i'm sorry, i want you all to myself

2.6K 127 6
                                    



Senyum Anthony masih sama seperti bertahun-tahun lalu, masih selalu berhasil membuat dada Jonatan berdesir halus yang menyenangkan, lalu secara tak sadar membawa senyum kecil juga pada wajahnya.

"Iya, kamu juga hati-hati, ya."

Senyum malu-malu disertai semburat merah tipis yang kali ini menampakkan diri, senyuman yang dulu muncul dikala pria manis itu dengan malu berucap 'ya' pada permintaan Jonatan untuk menjadi kekasihnya.

Thony terlihat menutup sambungan telefonnya. Ia berjalan menuju meja mereka dengan senyumannya yang sama sekali tidak berkurang, membuat Jonatan gagal mengalihkan fokusnya. Bahkan teriakan ribut Ihsan dan Kevin, geraman kecil Rian yang sepertinya kalah lagi, juga Fajar yang sibuk berkomentar dan merecoki mereka mabar tidak berarti sama sekali.

"Udah mau otw, ya?"

"Hah?" Pertanyaan Jonatan sepertinya membawa Anthony ke realita. Senyumnya berganti dengan ekspresi bingung, membuat Jonatan menyesal dalam hati.

"Viktor?"

Butuh dua detik sebelum Anthony merespon, kentara sekali salah tingkah. "Oh, iya. Udah mau take off, katanya."

Jonatan hanya mengangguk, mencoba mengalihkan pikirannya dari bayangan Viktor yang menempel 24 jam pada Anthony selama empat hari ke depan yang membuat moodnya tiba-tiba memburuk. Ia mencolek kentang gorengnya (batinnya langsung berbisik: kesukaan Anthony) pada saus, lalu memasukkannya ke mulut, kemudian mencoba tertawa-tawa ikut mengganggu anak-anak yang lain dengan game ponsel mereka, yang sama sekali tidak menenangkan gemuruh badai di dadanya.

I should've done better, when you are still mine, Kak.

Dan seharusnya aku nggak boleh mikir kaya gini sekarang, setelah kamu udah punya orang lain.

Tatapan Anthony pada pria dihadapannya tak bisa menimbulkan makna yang jelas. Sejujurnya sama seperti perasaannya pada Jonatan: tak bisa didefinisikan dengan jelas. Ia seharusnya segera melanjutkan war-nya lagi sebelum panggilan Viktor masuk tadi, ikut asyik dengan teman-temannya yang lain, tapi ia malah terlarut pada mata sedih Jonatan di wajah penuh tawanya.

"Lah, lu sendiri yang gimana, kenapa bisa masih sayang sama Jonatan tapi pacarannya sama Viktor!" Gerutu Ihsan ketika Anthony kabur ke kamar si Aa' Tasikmalaya untuk bercerita. Seperti sebelum-sebelumnya, Thony sadar ia akan mendapat sejuta omel dari Ihsan, tapi ia tak pernah bisa seterbuka dirinya pada Ihsan kepada yang lain.

"Gua udah nggak sayang sama Jojo! Dibilangin berkali-kali nggak ngerti-ngerti juga lu, Can!" Balasnya sambil merengut menggemaskan. Bantal yang tadi jadi topangannya tengkurap sekarang sudah beralih ke muka Ihsan.

Ihsan mendumel sebentar sambil memungut ponselnya yang terhempas ke sisi kasur setelah mendapat serangan dari Anthony. "Terus sikap lu ke Jonatan namanya apa, dong, kalo bukan sayang?"

Anthony terdiam. "Temen...?" Cicitnya. Ia sendiri ragu dengan jawabannya. "Gua kan sama dia sepakat buat tetep jadi temen."

Ponsel Ihsan kini terletak menganggur di meja nakas, tubuhnya ikut ia baringkan di samping Anthony, memberinya perhatian penuh. "Nik, temen itu nggak kaya kalian. Temen itu nggak nyiapin sarapan sama makan malem setiap hari-"

"Tapi Jojo suka lupa makan,"

"Iya gua tau! Pol-polannya temen tu sekadar ngingetin atau ngajak, nggak sampe nyiapin juga kaya istri! Kita semua temen di sini, tapi kalo pas lu mudik nggak ada juga yang nyiapin makan Jonatan, dan dia baik-baik aja, dia udah gede, dia bisa nyiapin makan sendiri, dia nggak kelaperan, dia nggak sakit, dia nggak mati."

