Chapter 1 : Favorite Girl

2.2K 63 0
                                    

"Teng!!”. Waktu menunjukkan pukul 6.45. ini adalah menit-menit terakhirku di new york, kota lahirnya kenangan-kenangan indah yang tidak akan pernah ku lupakan. aku akan berangkat ke paris untuk sekolah.

”Val, Valerie! Kamu sudah siap? Bisakah kamu mempercepat pergerakanmu? Sekarang sudah jam 7, kamu akan ketinggalan pesawat!”.Terdengar Teriakan bibi margareth dari bawah tangga beriringan dengan bunyi mobil-mobil yang melintas di jalan depan rumahku.

”iya bentar bi”.

Aku berlari ke meja makan dan menggambil rotiku dan lekas berlari ke mobil. Belum sampai aku di mobil, dari kejauhan aku melihat seorang lelaki muda, tampan dan tepatnya berkulit seputih salju berlari menghampiriku. Yap, itu dia, Justin. sahabatku dari sejak kecil dan orang yang selama ini aku suka.

“hufft.., untung saja aku tidak terlambat.”

Justin berhenti tepat di depanku dan membuang nafas. Sejumblah tanda Tanya  besar terlintas di otakku “Justin? Sedang apa kamu disini?”. “aku tentu tidak ingin melewatkan saat-saat terakhirku bisa melihat wajahmu.” Senyuman manis terlihat jelas dari wajah Justin.

“hmm.. aku pasti akan sangat merinduhkan mu.”

Ia menatapku dengan penuh perasaan. Jujur, ia selalu semanis ini saat dia mengucapkan kata demi kata kepada ku. Tanpa sadar alis ku terangkat dan bibirku mulai tersenyum

“ya, sepertinya aku juga akan sama.”

“bisakah aku meminta satu permintaan?.”

“berjanjilah bahwa kamu akan menjaga dirimu baik-baik disana”.

“ya, itu pasti. Kamu juga.”

“dan berjanjilah kamu tidak akan melupakan aku saat kamu disana nanti”.

“i..i..iya itu juga pasti. tapi sepertinya ini semua tidak adil kalau kamu tidak berjanji akan selalu membalas smsku, bukan?.”

Aku berusaha menyembunyikan suara jantungku yang sedang berdebar kencang. Justin tersenyum tangannya terangkat melepaskan genggamannya dan mengelus rambutku

“itu pasti, sepertinya ponselku akan nyala 24 jam untuk menunggu sms mu.”

"Valerie! Cepatlah naik! Kita akan terlambat”

“ya bi, sebentar lagi!”.

terdengar suara bibi berteriak dari dalam mobil. Tanpa basah basih lagi Justin bergegas memelukku. Astaga,aku tidak tau mimpi apa aku semalam. Yang jelas, apa yang terjadi sekarang ini bukanlah mimpi. Dan tidak akan pernah menjadi mimpi.  

“hmm.. sepertinya kamu harus pergi sekarang. Pergilah.”

“hmm.. iya sebaiknya, sebelum aku tidak jadi sekolah di paris..”

“hmm.. kalau begitu, aku pergi sekarang. bye.”

“bye”

Aku berlari meninggalkan Justin dan bergegas menuju ke mobil yang tampaknya sudah lama menungguku. Lambaian tangan Justin masih terlihat dari depan rumahku dan lama-lama mulai memudar seiring dengan berangkatnya mobil.

Toko-toko ramai, tawa anak-anak yang sedang asik bermain, dayungan sepeda tukang pos dan hentakkan kaki para pejalan kaki seolah-olah menghiasi jendela mobil. Aku pasti akan sangat merindukan kota ini, dan kenanganku di sini. New york, I’ll never forget you. Tangan ku tergerak mengambil ponselku. Setelah beberapa menit, lagu Miranda lambert-last goodbye terdengar jelas dari headphoneku.

Tidak terasa, mobilku terhenti didepan Bandar udara John F. Kennedy, bandara internasional new york. Kaki ku satu persatu mendarat di atas tanah dengan pelannya. bibi margareth dan paman John juga turun dan mengangkat barang-barangku. bibi memegang kedua tanganku

7:00 PMWhere stories live. Discover now