1💦

9.2K 458 2
                                    

Sebuah rumah tidak terlalu besar dengan lantai satu beratapkan genteng yang mulai menua dan juga cagak-cagak yang mulai meropos karena dimakan rayap ini sudah menjadi istana bagi Raras wulandari. Rumah yang sederhana itu mampu melindungi mereka dari panasnya matahari dan tingginya curah hujan.

Dan hari ini Raras sedang melakukan kegiatan rutinnya, kegiatan yang selalu menemani Raras beberapa tahun silam, yaitu mulai dari mencuci pakaian mereka, memasak makanan untuk mereka, dan juga membersihkan rumah itu. Semuanya adalah kegiatan yang selalu dilakukan oleh Raras, tanpa ada yang membantunya. Apa boleh buat, disaat ia ingin mengeluh, siapa yang akan mendengarkannya.

Raras sangat iri dengan teman sebayanya, dimana mereka sedang asiknya sekolah dan bermain dengan sangat bahagia, berbeda dengan Raras yang hanya melakukan perintah dari bibik dan sepupunya. Membuat dia tidak pernah memiliki seorang teman sampai sekarang ini.

Tuhan tolong kirimkan seseorang yang mau menerimaku apa adanya, dengan kasih sayang, dan dengan perhatiannya. Aku lelah dengan mereka yang selalu menghinaku. Ayah, ibu tolong doa kan anakmu ini semoga mendapatkan orang yang tepat kelak nanti.

Itu adalah doa yang terus saja Raras ucapkan disela-sela waktu luang yang ia dapat. Hanya meratapi nasip buruk yang menimpa dan menanti kehidupan yang lebih baik. Mungkin.

Saat Raras sedang menyapu lantai sambil melamun, suara yang begitu keras membuatnya sedikit terkejut. "RARAS....." Diana menjerit memanggilnya dengan tidak sabaran, suara yang begitu keras pasti terdengar sampai rumah tetangga.

Suara itu terus saja memanggilnya "RARAS...." Dan tanpa berfikir Raras segera berlari menghampiri bibiknya.

Raras melihat Diana yang berdiri dengan amarah yang membuncak. "Iya bik ada apa...?" Raras perlahan mendekati Diana yang sedang berada di dapur dengan sedikit gemetar.

Diana yang melihat Raras segera berteriak. "Kau tuli hah....aku memanggilmu sampai tenggorokanku terasa sakit kenapa kau tidak segera datang! ohh aku tau, kau sedang enak-enakan istirahat didalam dan mengabaikan tugasmu yaa.... jawab!" Diana melototi Raras dengan tatapan membenci. Melontarkan kata-kata yang belum tentu benar didepannya.

Raras takut, dia mencoba untuk menjawab. "Ti-tidak bik, Raras sedang.. sedang menyapu di depan bik..." cicit Raras hampir tidak bisa didengar.

"Halah kau memang anak pembawa sial... pantas saja jika kedua orang tuamu pergi. Lebih baik mereka mati daripada merawat anak yang tidak berguma sepertimu, mereka pasti tidak tahan denganmu."

Raras mulai meneteskan air matanya mendengar perkataan itu, bagaimana bisa bibik yang dia hormati mengucapkan kata-kata yang sangat pedas kepadanya. Apakah selama ini dia melalaikan tugasnya? Dia selalu patuh akan perintah mereka, lalu kenapa bibiknya mengatakan kalau orang tuanya pergi karena dia.

Diana melanjutkan dengan sinis. "Tidak usah sok drama didepanku, sekarang cuci semua piring ini sampai bersih! Aku tidak ingin ada kotoran sedikitpun, ingat itu!!" Setelah mengatakan itu Diana pergi meninggalkan Raras yang sedang menangis. Selalu seperti ini.

Tidak ingin bibiknya mengamuk lagi Raras segera menjalankan perintahnya. Raras tidak tau mengapa bibikya sangat membenci Raras padahal dia tidak melakukan kesalahan apapun.

Raras membersihkan piring itu dengan sesekali menghapus air matanya dengan asal. Menghiraukan betapa sakit hatinya dia dengan mencuci seluruh piring itu.

Membilas satu piring terakhir membuat Raras sedikit lega. "Huh... akhirnya selesai juga." Raras mengelap tangannya yang basah dan bernafas perlahan.

Saat akan meninggalkan dapur, suara lain yang tidak kalah kencang membuat dia berhenti. "RAS..." sekarang giliran Sinta yang memanggilnya.

Raras menghampiri suara itu dengan cepat dan sedikit berlari kecil. "Ada apa Sin?" Dia melihat Sinta yang perlahan berjalan menuju salah satu kursi.

Antara Takdir Dan Jodoh (Tamat)Where stories live. Discover now