Paket Tengah Malam

51 14 8
                                    


Pukul sebelas malam aku beranjak dari tempat tidurku dengan membawa laptop serta headset yang masih menyumpal di kedua daun telingaku. Aku bergegas menuju kamar Ibu dan Ayah yang berada persis di samping kamarku. Jujur sebagai penikmat film horor sejati yang tidak gampang takut justru film horor found footage sederhana Lake Mungo asal Negeri Kanguru inilah yang sukses membuatku menekan tombol pause karena tak sanggup melanjutkannya sendiri.

Aku mengetuk pintu kamar mereka dengan pelan karena tak ingin membangunkan seisi penghuni rumah, dalam hal ini yang ku maksud adalah kedua abang kembarku Arya dan Arman. Entah kenapa dibanding kedua orang tuaku, justru 'Duo Serigala' itulah yang sering membuatku dongkol dengan sikap cerewet dan penyakit marah-marah tidak jelas mereka kepadaku.

Intinya adalah 'Duo Serigala' sudah seperti duo hakim yang sangat judgmental yang tak menghargai privasi orang lain. Posesif terhadap adiknya meskipun mereka sadar betul bahwa aku adalah anak laki-laki yang tak mungkin bunting di luar nikah. Melarangku menutup pintu kamar sendiri guna mencegahku 'bermain-main dengan tanganku'. Sering membuka history browser-ku. Menggeledah isi tas sekolahku. Argghhh... sangat mustahil menemukan abang kandung seperti mereka di dunia manusia normal ini. Sungguh suatu sikap yang bertolak belakang dengan kedua orang tuaku yang memberikan kepercayaan bebas kepada ketiga putra mereka.

Tak berapa lama pintu kamar terbuka. "Kenapa, Dan?" Tanya Ayah dengan wajah kusutnya. "Mau tidur di sini." Jawabku singkat sambil senyum cengengesan dan langsung masuk tanpa menunggu persetujuan pria 45 tahun tersebut.

"Jam berapa ini?"

"Jam sebelas."

"Kenapa belum tidur?"

"Besok kan hari minggu!"

Aku duduk di samping Ibu yang sedang terlelap tidur dan meletakkan laptop di depanku.

"Kenapa nggak tidur di kamarmu?"

Ayah menutup dan mengunci pintu kamar, berjalan kembali ke tempat tidur.

"Nggak apa-apa!" Sahutku dengan tawa kecil. "Hah! Kenapa? Ayah pengen 'main' sama Ibu?" Tanyaku dengan nada mengejek. Mendengar ocehanku beliau langsung tertawa dan refleks melemparku dengan bantal di tangannya hingga membuat headset kananku terlepas.

"Sebentar doang kok. Kalau filmnya selesai aku balik lagi."

"Dasar penakut!" Timpal Ayah.

Aku memasang kembali headset kanan yang terlepas dan bersiap menekan tombol play di laptop.

"Dan, ambilkan bantal Ayah!"

Aku mendesah, dengan langkah malas aku beranjak dari ranjang, memungut bantal di lantai yang baru saja Ayah lempar dan mengembalikannya kepada beliau.

***

Tiga puluh dua menit telah berlalu, rasa takutku pada Lake Mungo semakin memuncak mendekati ending, meski auranya sudah tidak semenakutkan ketika aku menyaksikannya seorang diri.

"Tok-tok-tok." Pintu kamar tiba-tiba berbunyi hingga membuatku terlonjak kaget di tengah-tengah ketegangan film, meski headset menyumpal di kedua telingaku, aku tetap bisa mendengar suara ketukan tersebut.

"Yah, Dani nggak ada di kamarnya!"

"Huhhh..." Aku menghela nafas, dari suaranya aku tahu itu sudah pasti 'Duo Serigala' Bang Arya dan Bang Arman. "Ngapain sih tuh dua orang gentayangan malam-malam?" Desahku dalam hati. Ayah terbangun, aku pura-pura tidak mendengarkannya. Dengan setengah sadar beliau mengucek kedua matanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Efek Paket Anonim?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang