PADAM 14

10.8K 2.2K 165
                                    

Saya mau memberi tahu bahwa cerita ini akan saya lanjutkan hanya untuk tiga part kedepan untuk memutuskan apakah cerita ini akan lanjut di up atau tidak, karena saya ternyata tidak sehebat itu menggarap dua cerita secara bersamaan😭😭😭😭

Saya keteteran dan imajinasi saya cenderung rancau. Part kemarin saja banyak yg merasa tidak maksimal dan kecewa, sama seperti saya. Jadi memang antara PENDAR dan PADAM harus memilih salah satu cerita untuk saya selesaikan terlabih dahulu.

🎲🎲🎲🎲🎲🎲🎲

Anggara menghirup aroma kopi sususnya perlahan, sebelum menyesap dan diakhiri dengan desahan nikmat yang berlebihan. Di sampingnya Adjie hanya menggeleng kepala bosan.

Mereka tengah duduk di balkon yang dijadikan teras antara kamar Nitara dan kamar Adjie, berlapis tikar plastik bergambar taman bermain dan berwarna sangat cerah.

"Kamu masuk saja jika gelisah."

Adjie membuka suara, memutuskan bisu yang terasa menjemukan sedari tadi. Anggara kembali menyesap kopinya sebelum tergelak sendiri. Iya, sebentar lagi dia akan positif sinting. Sudah dua bulan ia tinggal bersama Nitara, tapi hubungannya dengan wanita itu seolah jalan di tempat. Benar jika Nitara kini tampak lebih ceria, ia bahkan sudah mulai bisa diajak bercanda. Benar pula jika Nitara mulai membuka diri untuk berbagai jenis hubungan dengan orang lain terkecuali romansa tentunya, hanya saja wanita itu tetap seperti labirin yang tak memberikan jalan keluar untuk Anggara. Wanita itu terlalu membingungkan, membiarkan Anggara mendekat tapi tidak pernah mengizinkan lelaki itu memasuki hatinya.

Jika saja tekadnya tidak sekuat baja, sudah dari dulu Anggara menyerah. Semua usahanya terasa semakin sia-sia saja. Hanya memikirkan untuk tidak melihat Nitara terbangun di sampingnya setiap pagi terasa tidak menyenangkan. Oh Anggara menyadari sudah ada hal janggal terjadi di hatinya, tapi lelaki itu memilih tidak buru-buru memastikan. Ia sekali lagi tidak ingin memaksa Nitara setelah luka wanita itu yang cukup banyak.

"Apa aku perlu menyeret Revan pulang?"

Anggara mengernyitkan kening lalu kembali tergelak. Ia tidak lagi merasa horor saat bertemu Revan dan Adjie, mereka berdua manusia baik meski memiliki kelainan secara seksual. Kedekatan antara Anggara dan Adjie dipengaruhi kedekatan Nitara -Revan. Ajaib sekali bahwa lelaki cantik itu tahan bersama Nitara berjam-jam, ia menempeli Nitara seperti sorang adik manja pada kakak perempuannya dan kadang itu sedikit menganggu bagi Anggara,

"Baiklah aku akan menyeretnya pulang!"

Anggara memegang lengan Adjie sehingga lelaki yang tadi sudah mulai berdiri itu kembali duduk.

"Biarkan saja. Revan membawa dampak baik pada Nitara, dia jadi sering bicara saat bersama Revan."

"Kenapa aku malah merasa kamu sedang cemburu?"

Anggara menatap Adjie beberapa detik kemudian mendengkus.

"Itu pikiran yang lucu."

"Hei aku juga pria, meski tidak berminat pada wanita, aku menyayangi pasanganku. Dan aku tidak buta untuk tidak melihat kamu menyayangi Nitara, begitu besar."

Anggara menatap gelas kopinya yang terisi tinggal setengah, mengoyangkan isinya perlahan. Ia tidak tahu bagaimana harus menjawab ucapan Adjie.

"Kenapa kamu tidak mencoba berbicara dengannya?"

"Seseorang dari masa laluku datang."

Pada akhirnya Anggara memutuskan untuk membuka satu alasan kegundahannya selama ini. Setidaknya berbagi dengan Adjie mungkin bisa mengurangi benang kusut di kepalanya.

PADAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang