PADAM 17

10.5K 2.1K 185
                                    

Saya sedang rapat wali murid di sekolah putri saya saat melihat notif goal vote tercapai. Yang bener saja kenapa cepat sekali. Saya bela-belain kebut nulis untuk membayar hutang. 😂😂😂

Oke selamat meikmati😘😘😘😘

⛅⛅⛅⛅⛅⛅

Anggara menerima gelas kertas kopi yang di berikan Adjie untuknya. Lelaki yang bekerja sebagai tatto artis itu menyempatkan diri berkunjung ke bengkel tempat Anggara bekerja setiap sore.

"Jadi kamu belum tahu akan tinggal di mana?"

"Sudah tahu."

"Kamu sudah menemukan kos-kosan yang cocok?"

"Tidak."

"Lalu? Apa kamu akan pulang ke rumah orang tuamu?"

"Aku tidak punya apa-apa yang bersisa di sana, Adjie. Aku pernah menceritakan padamu bukan?"

"Iya, pernah."

Adjie telah duduk di kursi plastik yang di sediakan, memandang Anggara yang terlihat begitu lelah.

"Lalu maksudmu sudah menemukan tempat tinggal itu apa?"

"Nitara."

Untuk beberapa detik selanjutnya Anggara sangat menikmati kerutan di dahi Adjie mendengar ucapannya.

"Aku bukan orang yang suka menganalisis kata-kata. Kamu bisa menjawabnya dengan lebih gamblang. Karena jika terus mengucapkan jawaban bermakna ganda, aku terpaksa mengakui bahwa aku payah dalam hal itu."

Suara tawa Anggara terdengar serak sebelum lelaki itu terbatuk dan menyeruput kopinya untuk meringankan rasa kering di tenggorokan.

"Nitara adalah tempat tinggal yang kuinginkan, Adjie."

"Baiklah aku yang kurang waras berusaha berbicara normal dengan pria yang tengah patah hati."

Sekali lagi Anggara tergelak dn Adjie memicingkan mata ke arahnya.

"Flumu belum reda?"

"Bukan masalah besar, nanti sembuh sendiri,"

"Kamu perlu dokter minimal obat. Karena keadaanmu sekarang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Kamu terlihat kelelahan dan sakit, dan patah hati."

"Terima kasih karena mengulang kalimat patah hati itu terus. Efeknya cukup membuat dadaku bertambah perih."

Kini mereka  tergelak bersama. Anggara mengehentikan tawanya saat melihat Adjie menegakkan badan lalu menghembuskan napas berat.

"Kamu ada masalah?"

Adjie menatap Anggara yang kini menggososk hidungnya yang sedikit memerah.

"Manusia memang hidup dengan masalah di dalamnya."

"Ayolah kamu tahu maksudku."

Adjie berdecak kemudian meneguk kopinya.

"Aku ingin melepas Revan."

Suara kursi diseret karena Anggara yang mendekatkan duduknya ke arah meja yang membatasi dirinya dan Adjie cukup memekakkan telinga. Lelaki itu melirik kiri dan kanan. Suasana bengkel memang telah sepi karena jam pulang yang sudah lewat lima belas menit lalu. Hanya ada beberapa pekerja bengkel yang sedang membersihkan perlatan bengkel.

"Ini bukan hal yang bisa kita bicarakan di sini."

"Aku tahu, tapi aku rasa kita sama-sama sibuk untuk mencari waktu yang tepat demi sesi 'curhatan ala gadis remaja' bukan?"

PADAMWhere stories live. Discover now