PADAM 11

11.5K 2.1K 142
                                    

Taukah kalian bahwa untuk menulis part ini saya harus sungkem kemmbah google lebih dari satu jam😅😅😅

🌼🌼🌼🌼

Anggara melepas slayer yang lebih dari tiga jam lalu membelit kepalanya, dengan handuk yang disodorkan Haikal-partnernya, Anggara mengelap keringat di wajah.

Lelaki itu memandang lelah mobil Volkswagen Cabriolet di depannya. Mobil keluaran Jerman pada tahun 1953 itu kini sudah berubah warna menjadi purple. Sedikit meringis karena tak menyangka bahwa lelaki paruh baya yang nampak gahar, sang pelanggan setia bengkel tempatnya mengais rizky itu memiliki selera yang cukup aneh, bahkan terlalu feminim. Memodifikasi mobil classic bukan hal baru bagi Anggara dan Haikal, tapi tetap saja melakukan restorasi hingga begitu drastis dan dianggap keluar dari karakter sang pemilik mobil mau tak mau membuat Anggara sedikit keheranan.

Sebagai teknisi interior utama jebolan Fakultas Teknik Otomotif salah satu Universitas ternama di negri ini, menghabiskan waktu berjam-jam untuk mewujudkan mimpi seseorang tentang mobil impiannya adalah hal yang menyenangkan, apalagi kali ini upah yang akan ia terima cukup untuk melanjutkan proyek pembuatan rumah impiannya bersama Nitara. Baiklah, mungkin rumah itu bukan bagian dari mimpi Nitara, hanya Anggara lah yang bermimpi, tapi siapa peduli?

Lelaki itu mengingat asal muasal tekadnya membuat rumah untuk wanita itu. Terbangun dengan sisi ranjang yang kosong, di sebuah kamar hotel tempatnya menghabiskan malam luar biasa bersama gadis suci yang telah ia rubah menjadi wanita seutuhnya membuat lelaki itu nekat mencari Nitara. Butuh usaha keras dengan menghubungi beberapa pria yang menjadi rekannya sebagai penari Striptise di pesta lajang Nitara agar bisa menemukan alamat wanita itu. Dan siapa sangka dua hari yang merupakan hari pernikahan Nitara lelaki itu nekat mendatangi ballroom hotel yang dijadikan tempat acara akad nikah Nitara berlangsung.

Namun, bukannya bisa menemui Nitara, lelaki itu malah disuguhkan bagaimana suasana berubah kacau, dua ambulance keluar dari gerbang hotel diikuti mobil lain, Anggara  melihat Nitara berada di salah satu mobil, wanita itu masih menggunakan baju pengantinya lengkap dengan riasan, tapi ada air mata di wajahnya dan jelas itu bukan air mata bahagia.

Pecayalah bahwa Anggara seperti orang gila mengikuti Nitara hingga ke rumah sakit, ia ingin bertemu dengan wanita itu. Namun, ia dihalangi oleh seorang gadis yang Anggara ingat sebagai seseorang menawarkannya langsung untuk menjadi penghibur di acara pesta lajang Nitara, gadis yang menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di acara pernikahan Nitara yang batal, gadis yang menyadarkan Anggara, bahwa ia telah menghancurkan banyak kehidupan. Dan meminta Anggara pergi jauh dari kehidupan Nitara.

Permintaan yang tak pernah Anggara lekasanakan, Anggara memang pergi dari rumah sakit, tapi sejak itu ia mengikuti Nitara diam-diam, melihat gadis itu dari kejauhan. Baru setelah tiga tahun lamanya, setelah ia sudah merasa cukup layak untuk berhadapan  dengan wanita itu, Anggara keluar dari persembunyiannya. Dengan keberanian dan tekad tidak akan menyerah meski diusir dan ditolak berkali-kali.

"Woi... kita memang sama-sama lelah Gara, tapi ekspresimu jangan seperti  ingin menangis begitu."

Anggara menatap Haikal dengan senyum kecil di bibirnya, partner kerjanya yang juga salah satu teknisi otomotif yang paling cakap di bengkel besar tempatnya bekerja sekarang. Mereka memang cukup kelelahan karena belum sempat istirahat sejak pagi.

"Berati besok kita tinggal memasang plafon?"

Anggara membuka suara, memilih untuk tak menghiraukan godaan Haikal.

"Iyap... semoga segera selesai, karena pemasangan jok dan karpet akan dilakukan setelah plafonnya terpasang."

"Semoga. Yang paling kusyukuri bahwa kita mendapatkan kaca kristal full tempered yang diminta Pak Wiryo."

