Ayana Adinda

109 10 1
                                    

Aku tersenyum. Ini sungguh sungguh menyenangkan.

Melihat wanita itu, yang masih pingsan dan ku ikat di kursi dengan tali. Menarik bukan. Aku hanya tinggal menunggu nya bangun dan mengajaknya bermain bersamaku.

Ah, aku rasa dia adalah korban pertamaku setelah 3 bulan tak beraksi. Apa kalian tau mengapa? Itu semua karna ulah para polisi bedebah itu!

Mereka semua, memang ingin menangkapku. Berkali kali menjebakku dengan ide bodoh mereka. Dan akhirnya, semuanya....sia sia. Mereka semua, mati ditanganku!

Menangkapku bukan hal yang mudah.

Tak berapa lama, wanita itu mengerjapkan mata. Mencoba bergerak dari ikatannya. Dia menatapku, matanya berkilat padaku.

"Apa ini? Apa yang kau lakukan padaku, Ayana?"

Aku terdiam. Apa yang dia bicarakan? Memangnya apa yang tengah aku lakukan?

"Aku tak melakukan apapun padamu. Aku hanya ingin mengajakmu bermain dengan beberapa pisau yang baru kuasah tadi pagi. Bukankah sangat menyenangkan? " Aku menyeringai, tanganku sibuk memainkan beberapa helai rambut milikku.

Pandanganku tidak terlepas padanya seiring kakiku yang mulai bergerak mendekatinya. Aku berhenti. Berdiri tepat di depannya. Berjongkok sedikit, kini kepalaku mulai sejajajar dengan kepalanya.

Aku tersenyum lebar, kemudian meludah tepat kewajahnya. Ia mengalihkan pandangannya dariku. Tatapannya padaku semakin membunuh.

"Apa? Apa kau ingin mengucapkan sesuatu padaku?"

Aku kembali menegakkan badanku. Kutarik kasar rambut miliknya. Ia memekik kesakitan. Hei! Dia baru kujambak. Belum kuapa apakan.

Wajahnya memelas menatapku seolah memohon pengampunan. Aku beranjak darinya, melepaskan cengkramanku pada rambutnya.

Aku menghampiri meja dimana seluruh pisauku tersedia. Bergerak menyentuh mereka semua dengan jari jari tanganku. Berhenti. Tanganku berhenti pada pisau kecil itu. Itu adalah pisau yang biasa kugunakan. List pisau kesayangan, mungkin.

Berbalik. Aku membawa pisau itu. Kutodongkan padanya dan dia hanya Menggelengkan kepalanya. Bukankah aku belum melakukan apapun padanya?

Aku mengulas senyum, mencoba memahami. Ah, terkadang manusia memang sangat cengeng rupanya.

"Ayana Adinda! Cepat lepaskan kakak! Jangan bertindak bodoh, kamu!"

"Kakak, bukankah dulu kau sangat suka mengajakku bermain? Kini giliran aku yang akan mengajakmu. Percayalah, kamu akan sangat menyukai permainan ini."

Ya. Seperti yang kalian lihat. Dia adalah kakak ku. Kakak kandungku. Namanya, Aira Anastasya. Dia adalah orang yang merawatku semenjak kedua orang tuaku meninggal sewaktu aku kecil dulu. Aku menyayanginya. Tapi,, itu dulu. Kini, aku. sangat. membencinya.

Dia benar benar menyebalkan!





Flashback On~•~

"Ayana. Apa yang kamu lakukan?!"

Aku menoleh. Menatap polos. wanita yang berdiri didepanku.

"Kamu... Kamu... membunuh ayah dan ibu, Ayana!"

Aku memegang kedua telingaku. Aku benci setiap orang berteriak di depanku. Aku marah. Aku sangat marah saat ini.

"Kakak! Kakak! Kakak!"

Aku berteriak balik padanya. Menuding nya dengan jari telunjukku yang masih berlumur darah. Aku maju perlahan padanya. Menatap murka padanya.

Silent Psycho! Where stories live. Discover now