05 || Galang Defan Adibrata

Start from the beginning
                                        

Danil mengusap tengguknya, mungkin dia salah dengar.

"Saya mau makan."

"Tumben nggak di perpus."

"Dimarahin."

"Sekarang lo udah sering jawab gue, ya. Pintar." Danil menepuk lembut puncak kepala gadis itu sembari tersenyum bangga. Namun perilaku spontan itu ternyata tak sesepele itu bagi Radea.

Tubuh Radea kaku. Ini pertama kali ada cowok menyentuhnya. Suapan pertamanya berhenti di depan mulut. Ada hal aneh yang menjalar di tubuh Radea. Pikirannya tiba-tiba menampilkan gambaran-gambaran tak jelas seperti kaset rusak. Pandangannya jadi berputar memusingkan.

Radea menjatuhkan sendoknya, gadis itu menunduk dan memegang kepala erat. Cengkeramannya di kepala semakin kuat sampai kukunya memutih. Wajah gadis itu tampak menahan sakit.

"Ra? Lo kenapa?" panik Danil. Cowok itu merapatkan pipinya di meja untuk mengintip wajah Radea.

Napas Radea memburu bersamaan dengan tangannya yang lepas dari kepala. Gadis itu bersandar. Poninya basah, berkeringat. Danil benar-benar tak mengerti apa yang baru saja terjadi pada gadis itu. Terlalu tiba-tiba.

Danil membuka tasnya dan memberikan jedai—untuk menjepit rambut—hitam pada Radea, tapi tak disambut. Tanpa banyak bicara Danil keluar dari bangkunya dan berdiri di belakang gadis itu. Danil menggabungkan rambut Radea dan menjepitnya di belakang leher.

Cowok itu kembali ke bangkunya dan mengambil botol minum berwarna ungu di tas Radea dan membukakannya. Dia memberikan itu pada Radea yang langsung disambut dengan tangan gemetar.

"Lo nggak pa-pa?" tanya Danil saat Radea sudah meletakkan botol minumnya di meja. "Kalau lo sakit mending ke UKS atau izin pulang."

Radea menggeleng. "Saya sudah nggak pa-pa."

Wajah Danil masih terkejut. Ia menyelipkan anak rambut Radea di balik daun telinga. Dalam keadaan seperti ini, Danil masih sempat kagum. Leher gadis itu terlihat dan tampak putih.

Akhirnya Danil duduk. Ia mengambil sendok yang tadi dijatuhkan Radea di meja. Ia memegang tangan Radea untuk mengambil sendok itu.

"Makan," perintah Danil.

"Kamu nggak ke kantin?" tanya Radea, karena cowok itu malah bersandar di bangkunya. Napas gadis itu sudah normal.

"Gue di sini aja nemenin lo." Danil melipat tangannya di depan dada, matanya menatap lurus ke depan.

"Saya sudah nggak pa-pa. Kamu ke kantin aja." Radea hendak membuka jedainya, tapi ditahan oleh Danil.

"Pake aja dulu. Belum ada orang juga. Simpan aja, itu gue beli buat lo."

Radea mengangguk. "Makasih, Danil," katanya. Kini ia mulai makan.

Danil menoleh, senyum tipis terukir di bibirnya. Ini pertama kali Radea menyebut nama cowok itu.

"Kamu ke kantin aja," kata Radea lagi. Ia bisa merasakan tatapan intens Danil dari samping.

"Iya, deh. Gue ke kantin dulu." Danil berdiri dan langsung pergi. Lagi pula dia memang lapar.

Masih ada senyum yang tersisa di bibir cowok tampan itu. Senyum yang manis.

🌇🌇🌇

Danil menuju kantin, dia melewati perpustakaan yang pintunya terbuka. Ada seorang cowok dan cewek yang Danil lihat dari belakang. Dia tidak tahu wajah siswi itu karena memunggunginya, tapi dia dapat melihat sekilas siswa di sana, Galang.

Galang berdiri dan menatap gadis di depannya penuh ... entahlah. Yang bisa Danil tangkap hanyalah tatapan intens yang memiliki arti. Galang berjalan mendekati gadis itu dan berdiri di sampingnya, kini dua orang di sana memunggungi Danil.

Tangan Galang merangkul pinggang siswi itu perlahan. Danil yang awalnya sekadar lewat menjadi tergelitik untuk melihat diam-diam ... sebentar. Danil menebak bahwa penjaga perpustakaan tidak ada.

