Prolog : Cahaya yang Hilang

115 11 8
                                    

Mimpi... pernahkah kalian mendengar tentang itu? Bukan tentang bunga tidur yang menghiasi malam, tapi tentang arti yang satunya lagi.

Menurut ayahku, impian ibarat cahaya kecil di ujung lorong gelap. Tak peduli lelah, jatuh, sakit, kecewa bahkan putus asa saat sinar mungil terlihat semakin tak terjangkau, pendarnya tetap membuat kaki ini bersemangat untuk terus melangkah, mengerahkan segala daya upaya melaju semakin dekat. Berasa, berharap untuk mendapatkannya suatu hari nanti.

Sialnya... tak ada yang pernah mengatakan, jika cahaya itu bisa lenyap, hilang dalam seketika. Tiba-tiba sinar di ujung lorong hidupku musnah, meninggalkanku seorang diri dalam gelap.

Kini, aku hanya bisa diam, termenung dalam sepi, menangis dalam sunyi, meratap dalam hening. Gelap, pekat. rasanya...  semua yang kulakukan sia-sia. Hidupku sudah tidak ada artinya lagi.

"Tuiiit ... Tuiiiit ... Tuuuuuuutt ...."

"Ah, sudah waktunya," bisik bibir ini pada diriku sendiri. Suara peluit memekakkan telinga membangunkanku dari lamunan panjang. Sebuah pertanda jika perjalanan kereta malam ini akan segera dimulai.

Mungkin... seharusnya aku sibuk memperhatikan barang-barang bawaanku sekali lagi. Mengingat apa aku sudah membawa semua yang kubutuhkan, akan tetapi... mataku memilih untuk beralih pada pemandangan di luar jendela.

Sibuk menatap setiap sudut tempat ini untuk yang terakhir kalinya. Lampu-lampu, suasana kota, dan segala ingatan yang terisi tentangnya. Rasanya akan sedikit rindu walaupun tak sebanding dengan perihnya luka dalam hati.

Siapa yang dapat menyangka, jika seorang Mia Wijaya akan meninggalkan kota Surabaya untuk selamanya? Kabur dari tempat aku dilahirkan, hidup dan dibesarkan.

Kota penuh kenangan yang pernah menjadi saksi jutaan peristiwa bahagia, sialnya kini hanya pengingat luka. Selamat tinggal Surabaya, aku akan pergi menjauh dan tidak berharap untuk kembali. Ya, sepertinya akan rindu, tapi... sakit.

"Mia! Mia...." Tiba-tiba sebuah suara meneriakkan namaku dengan sangat lantang, membuat mataku ini langsung beralih pada sumber keributan.

Sudah kuduga, dia berdiri di ujung sana. Tanpa karcis dia tidak bisa mendekat ke dalam sini. Tubuhnya tampak letih, sepertinya perempuan malang itu berlarian kesana kemari untuk mencari sahabatnya si pecundang ini.

"MIA...!" teriaknya sekali lagi. Tangannya melambai ke atas, ketika ia mendapati keberadaanku di balik jendela. Ia tidak berubah, ia tetap Lily yang sama. Pribadi hangat yang menawarkan persahabatan yang tulus.

"Ya ampun, apa yang dia lakukan?" bisikku lemas.

Bukankah sudah berulang kali aku katakan? Aku tidak ingin melihat siapapun mengantar kepergianku di sini. Semuanya... tidak saudara, teman, termasuk dia. Belum cukupkah aku yang merepotkannya dengan segudang masalah yang tak kunjung usai?

Kenapa wanita keras kepala itu masih datang menemuiku? Apa dia sadar, kedatangannya di sini hanya akan membuat mataku berair lagi? Kumohon, aku sudah tidak ingin menangis, aku tidak mau terlihat lemah, aku harus tampak kuat dihadapannya.

