1

4.1K 391 5
                                    

Pagi ini aku sudah berada di Pelatnas Ciumbrella, sebuah kado sederhana yang kudapatkan dari kak Fajar.

Sebenarnya aku sedari dulu sudah memohon-mohon pada ka Fajar untuk membawaku sesekali ke Pelatnas, namun dia bilang aku terlalu muda untuk kesana dan berjanji jika aku sudah berumur tujuh belas tahun, aku boleh mengunjungi tempat ini.

"Seneng ga?" tanya ka Fajar sambil menggandengku. Setelah memarkir mobil, ka Fajar lalu mengajakku untuk berkunjung ke hall tempat latihan karena dia juga harus berlatih sekitar setengah jam lagi.

"Seneng dong!" ujarku sambil berbinar-binar. "Btw, kok kakak boleh keluar tengah malem? Kabur ya?!" tanyaku curiga. Soalnya setahuku, atlet gak boleh keluar dari Pelatnas tengah malam.

"Izin dong, khusus buat adek gue, ya ga?" kata ka Fajar sambil mengedipkan matanya. Aku tau dia itu genit pada banyak wanita, tapi tidak kusangka bahwa aku juga akan kena dengan rayuannya yang receh itu.

Masih sambil menggenggam tanganku, sepanjang jalan menuju lapangan, kak Fajar selalu saja bersapa ria dengan orang-orang yang lewat. Keluargaku emang terkenal dengan keakrabannya, tentunya kak Fajar yang supel ini juga sebuah sifat turunan dari ayah yang banyak omong.

Sepanjang jalan itu pula orang-orang bertanya siapa aku, yang di jawab kak Fajar dengan, "adek gue nih, lagi sweet seventeen!" yang membuat orang-orang itu juga langsung mengucapkan panjang umur padaku.

Tak berselang lama, aku dan kak Fajar akhirnya sampai di sebuah hall yang sudah ramai dengan para atlit yang sedang berlatih. Dari kejauhan aku melihat sosok Liliyana Natsir dan partnernya, Tontowi Ahmad.

"Eits, semangat amat bos," ujar kak Fajar sambil menahan lenganku yang akan berlari menuju sosok Liliyana Natsir itu.

Mungkin kak Fajar tau bahwa aku akan membuatnya malu jika aku berlari seperti fans fanatik lalu meminta tanda tangan pada pasangan fenomenal itu.

"Cepetan ih! Keburu merekanya ilang!"

"Santai ae kali, kaya gabakalan kesini lagi aja."

Mataku kembali berbinar, "beneran boleh kesini lagi?"

Kak Fajar tidak menggubris pertanyaanku. Aku dipaksa duduk olehnya di pinggir lapangan, kemudian dia izin sebentar untuk mengambil raket serta barang-barang lain miliknya di asrama.

"Kak, bawain susu!"

Kak Fajar kemudian menghilang dari pandanganku. Aku duduk terdiam di pinggir lapangan yang penuh dengan atlet seperti anak hilang, benar-benar memalukan. Sudah sekitar sepuluh menit kak Fajar menghilang, dan aku masih di posisi yang sama sembari bermain hp dengan bosan.

"Kamu baru ya disini? dari club mana?" tiba-tiba seseorang yang sangat kukenali menyapaku yang masih menatap sosok itu dengan pandangan tak percaya. Di depanku sudah ada sosok  Greysia Polii, pemain badmiton lain yang kugemari selain Liliyana.

Sebelum menjawab pertanyaannya, kak Fajar sudah menyelakku terlebih dahulu. "Adek gue itu, kak."

"Pantes kaya pernah liat, orang mirip lu, Jar."

"lagi sweet seventeen nih kak," lagi-lagi kak Fajar menyebarkan perihal tentang ulang tahunku pada sembarang orang. 

Kak Greys tiba-tiba merangkulku seakan sudah akrab sejak lama, "wah! Selamat ulang tahun!" lalu mengacak-acak rambutku. Dadaku rasanya ingin meledak saking senangnya, gak dapat tanda tangan Liliyana juga gapapa. kaya gini juga udah seneng pake banget.

Setelah berbincang singkat dengan kak Greys, beliau pamit untuk kembali ke asrama karena jadwal latihannya telah usai. Kak Fajar segera memasuki lapangan untuk sekedar pemanasan, tak lama sosok kak Rian akhirnya muncul dengan raket di tangannya. Ini pertama kali aku bertemu dengannya secara langsung, kami pernah berbincang sepatah dua kata saat aku dan kak Fajar sedang telfonan di waktu luang.