Galang menoleh pada gadis itu, begitu pula sebaliknya. Mereka bicara. Namun kemudian jarak wajah keduanya menipis dan semakin dekat, Danil bergidik. Ia langsung memalingkan muka dan pergi dari depan perpustakaan. Cowok itu tidak terima jika matanya harus menonton hal yang ... ah, Danil juga tidak tahu mereka mau apa selanjutnya.

Sial, mereka mau ngapain di sekolah?

Su'uzan itu nggak boleh, kan?

Danil sampai di kantin dan langsung duduk di depan Yosep. Cowok itu masih tak fokus karena penasaran. Danil jadi menyesal, harusnya ia melihat sampai selesai agar tak berprasangka buruk begini.

Bakso di depan Yosep sisa setengah mangkuk. Ia menatap Danil yang matanya menampakkan kebingungan.

"Lo kenapa? Lama amat," protes Yosep setelah berhasil menelan bakso yang belum dikunyah sempurna.

Danil mengambil botol kecap dan menuangkan di bakso yang sudah dipesankan Yosep untuknya. Mata cowok itu masih tidak fokus, tapi kemudian ia menatap Yosep.

"Sep, penjaga perpus emang jarang masuk, ya?"

"Oh, Bu Arni? Anaknya sakit katanya, jadi nggak masuk." Yosep menyuap makanan di depannya lagi. "Kenapa emang?" tanyanya sembari mengunyah.

Danil menggeleng. "Tanya doang."

Bakso di depan Danil sudah tidak panas lagi, hanya hangat. Ia memakan baksonya perlahan, tapi kemudian menatap Yosep lagi. Masih ada yang mengganjal di hatinya.

"Sep, lo tau Galang?"

"Kakak kelas? Taulah."

"Kenal?"

"Nggak akrab, sih. Napa?"

Danil menarik gelas jus jeruknya mendekat. Ia mengaduk-aduk minuman itu dengan sedotan. "Gue cuma penasaran."

Yosep tiba-tiba memajukan tubuhnya agar lebih dekat dengan Danil. Mereka dipisahkan dengan meja. Cowok itu menoleh kanan-kiri, memastikan tidak ada yang memerhatikan mereka.

Setelah memastikan semua orang di kantin sibuk masin-masing, Yosep mulai bicara berbisik tapi serius, "Gue punya mantan, mantan gue punya sepupu cowok seumuran kita. Sepupunya mantan gue itu punya mantan, mantannya itu punya teman, dan temennya itu mantannya Galang. Kata mantannya Galang yang akhirnya gue denger juga dari mantan gue, Galang itu nggak sebaik keliatannya."

Danil mendengkus. Dia menatap Yosep yang kini duduk normal dengan malas. "Sebelum pokok masalah yang mau lo bilang, gue udah mual duluan dengar silsilah mantan yang lo sebutin."

Danil pusing, karena Yosep terlalu banyak menyebut mantan. Namun, dia tetap bisa mengambil inti dari ucapan Yosep tanpa mau memikirkan silsilah panjang asal informasinya. Yaitu dari mantan ke teman, ke mantan, ke sepupu, dan akhirnya sampai ke mantan Yosep, kemudian ke telinga Yosep. Sekarang sampai ke Danil.

Yosep terkekeh. "Ya gue harus kasih tau sumberlah biar lebih meyakinkan."

"Terus kalau gue ngasih tau informasi ini ke orang lain, gue mesti jelasin sepanjang itu juga?" Danil langsung tak selera makan karena mabuk kata 'mantan'.

"Iya dong. Lo harus jelasin gini, 'gue punya temen, temen gue punya mantan. Mantannya temen gue punya sepupu cowok. Sepupunya mantan temen gue itu punya mantan, mantannya punya temen—"

Danil berdiri, membuat Yosep berhenti bicara.

"Gue sakit perut," kata Danil. Dia meletakkan uang senilai lima puluh ribu ke meja. "Tolong bayarin, Sep." Setelah itu Danil berbalik keluar kantin.

"Bayarin punya gue juga?" tanya Yosep, meminta traktir secara tak langsung.

"Iya," jawab Danil tanpa menoleh.

Intinya, Danil mual dan sakit perut mendengar silsilah yang dijabarkan Yosep.

🌇🌇🌇

TBC 💜

Semoga nggak memuakkan, ya.

Menurut kamu cerita ini gimana?

Jangan lupa vote!

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now