Tentang Haris Januar

3.2K 304 6
                                    

Namanya Haris Januar. Panggil Ayis saja biar akrab, katanya.

Dengan dua bola mata yang berubah menjadi garis lengkung lucu ketika dia tersenyum dan mole kecil di bawah mata kanannya, ia tampak terlalu bersinar dan menyilaukan mata. Indah sekali dan terlalu sempurna. Dan sepertinya ketika Tuhan menciptakan Haris Januar, Dia sedang bahagia. Begitulah Haris bagi saya saat kami pertama kali jumpa.

Dan kalau sekarang saya ditanya bagaimana seorang Haris Januar di mata saya. Tidak cukup bagi saya menjelaskan dengan satu atau dua kata saja, karena saya paham betul kalau seorang Haris Januar lebih dari sekadar kata-kata bagi saya, lebih dari sekadar nama seorang lelaki yang akhir-akhir ini tidak absen menggenggam jemari saya.

Di mata saya, Haris Januar terlihat begitu sederhana. Apapun bisa membuatnya tertawa bahagia. Dia bisa menyayangi sesuatu dengan mudah dan dengan caranya. Walau terkadang keras kepala, dia bisa bersikap sangat dewasa dan bisa diandalkan.

Bagi saya, Haris Januar terasa hangat. Sudut bibirnya yang tertarik ketika tersenyum. Ujung jemarinya ketika menggenggam milik saya. Dan eksistensinya sendiri di bumi sudah membawa hangat.

Setelah mengenal Haris lebih lama, saya sadar kalau Haris juga manusia biasa dengan banyak celah. Anak manusia biasa yang terkadang hidupnya bisa redup juga, yang tak melulu tentang bersinar terang.

Tak hanya itu, saya pun mulai menyadari detail-detail kecil yang ada pada Haris, seperti bagaimana matanya berbinar cerah ketika membicarakan anjing kecil peliharaannya. Bagaimana dia selalu membasahi bibirnya tiap kali akan berbicara. Bagaimana jemari rampingnya memutar-mutar kunci mobil ketika kami berjalan menuju parkiran. Bagaimana dia selalu berdehem pelan untuk memulai obrolan kami ditelepon. Dan demi Tuhan, semua detail kecil itu membuatnya terlihat jauh lebih indah.

As time passed by, sosoknya mulai sering saya asosiasikan pada hal-hal yang saya temui sehari-hari. Haris jadi langit malam, dengan atau tanpa bintang, semua mata selalu ingin melihatnya dari ujung rambut hingga ujung kuku kaki. Di antara alunan lagu yang selalu saya putar sebelum tidur pun mulai terdengar seperti suara Haris. Bahkan ketika hujan yang tiba-tiba turun di siang hari, saya masih bisa melihat sosok Haris di antara derasnya rintik yang menghujam bumi tanpa ampun dan tanpa peringatan, dia datang tanpa diminta dan tanpa aba-aba dengan membawa sensasi lain yang menyenangkan.

Semakin lama mengenalnya, saya mulai peduli lebih dari yang seharusnya. Dan tentu, sekarang bagi saya Haris bukan hanya sekadar teman.

Ah iya, saya juga berterima kasih pada Cal yang sudah tanpa sengaja mempertemukan saya dan Haris. Iya Cal, Calvin Antares yang anak ilmu hukum itu. Tapi rasanya tak perlu ya saya ceritakan bagaimana saya dan Haris bisa bertemu dengan perantara Cal. Oh by the way, saya dan Cal kenal karena satu kelompok saat ospek, dan terus dekat sampai jadi teman baik seperti sekarang. Dan iya, saya satu tahun lebih tua dari Haris.

Apalagi ya yang harus saya beri tahu tentang Haris? Sebenarnya masih banyak tapi saya rasa lebih baik kalian simak cerita saya dan Haris di hari selanjutnya. Sampai jumpa di hari selanjutanya!

***

pia's note:
Halo,
Seperti yang aku bilang di Prakata, cerita Hari Bersama Haris ini sudah pernah aku publish tapi aku unpublish untuk direvisi di beberapa bagian, dan sekarang aku republish lagi dengan bagian-bagian yang sudah diperbaiki.

Thank you for reading
Hari Bersama Haris

Hari Bersama HarisWhere stories live. Discover now