16. Kamu tidak Sendiri

Börja om från början
                                    

***
"Nggak! Mamaaaa.... Maaaaaa, Darja nggak mau ditinggal, Ma....!"
Anak laki-laki itu terus berteriak memanggil ibunya, ia baru saja bangun dari koma setelah seminggu dirawat di rumah sakit. Racun yang masuk ke dalam tubuhnya tidak terlalu banyak, sehingga ia masih bisa diselamatkan. Ia disebut terlahir kembali berkat keajaiban dari Tuhan.

"Dasar anak nyusahin! Mama kamu itu sudah meninggal. Sudah pergi, bunuh diri! Nyusahin kita semua, tahu kamu?"

Ucapan sinis wanita tua yang ia kenal sebagai neneknya itu membuat air mata Darja kian turun dengan kurang ajarnya. Anak laki-laki itu menangis tersedu-sedu, memanggil manggil mamanya yang tak kunjung menyahut.

"Darja mau ikut Mama. Darja takut, Ma. Darja ikut, Maaaa!"

Ia terus berteriak, tak terkendali. Bryan--papanya yang baru datang dengan seorang dokter terkejut melihat anaknya yang berulah, mencabut infus dan alat bantu pernapasan dengan ibunya yang hanya diam tanpa peduli.

Dokter laki-laki bernama Henry itu kemudian mendekat, ia mencoba menenangkan Darja walau hasilnya nihil. Dan usaha terakhir yang bisa dilakukan adalah menyuntikkan obat penenang untuk membuat Darja tertidur tak sadarkan diri.

Dokter Henry menarik turun kacamatanya. Ia tatap ayah pasiennya dengan tatapan iba.

"Seperti yang pernah saya bilang. Darja mungkin bermasalah dengan kejiwaannya. Alangkah lebih baiknya Anda membawa anak itu ke psikiater atau kalau Anda mau, di sini ada psikolog yang praktek, Anda bisa berkonsultasi dengan yang bersangkutan."

"Anak saya gila?"

Dokter Henry menggeleng. "Lebih baik Anda tanyakan sama ahlinya langsung. Darja hanya bermasalah dengan mentalnya, dia tidak gila, Pak. Saat ini, Darja masih dalam tahap krisis, kalau dua minggu dia tak ada perubahan. Bisa dikatakan Anak anda mengalami trauma."

Menepuk bahu Bryan, dokter itu meninggalkan kamar Darja.

"Dia gila seperti ibunya," celutuk wanita tua itu dengan pandangan sinis. Bryan menghela napasnya lelah. Setelah seminggu ini ia berusaha menutupi berita kematian istrinya dari berbagai media dan keluarga, tentang istrinya yang bunuh diri dan tentang keberadaan Darja. Ia katakan kepada keluarganya jika Darja dan istrinya mengalami kecelakaan sehingga istrinya harus meregang nyawa. Tidak ada satu pun yang diperbolehkan untuk melihat jenazah istrinya, ia segera menguburkan jenazah itu sesaat setelah mengurus semuanya--bekerja sama dengan rumah sakit agar menutup rapat sebab kematian istrinya. Setelahnya, ia pindah dari rumah yang menjadi tempat kematian istrinya, meninggalkan semua kenangan di sana. Membiarkan tempat itu tetap bisu selamanya.
***

Badan Darja mengigil, ingatan itu menerobos begitu saja. Membuat napasnya memburu liar, kepalanya mendadak pening. Trauma itu masih sangat membekas, membuatnya susah berpikir, ia bahkan lupa keadaan sekitar, ia juga lupa kalau bisa saja ia jatuh dari atas gedung karena duduk di pinggiran tanpa pembatas. Aika yang melihat gelagat aneh dari Darja segera beranjak menghampiri laki-laki itu, ia menepuk bahu Darja namun tak mendapat respons.

"Maaa..."
Darja berteriak, membuat Mikha dan Aika kaget. Gadis itu segera menarik Darja ke tengah, takut terjadi apa-apa pada Darja.

"Ja... Heiii Darja?"
Ia menepuk-nepuk pipi Darja berkali-kali, mencoba menyadarkan Darja dari kekalutannya.

Darja semakin bergerak tidak tenang. Ia tampak seperti orang ketakutan, didorong rasa panik dan tidak tahu harus berbuat apa, Aika lantas memeluk Darja. Mengelus punggung Darja mencoba memberi ketenangan.

"Gue di sini, jangan khawatir, lo nggak sendiri. Sssstttt... "

Ia mengusap-usap punggung itu seperti seorang ibu menenangkan anaknya. Miris rasanya, ketika melihat Darja seperti ini, Aika tidak bisa berbuat banyak, dosennya pernah bilang, jangan sekali-kali berkata 'kamu harus sabar' dan menyudutkan seseorang yang sedang bermasalah dengan mentalnya, sebab itu rasanya percuma, cukup mengatakan 'saya ada, kamu tidak sendiri, saya di sini' untuk menunjukkan pada seseorang itu, bahwa masih ada yang peduli padanya, bahwa dia tidak sendiri menghadapi masalahnya di dunia ini.