"Hei, Mia! Jangan lupa kabari aku jika sudah sampai di Bandung, mengerti?" ancam Lily sambil mengusap air mata yang juga menetes di pipinya. Ah, kurasa bukan hanya aku yang pura-pura kuat, dia juga.

"Kumohon, jaga dirimu baik-baik, Mia! Aku tahu ini berat, tapi... tetaplah semangat! Kembalilah menjadi Mia yang kukenal dulu! Seburuk apapun keadaannya, kamu pasti bisa melaluinya! Semangat!"

"Tuiiiiitttt....," suara peluit bergema sekali lagi, lebih panjang dari sebelumnya. Lantunan yang diikuti irama dengungan lantang mesin kereta. Bunyian keras yang menutupi setiap kata yang tak dapat terucap dari bibir kelu ini.

Kulambaikan tanganku, disertai sedikit senyum. Tanda terima kasih yang tulus dari dalam hati. "Bye, Lily! Kumohon, jaga diri baik-baik! Dan terima kasih untuk semuanya. Selamat tinggal!" Suara parau dari hatiku membalas kebaikan hatiku sahabatku dengan sebuah doa yang tak terucap.

Sebuah permintaan tulus, walaupun aku tak tahu jika Tuhan bersedia mengabulkannya. Sudahlah Mia..., mungkin Tuhan sudah melupakanmu. Dia sedang sibuk dengan urusan lain yang lebih penting, jadi... terimalah dan hadapi nasibmu seorang sendiri.

Aku segera menyeka air mataku. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan menangis lagi. Mencoba menunjukkan sedikit kekuatan, walaupun aku tahu semua itu hanya sebuah ilusi belaka.

Aku sudah tidak punya apa-apa lagi. Semuanya habis tak bersisa. Cahaya dalam lorong hidupku musnah, dan ini adalah daya terakhir yang bisa kulakukan

Berharap jika pelarianku ke kota lain sanggup menghapus semua air mataku. Berharap, jika aku bisa melupakan semua kejadian buruk yang terjadi di tempat ini. Berharap, jika kereta malam ini akan memberikanku semangat untuk... melanjutkan hidup.

Aku tak minta terlalu banyak. Hanya setitik semangat untuk kembali meneruskan ceritaku, setelah mimpi buruk itu terjadi. Setelah dua bulan yang lalu aku kehilangan seluruh anggota keluargaku dalam sebuah kecelakaan.

Dalam satu hari naas, semuanya lenyap begitu saja. Papa, Mama serta adikku, mereka menguap, hilang berbaur menjadi abu. Sialan, teganya mereka! Manusia-manusia kejam itu bahkan tidak mengajakku untuk bergabung bersama mereka. Mereka benar-benar menyebalkan!

Jadi kini, izinkan aku yang pergi. Perjalan kereta malam ini akan membawaku pergi menjauh dari Surabaya. Meninggalkan perihnya kenangan akan mereka yang telah lenyap dan tak akan pernah kembali.

__________________________________________________________________________

Hai-hai, perkenalkan penulis baru ala-ala hadir di sini. Hahaha...

Kalau di tanya, cerita tentang apa ya, "Mimpi Mia Semalam"?

Untuk siapa pembacanya????

Nggggg..... Tentunya untuk semuanya, semuanya boleh membaca. Tapi saya mengkhususkan agar cerita ini dibaca oleh orang-orang yang merasa hidup mereka dihancurkan oleh nasib. Untuk orang yang merasa sudah melakukan segala yang benar, tetapi kenyataannya hidupnya sangat menyedihkan.

Cerita ini adalah karya pertama saya, tentang Mia yang kehilangan harapannya, dan bagaimana caranya dia menemukannya kembali. Cerita ini adalah sharing dari pengalaman saya (walaupun tidak seburuk pengalaman Mia), apa yang saya rasakan dalam hati yang menyemangati saya untuk bangkit berdiri kembali.

bebekz_hijau(penulis yang namanya aneh)

Mimpi Mia SemalamWhere stories live. Discover now