Salah tanya?

Mulai dari awal
                                    

Sandra tertawa pelan. Dalam hatinya, dia bersorak gembira. Ternyata Bara sering menceritakan dirinya ke sang bunda. Ah, Sandra merasa spesial.

"Bunda sering masak?"

"Iya. Kok kamu tau?"

"Tadi, waktu barusan masuk, Kak Bara bilang, bunda pasti lagi masak. Gitu katanya, bunda emang sering masak?"

"Iya. Kamu suka masak?"

"Gak terlalu bisa sih, bun."

"Ya udah, gak papa. Kapan-kapan kita masak bareng di sini, mau ya?"

Sandra tentu saja mengangguk antusias. Kapan lagi bisa masak bareng sama calon mertua?

Rintan menyodorkan apel yang sudah ia potong menjadi masing-masing empat bagian. "Dimakan sayang."

"Iya bun." Sandra mengambil satu dan langsung memakannya. Tak lama kemudian, Bara datang dengan segelas susu di tangan kanannya, dan segelas air putih dingin di tangan kirinya.

"Nih, harus abis pokoknya!" ucapnya seraya meletakkan dua gelas itu di atas meja di depan Sandra.

"Buat aku?"

"Enggak. Buat kucing tetangga. Ya iyalah, Sandra!"

"Oh. Hehe, makasih kak! Tapi btw ini dua-duanya harus diminum? Satu aja kalik ya?"

"Diminumlah! Pertama minum dulu air dinginnya, baru deh lo minum susunya!"

"Iya deh iya."

"Bun, titip masa depan ya? Bara mau salin dulu." ucapnya pada Rintan yang diiyakan sang bunda. Sebelum ke atas, sempat-sempatnya cowok itu mencium kening sang bunda. Lalu, ia naik ke atas, menuju ke kamarnya untuk berganti pakaian.

***

"Sembilan puluh sembilan, seratus, seratus satu." Sandra menggerak-gerakkan tangannya ke langit untuk menghitung banyaknya bintang di langit sana.

"San, gak usah dihitung. Bikin lo capek aja," komentar Bara.

Saat ini, mereka sedang di taman belakang rumah Bara dalam posisi tidur telentang menghadap langit. Bara sudah memakai pakaian casual nya, sedangkan Sandra masih memakai seragam sekolah dan dibaluti hoodie yang ia bawa dari rumah.

"Ih! Tadi udah berapa ya? Lupa kan!" Sandra mengerucutkan bibirnya kesal.

"Makanya, gak usah dihitung. Mereka itu gak akan kehitung, sama kayak cinta gue ke lo."

Sial.

Pipi Sandra rasanya sudah memanas. Untung saja penerangan di luar ruangan ini secukupnya, dan tidak terlalu terang. Semoga saja Bara tidak melihatnya.

"Gombal!"

"Enggak. Itu kenyataan." Baiklah. Sandra hanya bisa diam mendengar balasan dari Bara tadi sembari menetralkan suhu di wajahnya.

"Lo udah bilang kalau pulang malem?"

"Udah. Tadi waktu Kak Bara salin," jawab Sandra tanpa mengalihkan pandangannya dari langit malam yang indah.

Bara hanya ber-oh ria. "San, kalau suatu hari gue pergi, lo mau apa?"

Sandra dengan cepat menoleh ke samping untuk melihat Bara. Cowok itu masih fokus menatap langit. "Maksudnya?"

"Kalau gue menghilang, apa lo akan benci sama gue?"

"Meng ... Hilang? Menghilang kemana?"

"Kemana aja."

"Aku akan cariin kakak sampai ketemu, jika menghilang yang kakak maksud bukan pulang ke Allah."

"Kalau gue gak mau nemuin lo?"

Pelarian (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang