you and cigarettes #baysan

831 122 20
                                    



Dari luar masih terdengar suara tetesan hujan, meski sudah jauh lebih tenang dari beberapa menit lalu. Cakrawala sudah menggelap, menyisakan secarik warna jingga yang mulai pudar.

Ihsan mengeluh frustrasi ketika menemukan Bayu dengan batang rokok menyala pada bibirnya, menyesapnya pelan. "Bay, ah,"

"Sebatang aja. Gue bosen diem aja nungguin lo."

Dengan kasar Ihsan menaruh perkakasnya ke dalam tas. Ia mengambil duduk di samping Bayu, berdecak kecil. "Kan gue bilang gue nggak suka rokok. Gue nggak suka elo ngerokok. Inget badan, Bay, udah krempeng, penyakitan lagi." Ia mengibas tangannya di depan muka ketika Bayu meniupkan asap dari mulutnya. "Lagian kenapa nggak ikut main aja kalo bosen, ribet amat."

Lirikan Bayu mampir padanya beberapa detik, sebelum menghadap lagi lapangan yang sudah kosong. Meninggalkan Ihsan dengan jantung yang berdegup sedikit lebih lantang. "Mana bisa gue fokus main kalo lo main double sama Jonatan." Kali ini wajah Bayu menghadapnya penuh, mata Bayu memberinya perhatian penuh. Jeda sedikit panjang sengaja diciptakan, sebelum Bayu berucap lagi dengan suara beratnya. "Gue udah ngelarang lo, San,"

"Halah, omongan gue aja nggak lo waro." Tiba-tiba tenggorokannya kering, namun rasanyapun susah payah menelan ludah. Ia  lantas mengubah arah pandangnya ke depan, memutus kontak dengan tatapan tajam Bayu yang —jujur saja— membuatnya sedikit merasa terintimidasi. 

Ihsan mendengus, lelah sebenarnya karena lagi-lagi isu ini yang menjadi bahan konflik mereka. Bayu dengan keposesifannya yang tak beralasan. Dulu memang Jonatan pernah mengaku suka padanya, tapi itu sudah tahunan lalu, saat mereka masih sama-sama remaja tanggung yang bisa kapan saja menyalahartikan rasa nyaman jadi sayang. Toh waktu itu ia sudah punya orang lain. Ihsan sudah milik Bayu. Lagipula sekarang Ihsan yakin Jonatan tidak mungkin lagi menaruh perasaan lebih padanya.

"Gue cuma nggak pengen lo sakit, Bay. Biaya rumah sakit mahal." Suara Ihsan selanjutnya terdengar dingin. Tarikan napas pendek-pendek, kening yang mengernyit, bibir yang dikerucutkan. Kentara sekali sedang pundung.

Bayu lantas tersenyum kecil. Mana mampu ia menahan gemas melihat Ihsannya bertingkah layaknya bocah begini, langsung di depan mata lagi. Tangan kanannya yang tak memegang rokok terangkat hendak mengusak surai kekasihnya, yang ditepis tepat tiga senti sebelum sampai. Senyum Bayu makin kembang. "Iyadeh, gue berhenti." 

Tidak sampai sepersekian detik dan Ihsan sudah menolehkan lehernya menghadap Bayu, menatapnya dengan mata sipit yang membola dan senyum yang melebar. Tawa Bayu langsung meledak. Ajaib sekali, hanya dengan kata-katanya, Ia berhasil mencubit kecil pipi Ihsan tanpa penolakan. 

"Beneran?"

"Iya. Nanti nggak ada yang jagain lo kalo gue mati duluan." Ihsan menggerutu pelan sambil mecucu, samar ia mendengar protes Ihsan tentang bicaranya yang sembarangan. Respon Bayu hanya kekehan, menahan diri agar tidak memekik gemas. "Ada syaratnya tapi."

"Apa? Bilang, gue kasih." Ihsan merapalkan syukur dan doa-doa pujian. Setelah sekian lama membujuk Bayu, akhirnya berbuah juga. Dalam hati berjanji menuruti apapun syarat yang diajukan Bayu. Pasalnya kebiasaan merokok Bayu tidak hilang juga meski pernah diomel coach habis-habisan, bahkan sampai saran dari dokter pun dihiraukan. Kalau Bayu mau menurut pada omongan Ihsan, mungkin ini kesempatan satu-satunya. 

Alis Bayu naik, bersamaan dengan lengkungan bibirnya yang makin lebar, terlihat menawan sekaligus menyeramkan. "Lo harus sediain gue ganti rokok kalo mulut gue lagi pait,"

Ihsan mengangguk semangat. Benaknya masih memikirkan deretan merek permen mint yang harus siap sedia di dalam tas selepas ini, ketika merasakan Bayu mendekat. Telapak tangan lebar Bayu sempurna menangkup wajahnya. Nafas hangat Bayu menerpa permukaan pipinya. 

"Pake bibir lo, tapi." Bisik Bayu.  Bibir yang masih beraroma pekat tembakau itu lantas melumat pelan miliknya. 

Persuaan bibir mereka tercerai, namun kening masih menempel, tatapan mata masih terpaut, senyum malu saling disajikan. Masing-masing meraup napas banyak-banyak, terengah-engah. Wajah mereka menghangat, berbanding terbalik dengan udara yang masuk dari pintu yang dibuka lebar. Mereka saling terpesona.

Harusnya Ihsan menampik, menyusul melempar Bayu dengan umpatan-umpatan yang biasanya lancar ia ucapkan. Tapi yang ia lakukan malah mengangguk kecil, memunculkan seringai kemenangan pada wajah tampan kekasihnya.

-

"Wah, Bayu. Parah emang, bisa banget jadi orang!" Teriakan Fajar menggema pada gelanggang yang hampir kosong, mengiringi dua insan yang saling bergandeng tangan, melarikan diri. Lantas ia menengok pada pria manis di sampingnya, "ya nggak, Jom?"

"Apasih, A' Jay?!" Yang digoda kini semakin menenggelamkan wajah memerahnya pada sela kedua lutut yang dipeluk di depan dada. Adegan live romance di hadapannya beberapa menit lalu sukses membuat Rian membayangkan yang macam-macam, yang dibayangkan ada di sebelah, lagi. Sialan memang.

"Kak Ony," Kali ini suara manja Jonatan yang merayu kak Ony-nya. "Jojo boleh cium juga, ya?"

"Mau gue tampol raket, hah?!" Balas Anthony galak, meski mukanya sudah sewarna dengan jerseynya, merah padam.

Kevin menggeram. Teman macam apa mereka, umbar kemesraan padahal tau Ko Sinyo sedang ada jadwal fisioterapi hari ini.

"Juancok tenan! Bubar, bubar!"

blueWhere stories live. Discover now