baru jam 9 pagi tapi kota Surabaya sudah diguyur hujan deras sekitar 2 jam lalu. Tetesan demi tetesannya berhasil mengurangi polusi kota ini.

Lantas mengapa tetesan tersebut tidak membawa keyakinan lelaki disampingnya untuk pergi sekalian. Kenapa tetesan tersebut malah membuat lelaki ini mendapatkan alasan untuk tinggal disini lebih lama.

Sungguh Yera sudah malas menanggapi lelaki ini sudah ia tolak usir cemooh tetap membuatnya bersikeras untuk menetap, dan entah alam sedang ingin berkospirasi atau sedang meyakinkannya bahwa kali ini kebahagiaan sudah tidak lagi memusuhinnya.

Tetapi hatinya berkhianat rasa ragu ini masih membelenggunya dengan sangat erat menegaskan untuk jangan mempercayai siapapun.

Kruuugg

Lamunannya terhenti spontan kepalanya menoleh kearah lelaki disampingnya yang sedang menggaruk kepalanya dengan sungkan.

“Maaf.”

“Setelah hujannya reda saya pulang kok,” Yera hanya menatap datar seorang Arkham Pratama.

Ia ingat lelaki ini pasti belum sarapan siapa suruh tadi malah ngoceh dan bikin keributan dirumahnya mampus kelaparan.

Kruuug kreeeg.

Namun entah mengapa Yera tak tega juga.

“Bikin repot saja,” dumelnya kesal dan menatap Arkham nyalang.

Yera berniat beranjak dari tempat duduknya.

“Tidak usah saya bisa menahannya sampai hujan reda.”

“Kalau hujannya gak reda? Udah gak usah sok sungkan dari pada lho mati disini malah bikin repot gue, lagian sisa nasi gorengnya tadi masih banyak kok,” Yera tak sekejam itu sekesal dan bencinya dirinya ia masih punya hati nurani.

Ketika sudah beberapa langkah ia menoleh kearah Arkham dengan kesal pasalnya lelaki itu masih duduk ditempatnya.

“Gue bukan babu lho buat nganterin makanan lho juga udah numpang gak usah nglunjak,” dan tanpa banyak kata Arkham mengikuti langkah gadisnya dengan pasrah.

Yera menghembuskan nafas kesal seharusnya Arkham marah setelah ia bentak dengan kurang ajarnya namun lelaki itu malah menanggapi dengan sabar.

“Biik ambilin nasi goreng tadi ya,” teriak Yera kencang.

“Jangan teriak tidak sopan meski mereka hanya pembantu dirumah ini.”

“Terserah gue gak usah sok nasehati.”

“Ini non nasi gorengnya.”

“Terima kasih bik,” ucap Arkham sopan.

Dibalas senyum ramah oleh bik Ayu, perempuan paruh baya tersebut segera undur diri meninggalkan dua manusia yang sedang dipermainkan oleh alam semesta.

“Lho kenapa sih sabar banget ngadepin gue.”

“Karena saya sayang kamu,” aku Arkham jujur ia mulai memakan nasi goreng ini dengan khitmat.

“Dihh gak mungkin secepat itu lho sayang gue, sok berlagak ngajak nikah lagi lho fikir nikah itu kayak ngunyah permen karet yang kalau udah gak ada rasanya trus lho lepehinn, atau jangan - jangan lho tukang pesugihan yang lagi nyari orang buat tumbal, atau lho punya dendam sama keluarga gue ehh kalau bener gue kasih tau ya percuma lho mau balas dendam dengan nyakiti gue gak bakal ngaruh sama pak Surya tuh orang malah kesenengan gu..” Yera melotot tajam saat mulutnya dibekap oleh tangan besar.

“Jangan terlalu berfikir negatif itu tidak baik apa lagi tentang orang tua kita, kamu ini kebanyakan nonton yang tidak bener sekali-kali carilah tontonan yang bermanfaat ngerti,” setelah itu Arkam melepaskan bekapannya dari mulut gadisnya.

“Lho mau bikin gue mati,” protes Yera tak menanggapi nasehat yang baru dikhutbahkan untuk dirinya, menghela nafas berat Arkam keluarkan tatapan tegasnya untuk pertama kalinya terhadap gadisnya dan lucunya gadisnya malah mengalihkan pandangannya.

