33 : Yudhistira dan Arjuna

Start from the beginning
                                    

Benaknya memutar kejadian-kejadian di ruang klub sepak bola secara bergantian, bayangan mata jernih Elang ketika ia jatuh menimpa cowok itu, saat pandangan mereka bertabrakan ketika ia membantu mengerjakan proker, dan kejadian terakhir saat mereka bersembunyi di belakang lemari. Naya mencoba mengenyahkan bayangan-bayangan itu dan hendak kembali berbaring ketika ponselnya berdering. Melihat nama yang tertera di layar, ia tersenyum senang.

"Ibu?"

[Malam, Nduk. Ibu mengganggu tidurmu, ya?]

"Nggak, Bu. Nay belum tidur, kok. Nay seneng Ibu telpon, kangen banget sama Ibu."

[Ibu juga kangen sama kamu, Nduk. Gimana kabarmu?]

"Baik, kok, Bu. Gimana kabar ayah dan Tanu?"

[Ayah dan Tanu baik-baik saja.]

"Syukurlah, Bu."

Suasana hening sejenak, Naya termangu, pikirannya serasa kosong sesaat.

[Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Nduk?]

Suara ibunya membuatnya tersadar, "Eng ... nggak papa kok, Bu."

[Sembilan bulan Ibu mengandungmu dan bertahun-tahun merawatmu, jangan meremehkan perasaan seorang ibu. Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, ceritakan saja.]

Naya menghela napas panjang, "Sebenarnya, akhir-akhir ini Nay nggak tahu perasaan yang Nay rasain sendiri, Bu. Rasanya, Nay menjadi orang yang nggak punya pendirian."

[....]

"Nay ... kagum sama seseorang. Dia kakak kelas Nay. Dia orang yang baik, pinter main musik, perhatian sama Nay. Dia juga pemimpin yang bisa diandalkan dan seorang kakak yang baik. Nay ... menyukainya, Bu."

[Lalu, apa yang mengganggumu? Dia tak suka berteman denganmu?]

"Bukan, Bu. Dia berteman baik dengan Nay dan malah selalu nolongin Nay. Dia bilang kalau dia ... suka sama Nay, Bu," ujar Naya berhati-hati, ia tahu bahwa selain menjadi ibu, ibunya juga dapat menjadi teman untuknya. Ia tak pernah menyembunyikan masalah apapun dari ibunya, kecuali ketika ia memutuskan untuk bekerja sambilan agar ibunya tidak khawatir. Tapi untuk urusan perasaannya kali ini, ia takut membuat ibunya berpikiran bahwa yang dilakukannya hanya bermain-main bukannya belajar.

Terdengar tawa kecil ibunya di seberang, [Ternyata putriku sudah beranjak dewasa. Sudah berani berpacaran, toh?]

"Bu-bukan, Bu. Nay nggak pacaran sama dia."

[Kalau Nay suka sama dia dan dia juga suka sama kamu, namanya apa kalau bukan berpacaran, Nduk?] Ibunya tertawa renyah.

"Nay belum menjawab perasaannya, Bu. Sebenarnya, Nay juga nggak tahu apa yang Nay rasain. Ada seseorang yang membuat perasaan Nay kacau akhir-akhir ini. Nay selalu mikir kalau dia orang yang jahat, playboy, nggak punya perasaan, dan selalu merugikan orang lain," Naya tertawa pendek, "dia selalu nyakitin cewek-cewek dan menganggap rendah orang penerima beasiswa kayak Nay. Tapi, lama-lama anggapan Nay berubah tentang dia, ada sisi baik yang nggak dia tunjukkan. Ada saat-saat di mana Nay ditolong sama dia, Bu dan Nay rasa dia orang yang tulus."

[Apa dia juga menyukaimu, Nduk?]

Naya tertawa, "Dulu dia benci banget sama Nay, Bu. Mungkin sekarang masih juga sama."

[Kalau dia masih benci, tak mungkin dia mau menolongmu, Nduk.]

Naya termangu, kejadian saat gladi bersih muncul dalam benaknya. Benarkah?

Jewel In The King's HeartWhere stories live. Discover now