"Iya, adik ipar. Aku yakin, Naruto akan menemukan arti kebahagiaan itu bersamamu. Aku percaya padamu. Terimakasih telah berjuang untuknya," ucap Kyuubi tulus.

"Sama-sama, Nii-san. Terimakasih karena sudah percaya padaku dan juga sudah memberiku kesempatan ke dua. Maaf Nii-san, aku tutup telponnya dulu. Sampaikan salamku pada paman Nagato juga." Kata Sasuke mengakhiri obrolan mereka.

"Baiklah Sasuke. Akan kusampaikan nanti. Jaa ne." Kyuubi~pun memutus sambungan telepon.

Mengulas senyum tulus, Sasuke kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda setelah meletakkan handphone~nya di atas meja.

Tok Tok Tok

Pintu ruang kerja Sasuke diketuk dari luar.

"Hn. Masuk" perintah Sasuke.

"Maaf, Uchiha-san. Tuan Namikaze dari perushaan Namicorp ingin bertemu dengan anda. Beliau ada di luar menunggu," ucap Tamaki sekertaris Sasuke.

"Suruh saja masuk," perintah Sasuke tanpa melihat ke arah sekertarisnya tersebut.

"Baik, Uchiha-san. Saya permisi." Tamaki membungkuk hormat dan keluar dari ruang kerja Sasuke, atasannya.

Ceklek

Pintu dibuka dari luar.

"Apa kamu lagi sibuk, Sasuke? Apa kedatangan ayah mengganggumu?" Minato yang membuka pintu ruang kerja Sasuke, dan bertanya karena merasa tidak enak.

"Ayah, tidak apa-apa." Sasuke berdiri dari kursi kebesarannya dan berjalan menyambut dan memeluk Minato sekilas. "Silahkan duduk, ayah." Katanya kemudian dan menuju kulkas yang tersedia di sudut ruang kerjanya untuk mengambil minuman dingin dari sana dan menyuguhkannya di atas meja di depan ayah mertuanya itu.

"Ada apa ayah datang ke mari saat jam kerja? Apa ada masalah?" Sasuke duduk di sofa menghadap Minato.

"Ahaha...hanya ingin berkunjung saja. Kunjungan antara anak dan ayah. Sudah lama kita tidak bertemu karena kita sama-sama sibuk. Bagaimana kuliahmu? Semua lancar~kan?" Jawab dan tanya Minato.

"Semua lancar-lancar saja, ayah. Hanya saja kadang aku bentrok dengan waktu kuliah dan rapat dadakan dari perusahaan. Sebentar lagi aku juga akan menyusun skripsi," Sasuke menjelaskan.

"Itu pasti sangat melelahkan. Ayah bangga padamu, Sasuke. Naruto beruntung mempunyai suami sepertimu. Aku jadi malu terhadapmu. Aku ayahnya, tapi aku menyia-nyiakan dan juga menyakitinya begitu dalam. Sementara kamu berjuang seperti ini hanya untuknya. Sekarang aku hidup dengan penyesalan yang tidak berujung. Aku merasa hina di depanmu," ujar Minato lirih sarat akan penyesalan.

"Ayah tidak perlu merasa bersalah begitu. Di balik suatu peristiwa, pasti ada hikmah yang mengikuti di belakangnya. Coba kalau kami tidak dojodohkan dulu, pasti aku juga tidak akan bisa mandiri seperti ini. Semua itu sudah takdir dari yang kuasa."

"Kamu benar, Sasuke. Tapi sebelum waktuku habis, aku ingin bertemu dengan Naruto. Aku ingin memeluknya dan meminta maaf secara langsung. Aku ingin menatap matanya, dan memangkunya walau hanya sebentar. Memberikan kasih sayang yang selama ini tidak pernah kuberikan padanya. Tapi, apakah aku masih diberi kesempatan untuk melakukan itu? Aku takut waktuku tidak cukup untuk menunggunya pulang nanti." Tanpa disadarinya, air mata Minato jatuh menetes di pipinya.

Sasuke berdiri dan mengambil tempat duduk di samping Minato. "Ayah bicara apa? Perkataan ayah seolah-olah menjelaskan bahwa ayah akan pergi jauh. Aku saja bisa mendapatkan kesempatan kedua apa lagi ayah? Bersabarlah ayah, aku akan segera menjemput Naruto untuk berkumpul bersama dengan kita kembali." Sasuke mengelus bahu ayah mertuanya penuh pengertian.

Apa Itu Bahagia✔Where stories live. Discover now