Ia seperti turut merasakan luka Darja. Mikha yang menyaksikannya hanya bisa membulatkan mulutnya, ia tidak tahu situasi apa yang sedang dilihatnya saat ini. Darja dan Aika? Seperti dua orang yang memang sudah ditakdirkan untuk bersama, mereka tampak cocok satu sama lain.

Tanpa diketahui oleh siapa pun, Miranda tersenyum kecut melihat adegan di depannya. Tadi, Darja memberitahunya untuk langsung ke rooftop begitu ia sampai, dan ini memang bukan kali pertama ia berada di rooftop. Tapi ini adalah kali pertama ia melihat pemandangan yang membuat hatinya sesak. Mencoba baik-baik saja, Miranda memasang senyum terbaiknya, ia melangkah pasti menghampiri Darja.

Perampuan itu berjongkok, menyejajari tinggi Darja, menyodorkan satu botol air mineral untuk Darja, membuat Aika dan Mikha terkejut atas kedatangannya.

"Lo bukan orang yang lemah, Ja. Ayo perbaiki emosi lo," kata Miranda. Ia menepuk bahu Darja yang mulai melepas pelukan Aika.

Mikha membulatkan mulutnya, drama apa yang sedang ia saksikan? Cinta dua orang perempuan dan satu laki-laki? Well, Mikha mengendikkan bahunya, ia akan menunggu waktu yang tepat sampai Aika mau menceritakan tentang Darja.

"Ka, udah malem. Kita harus balik," kata Mikha, tahu Aika dalam situasi yang tidak baik. Sebagai sahabat, ia tidak ingin melihat Aika terluka. Tampak dari raut wajah Aika yang kurang nyaman.

Aika mengangguk, melihat sekilas ke arah Mikha.

"Gue pergi ya, Ja. Udah ada Miranda, bye Ja," katanya lantas berdiri dan meninggalkan tempat itu bersama Mikha.

Sekali lagi, Aika melepas sesuatu yang belum pernah ia miliki.
***

Karyo menyeruput kopi yang ia pesan di sebuah kafe yang menjadi langganan mereka nongkrong. Aika sendiri sibuk dengan kertas di depannya, mencoret beberapa konsep yang dinilai tidak relate dengan acara Seminar Nasional yang akan diadakan dua bulan lagi, sebagai wakil presiden BEM, Aika bertugas menjadi SC bayangan yang memberi masukan terhadap menteri BEM yang memiliki program kerja tersebut.

"Si Didin bikin kesel buset. Ini konsep apaan yang dibikin, hah? nggak jelas, goalnya nggak jelas, pematerinya belum ditentuin. Gila ini anak, acara gede dibuat mainan, mana kisi-kisi konsepnya absurd gini, Ya Allah."

Aika mengomel dari tadi sambil melihat kertas itu dengan gemas, membuat Mikha sesekali tertawa dan Karyo tak mengerti situasinya.

"Olah Ka, Ka...koe iki ngomong opo? Nggak paham aku sama yang begituan."

"Udah jangan bacot lo, diem aja deh Yo."

Aika mengibaskan tangannya meminta Karyo diam, Mikha menatap iba pada Karyo.

"Dari semalem dia abis galau, Yo. Jadi maklum lo yang jadi sasarannya."

Mikha nyelutuk, membuat Aika melotot.

"Mikha!! Apaan deh."

"Ya lo, ngaku aja. Tiba-tiba jalan sama Darja. Apa yang udah terjadi sama kalian?"

"Nggak ada."

Aika menjawab tegas, ia sedang malas membicarakan masalah semalam. Meski tidak menangis dan tidak terus-terusan terkenang masalah yang semalam, tapi tetap saja itu memengaruhi mood-nya.

"Ngaku aja," kata Karyo ikut-ikutan.

Menghela napasnya lelah. Ia menyandarkan tubuhnya di bahu kursi.

"Satu-satunya orang yang bikin gue selalu inget dan nggak bisa lupa," kata Aika miris--ia ingin menertawakan dirinya sendiri. Betapa bodohnya ia.

Karyo menatap Aika tak mengerti sementara Mikha mengembuskan napasnya, tahu benar betapa susahnya Aika melupakan sosok itu, sosok yang menjadi cinta pertama dan patah hati pertama Aika.

"Gue cabut ya, mau ketemu Mas Ega. Ada yang harus gue bahas," katanya, lantas berlalu membawa kertas-kertas yang tadi ia periksa dan tas selempangnya. Aika akan bertemu Ega, meminta bantuan cowok itu.

Tbc

Kenapa ini cerita makin alay yak wkwk, keknya ini cerita ikutan stres kayak gue sih bhahaha. Maap lama ngets, part selanjutnya bakalan lama juga. W nulis kalau sempet aja, huuuuhuuu wkwk

Dipersilakan memaki-maki ane. Eh btw kalau lo lo pada lihat ada cerita yang plagiat series campus  dm gue ya..
Ig: aristavstories difollow atuhlah.

RepeatDär berättelser lever. Upptäck nu