“Lihat saya Yera,” pintanya tegas namun gelengan kepala yang diberikan gadisnya.

“Uak mau lho kok bisa nyeremin gini sihh!” akunya jujur ia memonyongkan bibirnya antara kesal dan ketakutan.

Kampet nih orang kalau lagi serius ngalahin ayahnya, kenapa jadi takut gini sih,biasanya juga ngina nih orang gak pakai otak tapi sumpah merinding liat Arham mode gini.

Elusan lembut dikepalanya membuat Yera menoleh ragu pada Arkham, bukan tatapan tegas seperti tadi yang ia dapati tetapi tatapan teduh yang menghangatkan relung jiwa.

“Sebenarnya saya tidak mau cerita ini tapi saya sungguh menyayangi kamu, bagi kamu mungkin ini terlalu cepat tapi bagi saya ini sudah terlalu lama, bila dia tidak mengusik kamu lagi mungkin saya tak masalah harus menunggu gadis yang selalu memasang binar tulus setiap melihat anak kecil dan akan memasang tatapan judes cuek selain anak kecil, dua tahun lalu sebelumnya kamu suka duduk sendirian dipojok sebelah kaca sambil ditemanii sesuatu yang berhubungan dengan coklat bukan? tetapi bukan cafe yang pertama kali saya menegur kamu itu,” Yera mengangguk shock pasalnya itu saat diriku masih mencoba berataptasi dengan kota ini.

“Tapi gue kok gak pernah lihat lho sih soalnya gue walau masa bodoh tapi gue yakin gue belum pernah liat lho sama sekali,” Arkham tersenyum.

“Karna kamu selalu masa bodoh sampai tidak melihat lelaki ganteng seperti saya yang suka merhatiin kamu.”

“Dih PD banget sih, jijik tau lihat lho gini mas,” Arkham tertegun mendengar kata terakhir gadisnya, "mas." ada rasa aneh yang menjalar di benaknya. Pasalnya ini pertama kali gadisnya memanggilnya seperti itu, entah sadar atau tidak yang pasti perasaan ini sungguh menyenangkan.

Mas,mas,mas

Yera menatap Arkham heran, terlebih kedutan senyum yang begitu ketara yang dicoba ditahan Arkham.

“Kenapa sih suka banget senyum gak jelas gini, kesannya kaya orang gila.”

“Coba ulangi panggilan kamu untuk saya tadi,” Yera mengerutkan kening sejenak, lantas dengan semangat ia menuruti permintaan Arkham dengan riang.

“Orang gila, ih lho emang aneh masa seneng dipanggil orang gila sih,” mencoba sabar Arkham menghembuskan nafas berat, mencoba terus bersabar terkadang ia heran dengan hatinya dari sekian banyak gadis kenapa harus seorang Yera Atmaja yang kelakuannya membuat ia harus ektra sabar, benarkah hatinya tak salah berlabuh.

“Bukan yang itu, yang kamu sebut saya mas Yera.”

“Ih masa gak mungkinlah,ngarep ya.”

“Ya sudahlah,” Yera tertawa saat lelaki disampingnya tampak merajuk, bahkan kini ia tampak serius melanjutkan makannya yang tinggal sedikit.

Rasanya lucu bahkan jika mengetahui umur Arkham yang sudah 28 tahun sedang menampilkan wajah merajuk seperti bocah TK harusnya sudah tak pantas lagi bukan?  Melihat wajah gantengnya tak cocok bersikap seperti bocah TK dia pantasnya menampilkan sifat sok coolnya seperti biasanya itu lebih bekali-kali lebih nyambung.

“Mas Arkham,” entah mengapa Yera sangat bahagia melihat reaksi seorang Arkham Pratama, sebegitu bahagianyakah? hanya karna dirinya memanggil mas? sesederhana itukah bahagianya? Dengan sadar Yera mengulangi perkataannya lagi bahkan dengan ucapan tulus.

“Mas Arkham.”

°°°°。。。。。

Lama udah gak dilanjutinn cerita ini,

Ada yang kangen mereka

Sugesti RasaWhere stories live. Discover now