04 || Rahasia menurut Radea

Start from the beginning
                                        

"Makasih, Mbak." Itu suara Yosep. Sepertinya ia sudah mendapatkan apa yang ia cari.

Danil buru-buru menyimpan ikat dan jepit rambut itu di saku hoodie-nya. Ketika ia menerima angsul, bertepatan saat Yosep datang.

"Beli apa lo?" tanya Yosep sembari memberikan lima kaus kaki pada kasir.

Danil menggeleng. "Bukan apa-apa."

Yosep tak banyak bicara lagi. Ia sudah cukup bahagia dengan lima kaus kaki yang didapatnya. Karena dengan begitu, berarti seminggu ke depan hidupnya akan tenang.

🌇🌇🌇

Pukul delapan kurang lima belas menit Danil dan Yosep sampai di sekolah. Karena jarak yang tak jauh, mereka sengaja datang tak pagi-pagi. Jam masuk SMA Bakti pukul delapan, tapi semua murid disarankan datang lima belas menit sebelum jam masuk.

Sekolah sudah ramai saat mereka sampai, begitu pun dengan kelas XI IPA 2. Seperti biasa, Radea sudah duduk di tempatnya dengan kepala menunduk. Danil pun sudah tak heran lagi. Namun yang membuat cowok itu heran, Radea masih mengurai rambutnya. Padahal Danil sudah memberikan ikat rambut yang saat itu ia beli di TDA. Padahal Danil berharap setidaknya gadis itu menjepit poninya agar tak sampai menutup mata.

Danil duduk di bangkunya. Seperti layaknya seminggu ini berjalan, cowok itu menyapa Radea yang—Danil dengar—selalu datang paling awal ke sekolah.

"Pagi, Radea." Dan masih seperti biasa, Radea hanya sedikit mengangguk untuk merespons sapaan itu.

Danil menopang dagunya, ia menatap Radea yang sedang membaca. Entah buku apalagi yang ia baca hari ini.

"Radea, kok lo nggak pake, sih, ikat rambut yang gue kasih?" protes Danil, tapi tak ada jawaban. "Hilang, ya? Kalau gitu bakal gue beliin lagi, deh."

Seperti orang tuli, Radea sama sekali tak merespons ucapan teman sebangkunya itu. Ia malah menggerakkan tubuhnya menjauh setiap Danil membuka suara, seperti orang takut.

"Radea, liat tugas metik lo dong."

Radea memasukkan tangannya di laci, ia mengambil buku tugas Matematikanya. Ia memang pintar, tapi tak ada yang berani meminta contekan, kecuali anak baru satu ini, Danil Mahatma. Bukan tak berani karena Radea pemarah atau pelit, melainkan karena tampilan gadis itu yang mirip hantu Jepang, sodako.

Danil semringah, ia langsung menyalin tugas itu. Namun sambil terus bicara.

"Radea, lo tau kos gue, kan? Jadi tadi malam gue denger suara orang jalan lagi di kamar sebelah." Danil tak menatap orang diajaknya bicara, matanya fokus pada buku. "Tapi 'kan hantu kakinya nggak napak tanah, kalau gitu harusnya nggak ada suara langkah dong," lanjutnya.

Dimulai kemarin, Danil menceritakan kisah indekosnya yang katanya berhantu itu pada Radea. Ya, walaupun gadis itu tak menangapinya, tetap saja Danil cerita.

"Gue penasaran banget. Nanti malam gue bakal ngintip pas lewat tengah malam. Gue janji sama diri gue sendiri. Gue nggak boleh takut."

Radea langsung menoleh. Ada tatapan tak suka dari pendar matanya. Namun Danil tak sadar akan tatapan itu.

"Menurut lo, gue bener, kan?" tanya Danil. Ia kini menatap Radea yang juga menatapnya datar khasnya. "Daripada gue ketakukan nggak nyenyak tidur setiap malam, mending gue pastiin sekalian."

"Lo mau liat lewat mana?" tanya Radea dengan suara tertahan.

Kedua alis Danil terangkat. Akhirnya ia tak seperti bicara dengan tembok. "Ya, gue bakal ngintip lewat pintu kamar. Gue tungguin hantunya keluar kamar."

"Kalau ternyata yang kamu liat beneran hantu?"

Danil berpikir sejenak. Benar juga, kalau yang ia lihat adalah hantu, apa yang ia lakukan selanjutnya? Apa cukup dengan tahu dan mendapat kepuasan? Atau malah pingsan di tempat? Atau yang paling buruk mati di tempat karena jantungan?

Jangan sampai!

"Menurut lo itu hantu?" Danil malah bertanya. Ia kini kembali menyalin tugas.

"Menurut kamu itu manusia?"

Danil menatap Radea lagi. Baru kali ini gadis itu banyak bicara menanggapinya.

"Sesuai data yang gue kumpul, dia bukan hantu." Danil meletakkan pulpennya dan duduk menyamping menatap Radea. Cowok itu menjelaskan, "Satu, karena ada suara langkahnya, sedangkan hantu kakinya nggak napak. Dua, gue sering dengar pintu kebuka, ya kali hantu lewat pintu?"

Radea mengangguk-angguk. Respons yang luar biasa di mata Danil. Gadis itu kembali menatap bukunya di meja.

"Kalau dia hantu, maka dia hantu. Kalau dia manusia, maka dia hidup layaknya hantu. Mau dia manusia atau hantu, tetap aja dia hidup seperti hantu. Mau dia manusia atau hantu, yang jelas keberadaannya sembunyi dan disembunyikan," jelas Radea panjang tapi hanya muter-muter di telinga Danil. Suaranya pelan dan sedikit gemetar.

Manusia hantu manusia hantu sembunyi dan disembunyikan.

Itu yang didengar Danil.

Sebenarnya yang barusan itu juga rekor bagi Radea, seingatnya selama hampir sepuluh tahun terakhir ia tak pernah bicara sepanjang itu. Pipi gadis itu jadi sakit karena bicara terlalu banyak.

"Jadi, kesimpulannya?" tanya Danil tak paham sama sekali.

Cukup lama tak ada jawaban. Sampai akhirnya suara getar dari tas Radea di atas meja mengalihakan pandangan mereka.

Gadis itu mengambil ponsel yang bisa dihitung berapa kali seminggu ia memainkannya, ada panggilan masuk.

Dia

Dahi Danil berkerut. Nama kontak yang tak biasa. Namun Radea tak menjawabnya, ia malah menonaktifkan ponsel.

"Siapa?" tanya Danil penasaran. Begitulah Danil, ia tak bisa mengontrol jiwa keponya.

Radea menatap Danil dengan mata setengah tertutup poni. Ia bisa melihat kebingungan di wajah cowok itu.

"Ada larangan yang isinya memang harus dirahasiakan. Jadi, jawabannya, lebih baik ikuti peraturan. Entah manusia atau hantu, yang jelas dia nggak mau kamu ganggu."

Danil mengangguk. "Oh, jadi kita masih bahas kos gue?"

"Sama seperti panggilan di ponsel saya barusan, ada rahasia yang nggak perlu kamu tau kenapa nggak saya angkat."

Ah, Danil paham sekarang, bahwa Radea baru saja memperkokoh tembok pertahanannya—lagi. Cowok itu dilarang masuk, dilarang cari tahu. Karena rahasia, memang untuk disembunyikan. Jadi jangan coba merusaknya dengan cara apa pun.

🌇🌇🌇

TBC

Terima kasih sudah membaca. 💜

Kalau tak terlalu sulit, bisa dong komen pendapat kamu tentang cerita ini.

Introvert VS Ekstrovert ✔️Where stories live. Discover now