Part 12

16 7 0
                                    

"Seberat apapun beban hidupmu. Akan terasa ringan jika saling bergandeng tangan, Melangkah bersama dan saling merajut asa."

☆☆☆

Setelah datangnya surat yang putry terima, ia selalu bertanya-tanya siapakah pengirimnya.
Putry sudah menanyakannya kepada Sabrina, sahabatnya. Namun ia selalu menjawab tidak mengetahuinya.
Brina mendapatkan surat tersebut dari salah satu santri putri yang menjadi khodam di kediaman Kyai Yusuf dan Umi Halimah.
*(Khodam adalah seorang atau sekelompok orang santri yang mengabdikan dirinya untuk melayani dan ngladeni kyai.)*

Tentunya Sabrina pun pernah menanyakannya langsung kepada khodam tersebut, siapakah pengirimnya, namun ia hanya menjawab bahwa surat itu dari seseorang dan tidak boleh di sebut namanya. Membingungkan bukan?

Ya Sudah,
Akhirnya putry tak memikirkannya lagi. Mungkin saja surat itu salah kirim dan bukan untuknya.
........

Hari ini, putry lebih banyak diam dan sering melamun. Suasana hatinya tak menentu.
Ia rasa, kali ini beban yang ia panggul tak seperti biasanya.

Putry hampir saja berputus asa. Jika tak ada sahabat dan orang-orang yang peduli disekitarnya.

'Ya Rabb, hamba percaya kepada-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi ujian kepada hamba melainkan tidak melebihi kemampuan hamba'. Batin putry meyakinkan hatinya.

"Assalamu'alaikum." Salam seseorang dari balik pintu kamarnya.

"Wa'alaikumsalam, sebentar." Jawab putry, bergegas menghampiri sumber suara.

"Eh Kak deti, kenapa gak langsung masuk aja." Ucap putry setelah mengetahui bahwa seseorang yang datang adalah kakaknya.

"Gak papa dek. Masa langsung main nylonong aja."

"Ya gak apa-apa dong kak, kayak ke siapa aja."

"Hehe..iya iya. Kamu lagi sama siapa didalem?" Tanya deti.

"Sendirian kak, yang lain kan lagi di Aula." Jawab putry.
"Masuk yuk". Lanjutnya. Gak enak kan kalo ngobrol di depan pintu.

"Dek, kamu udah mendingan kan?." Tanya deti memastikan.

"Udah ko kak, cuma masih lemes aja dikit."

"Alhamdulillah kalo gitu. Jangan dibawa tiduran terus dek, jalan jalan keluar biar kena sinar matahari."

"Iya kak, paling jalan ke taman."

"Keluar yuk, bosen tau dikamar terus." Ajak deti.

"Kemana kak?" Tanya putry.

"Emm.. kemana aja deh, yang penting gak dikamar terus."

Kemudian, mereka berdua berjalan beriringan ke luar kamar.
Sebenarnya Deti merasa, bahwa putry tak lagi sama seperti dahulu. Yang periang,ceria dan bukan seorang yang pendiam.
Deti menginginkan putry yang dulu.

"Kak, aku pengen makan ice cream." Pinta putry tiba-tiba.

"Lagi nyidam neng." Gurau deti.

"ih kakak. Ya nggak lah, masa nyidam. Kayak orang hamil aja." Timpal putry memanyunkan bibirnya seperti anak kecil yang tidak diberi jajan. Manis sekali.

"Hehe.. becanda. Iya ayok deh kita beli ice cream dikantin. Tapi jangan banyak banyak ya. Kamu kan baru sembuh." Jawab deti mengelus puncak kepala putry yang tertutup khimar.

"Oke kak, tlaktir ya." Tangan putry menggelayut pada lengan deti, seperti anak yang sedang memohon kepada ibunya agar dituruti kemauannya.

"Iya iya, apa sih yang gak buat kamu."

TuesDay In The Holy PrisonΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα