"Mama gak tahu apa yang aku rasakan. Aku dan Kak Panji saling mencintai, dan itu tak bisa kami hindari. Tolonglah mengerti posisi kami!" Lana memejamkan matanya sejenak, mencoba untuk menetralkan emosinya dan rasa sesak di dadanya. Kepalanya terasa begitu pening.

"Lea, kamu tahu kan kalau kalian adalah saudara satu ayah? Kamu tahu incest, 'kan? Dan kamu pasti tahu juga apa dampak yang terjadi dari hubungan sedarah. Kamu adalah orang berpendidikan tinggi dan lulusan luar negeri. Tidak mungkin kalau kamu tidak tahu hal ini." ucapnya dengan nada biasa dan tidak meledak-ledak seperti tadi. Ia merasa lelah jika harus terus-terusan meluapkan amarahnya kepada putrinya yang keras kepala itu. Lea terdiam.

"Aku tahu, Ma." jawabnya. Lana mengangguk.

"Oke, kamu tahu. Lalu, kenapa hal ini bisa sampai terjadi di antara kalian? Apa saja yang telah kalian lalui selama ini? Berapa banyak hal yang tidak kami ketahui tentang apa yang kalian sembunyikan dari kami selama ini?" tanyanya sambil menatap putrinya. Lea terdiam sejenak. Ia menghela nafasnya. Ia membalas tatapan penuh keingintahuan wanita yang memiliki manik mata yang diwariskan kepadanya itu.

"Semua terjadi begitu saja, Ma. Semuanya datang tanpa bisa dicegah, dan kami tak bisa menghentikannya. Meskipun aku bercerita panjang lebar, kalian tetap tak akan mengerti perasaan kami. Tak ada gunanya juga untuk diperdebatkan lagi karena kalian tetap dengan asumsi kalian, dan kami dengan apa yang tengah kami rasakan." Lana menatap tidak percaya putrinya. Jadi, ia harus menganggap semua ini angin lalu dan tidak perlu dibesar-besarkan? Ia menatap tajam sang putri.

"Apa kamu bilang? Maksud kamu menyuruh kami untuk menganggap hal ini biasa-biasa saja dan tidak perlu dipermasalahkan, begitu? Mama benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiranmu, Lea." ucapnya sambil menggelengkan kepalanya. Lea hanya terdiam.

"Coba kamu pikirkan, jika kalian sampai nekat menikah dan punya anak, apa jadinya dengan anak kalian nanti? Bagaimana anak kalian harus memanggil ayahnya? Apa anakmu memanggil ayahnya dengan sebutan 'Om'? Jangan gila, Lea! Belum lagi dampak secara biologis juga mental pada keturunan kalian dari hasil perkawinan sedarah kalian. Apa kalian tak benar-benar berpikir ke arah sana?" Lea masih terdiam, membiarkan mamanya mengoceh sepuasnya. Bukannya ia tak pernah berpikir akan dampak besar yang terjadi pada hubungan terlarang mereka, tapi ia menutup mata dan telinganya dari kenyataan yang ada karena rasa cintanya yang begitu dalam kepada sang kakak. Cinta memang membutakan segalanya, tak peduli rasa itu singgah pada orang yang salah, yang tak seharusnya untuk dicintai sebagai lawan jenis. Karena rasa cintanya pula, ia melupakan kegelisahan akan resiko besar itu. Selama Panji terus berada di sisinya dan tak pernah melepas genggaman tangan mereka, sebesar apa pun rintangan yang menghalangi jalan mereka untuk bersatu, mereka akan terus maju dan tak terpikir untuk mundur lagi.

"Keputusan ayahmu sudah benar. Kami benar-benar harus mengirimmu ke Inggris. Maaf, bukan kami bermaksud untuk membuangmu ataupun tak menyayangimu lagi, jangan pernah berpikir seperti itu! Justru kami melakukan semua ini demi kebaikanmu dan juga Panji. Kami terpaksa harus memisahkan kalian agar kalian berpikir jika apa yang kalian rasakan saat ini hanyalah sebatas nafsu tak terkendali yang bisa menghancurkan kalian setiap waktu. Dan untuk itu kami ingin menyelamatkan kalian. Seiring berjalannya waktu pasti kalian akan melupakan perasaan kalian dan menemukan orang yang tepat bagimu atau Panji untuk menjadi pendamping hidup. Kalian harus tahu, perasaan kalian hanya sesaat dan sebatas nafsu buta semata." ucapnya sambil beranjak dari duduknya, bergegas untuk keluar dari sana. Lea menatap mamanya yang sudah menuju pintu dengan air mata yang berderai kembali.

"Mama, jangan, Ma! Aku gak mau pisah sama Kak Panji." ucapnya lirih yang masih terdengar di telinga Lana. Wanita itu berhenti sejenak, lalu segera meraih knop pintu dan keluar dari sana, tak menghiraukan lagi apa pun yang diucapkan putrinya. Pintu pun tertutup kembali menyisakan Lea yang kembali menangis dalam kesendiriannya. Ia menelungkupkan wajahnya pada kedua lututnya yang ditekuk. Bahunya berguncang karena tangisnya yang pecah kembali. Apa ia akan benar-benar berpisah lagi dengan Panji seperti beberapa tahun yang lalu? Dan mungkin ia tak akan pernah dipertemukan kembali dengan kakak yang dicintainya sebagai lelaki dewasa itu. Lea tak sanggup dan tak mau membayangkan semua itu harus terjadi padanya.

This LoveNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