Haikal mengangguk lalu kemudian meringis menatap Anggara.

"Aku hanya menyayangkan kenapa Pak Wiryo juga harus mengganti dashbor mobilnya, dan kenapa harus berwarna purple?"

Kali ini Anggara tergelak mendengar pertanyaan Haikal.

"Aku juga tidak mengerti, tapi selama upah yang dia berikan seimbang. Itu tidak  masalah."

"Ck kamu benar sekali. Aku sudah membayangkan akan membeli VW  yang sama dengan ini untuk kumodifukasi dengan gaji yang kuterima dari boss. Dan kupastikan kamu akan ikut dalam restorasi interiornya. Tenang aku akan mengupahmu juga meski tak sebesar pak Wiryo, kita kan teman."

Sekali lagi Anggara tergelak, Haikal memang tak tanggung-tanggung mengeluarkan uang untuk hal yang ia sukai. Meski itu adalah hasil jerih payahnya selama berbulan-bulan.

"Gunakan sesukamu, tapi ingat kita tidak akan selalu muda dan sehat, meski memiliki asuransi kita harus memikirkan masa tua."

"Astaga berapa umurmu Gara? Bagaimana mungkin kamu lebih perhitungan dari boss kita. Bahkan kamu terdengar lebih bijak dari pak Wiryo?"

"Sialan... aku mengatakan yang sebenarnya. Kelola uangmu dengan baik bung. Di masa depan kamu pasti ingin berkeluarga. Dan berkeluarga itu membutuhkan modal."

"Sebentar... selama kita bekerja bersama, baru kali ini aku mendengar kamu berkhotbah tentang berkeluarga. Apa ini berarti kamu sudah menemukan wanita yang kamu cintai?"

Anggara mengedikkan bahunya, lalu menjawab dengan senyum yang hampir membuat matanya hanya berbentuk satu garis tipis.

"Aku hanya menemukan wanita yang tepat."

"Ada perbedaan besar antara wanita yang dicintai dan  wanita yang tepat, Man.  Bisa jadi wanita yang tepat itu tidak kamu cintai, dan bisa jadi wanita yang kamu cintai itu tidak tepat untukmu."

"Kamu benar."

"Lalu kenapa kamu lebih memilih yang tepat dari pada yang kamu cintai. Bukankah seseorang selalu ingin hidup dengan orang yang dicintainya?"

Anggara sekali lagi tersenyum, lalu menggeleng pelan ke arah Haikal yang kini menatapnya serius dengan tangan terlipat sempurna di dada.

"Sekali lagi kamu benar. Manusia memang ingin hidup dengan orang yang dicintainya, tapi bagaimana jika kamu menutup mata dan membayangkan rumah di masa depan, hanya ada wajah orang yang tepat itu di sana."

"Bukankah itu berarti kamu mencintainya juga?"

Pertanyaan cepat Haikal membuat Mata Anggara melebar sesaat sebelum kemudian kembali tersenyum lebar.

"Cinta atau tidak itu sudah tidak lagi menjadi hal yan penting, karena aku sudah menemukan tujuan hidupku. Dan wanita itu adalah tujuan yang ingin kucapai segera."

"Apa wanita itu adalah gadis yang motornya rusak dan terlihat emosi saat berbicara denganmu beberapa hari yang lalu?"

"Tidak, dia wanita yang kuciintai,dulu."

"Dan di mana wanita yang tepat itu?"

"Bersembunyi dari dunia."

"Aku tidak mengerti."

"Kamu memang tidak perlu mengerti. Hahhaha...."

Tawa Anggara membuat Haikal mencebik sebelum mengambil sebuah tang dan berjalan menuju mobil yang tengah mereka modifikasi.

"Terserahlah... kisah rumitmu itu membuatku bingung yang penting sekarang mari mulai bekerja lagi, karena kurasa kamu membutuhkan biaya besar untuk mewujudkan rumah untuk wanita tepatmu itu."

Anggara terkekeh lalu memasang slayernya yang tadi ia buka. Dia memang akan kembali bekerja karena Haikal benar, bahwa ia membutuhkan uang untuk bisa memberikan rumah yang layak untuk Nitara. Anggara pun sedikit bingung, mengapa dengan Cahya dulu ia sama sekali tak pernah memikirkan sebuah rumah untuk mereka, tapi bersama Nitara ia bahkan berani membayangkan rumah bercat putih di masa depan.

Tbc

Love,

Rami

PADAMWhere stories live. Discover now