"Dandan lama amat kaya cewek," ledek kak Fajar sambil masih fokus pada kok yang berterbangan.

Kak Rian hanya memandang kak Fajar dengan sinis, lalu ikut masuk ke lapangan dan mulai latihan. Aku masih duduk dengan santai sembari melihat kak Fajar dan kak Rian berlatih bersama, aku iri sama kak Fajar. Dia akhirnya bisa masuk Pelatnas waktu kisaran umur sembilan belas tahun, dan aku sekarang masih berjuang agar dapat berada di posisi yang sama dengannya. 

"Jom, itu adek gue gak lo sapa? Katanya penasaran," ujar kak Fajar yang sedang mengambil botol minum dalam tasnya.

kak Rian yang sedang mengelap keringatnya menggunakan anduk itu langsung mengalihkan perhatiannya padaku, dia menatapku dengan lekat. "Iya Jar, bener-bener mirip lo. Cuma versi lebih bening, lo kan dekil."

Kak Fajar menatap kak Rian dengan cengo, gak biasanya cowok kalem itu ngatain dia dengan sadis.

"Oh iya dek, tuh ambil susu titipan lo di tas."

Kak Fajar melanjutkan latihannya dengan serius. Aku mengambil sekotak ultramilk rasa coklat dari dalam tas milik ka Fajar. Kebetulan sebelum berangkat kesini, aku dan kak Fajar belum sempat sarapan karena dirumah tidak ada bahan makanan. Jadi untuk sementara akan aku ganjal perutku dengan sekotak susu ini.

Aku mulai merasa pusing. pikiranku seakan ribut dengan banyak suara. Mungkin aku harus segera sarapan, karena kondisiku sudah mulai aneh seperti sekarang.

Sekitar pukul sepuluh pagi akhirnya kak Fajar dan kak Rian menyelesaikan latihannya. Aku dibawa kak Fajar masuk ke dalam kamar asramanya, namun tidak terdapat koh Sinyo selaku roomate sejati kak Fajar disana.

"paling lagi pulang ke ci Agnes," terang kak Fajar seolah membaca pikiranku.

Kak Fajar meninggalkanku masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan aku tidur terlentang di kasur miliknya, sambil memegang kepalaku yang rasanya seperti mau pecah. Rasanya seperti banyak orang yang sedang berbisik-bisik di sebelah telingaku, aku mulai merinding karena bisa saja itu ulah setan.

"Dek bangun, ayo kita makan, pucet banget kamu itu," ujar kak Fajar membangunkanku karena ketiduran.

Aku mengikutinya berjalan di belakang kak Fajar, kak Rian tiba-tiba sudah berada di belakangku berjalan dalam diam. "Astaga, kaya setan aja!"

Kak Rian hanya tersenyum. Kami sampai di ruang makan Pelatnas yang sudah diisi oleh banyak atlet lain yang ingin makan siang. Kak Fajar menyuruhku untuk duduk di salah satu meja yang berdekatan dengan jendela, sementara dia mengantri untuk mengambilkan makanannya dan punyaku. 

Aku duduk berhadap-hadapan dengan kak Rian yang asik bermain hp. Aku kembali memegang kepalaku yang pening, walaupun tidak separah tadi. Suara-suara yang muncul lebih mudah aku kontrol, seperti aku bisa mengendalikan apa yang ingin aku dengar.

'Kapan lo balik suka ke gue, Ji'

Samar-samar aku mendengar suara kak Rian yang diucapkan secara pelan. Namun anehnya suara itu terasa muncul di kepalaku, bukan dari mulut pria itu.

Aku menatap kak Rian yang sedang melihat seseorang yang duduknya tidak jauh dari meja kami.

'Gue berani ngomong aja engga haha'

Lagi-lagi suara kak Rian terdengar di kepalaku. Ini kak Rian emang ngomongnya pelan banget apa?

"Loh, kak Rian suka sama kak Gregoria ya?" tanyaku.

Kak Rian melotot kaget, dia langsung mengubah posisinya menjadi di sebelahku, lalu menutup mulutku dengan telapak tangannya.

Mind ; Rian ArdiantoWhere stories live. Discover now