Kali ini Anthony diam. Meski menurutnya omongan Ihsan sedikit pedas, tapi ada benarnya. Jojo baik-baik saja selama ia tinggal, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Yang paling parah waktu si Jojo dapet iklan pelukan sama cewek. Anak-anak lain ceng-cengin dia, lah elu malah ngambek, seharian nggak keluar kamar, latihan jadi nggak fokus, nggak mau makan. Kentara banget kalo lu cemburu, Nik."

Anthony tidak bisa lagi menatap mata Ihsan. Tiba-tiba ia jadi merasa bersalah, tak tahu untuk siapa.

"Lagian kalian putus udah dua tahun tapi kenapa masih gamon aja, sih?"

"Terus gua kudu gimana, Can?" Nada putus asa begitu jelas terdengar dari keluhan Anthony.

Tatapan Ihsan kini melembut. Kenapa jalan pikiran dua sahabatnya ini diciptakan begitu rumit sih, padahal jawabannya jelas di depan mata. "Introspeksi. Tanya sama diri lu sendiri. Kalo jawabannya masih sayang sama Jonatan, komunikasiin, toh dia juga keliatan banget masih ngarep sama lu. Kalo lu sayangnya ke Viktor, ya udah ikhlasin Jonatan, fokus aja ke hubungan kalian. Mumpung besok Viktor udah di sini, cari tau deh. Lu beneran sayang sama Viktor atau cuma peduli aja."

***

"Jo?" Lelaki yang tengah menghadap tembok berbalik,

"Loh, Kak? Belum tidur?"

"Belum, abis dari kamar Ican, mabar."

Jonatan angguk-angguk, sebelum kembali pada panci dan menuang air panas pada gelas yang entah apa isinya.

"Kamu sendiri kok belum tidur?"

"Lagi bikin jahe anget, Kak, nggak bisa tidur." Jonatan terkekeh, tapi ekspresi Thony justru kebalikannya. Ia panik sekaligus khawatir, Jojo tidak terlalu suka minum panas-panas, kecuali memang sedang tidak enak badan. Apalagi kalau jahe hangat resep ibunya, fix sih ini Jojo sedang sakit.

Anthony refleks mendekat, mengangkat tangan untuk meletakkan telapaknya pada kening Jonatan. "Sakit kamu?"

"Agak meriang dikit sih, Kak. Nggak apa-apa, kok, bentaran juga baikan."

"Badanmu panas, Jo. Udah sana tiduran di kamar, aku buatin bubur." Ucap Anthony seraya mendorong tubuh tinggi Jonatan dari dapur. Tangannya cekatan langsung memanaskan air dan menyiapkan mangkuk.

Jonatan tahu harusnya menolak, bersikeras bahwa ia tak apa, atau paling tidak berkata akan membuat makanannya sendiri. Tapi ia amat menyukai ketika Anthony memberinya perhatian lebih.

Jonatan menghela napas. Ia harusnya tidak begini.

Anthony datang dengan semangkuk bubur, air putih, dan parasetamol. Membenarkan letak selimut Jonatan lalu meletakkan kompres pada jidatnya. "Udah, tidur." Ditambah seulas senyum manis.

"Kakak juga tidur, gih. Aku nggak mau kakak sakit." Ia sempatkan mengusak surai kelam lelaki disampingnya, membuat Anthony cemberut, tapi membuat Jonatan terkekeh. "Sana tidur, besok juga harus jemput Vikor, kan, pagi-pagi,"

Anthony merutuki dirinya. Bodoh. Kenapa bisa Anthony lupa kalau pesawat Viktor landing esok subuh.

***


dan setelah selama ini hanya jadi reader akhirnya saya ikut nulis aa universe wkwk. sebenernya lagi galau aja akhir akhir ini, jadilah yang kebayang agstnya joting hahaha


blueWhere stories live. Discover now