Bab 23 Janji

2.7K 291 28
                                    

Di mulmed ada lagu Blue - Breathe Easy.  Nyesek lagunya.
Lagu yang aku pake buat bikin feel eleanor menjelang ending.
***

Seperti biasa, pagi itu Nathaniel sudah berada di kediaman keluarga Kournikov untuk menjemput gadis pujaan hatinya. Sejak pembicaraan mereka di restoran waktu itu, ia sudah  bertekad untuk membuktikan bahwa ia tidak main-main dengan ucapannya. Lebih mendekatkan diri kepada anggota keluarga Kournikov yang lain, agar jalannya untuk segera menikahi Eleanor berjalan lancar.

Seperti saat ini, ia menikmati perbincangannya bersama Julian Kournikov mengenai keadaan bisnisnya saat ini. Ia sangat menyukai bertukar pikiran dengan pria tua di hadapannya yang kini memilih beristirahat di masa tuanya. Mengalihkan semua pekerjaannya kepada ketiga  putranya, Richard, Ramsey, dan Roberto.

“Dulu Kakek mana terpikir akan pensiun dan berleha-leha di rumah seperti ini, terlebih setelah istriku meninggal. Mendiang Nenekmu tak pernah mengeluh rumah yang sepi karena ditinggal oleh anak-anak. Kami mencari kegiatan yang bisa dijalani bersama-sama. Menikmati waktu berdua di usia yang semakin tua, saling mengisi, dan menemani.”

Julian bercerita sambil tersenyum, mata menerawang mengingat masa-masa itu.

“Kakek tampak sangat mencintai mendiang Nenek.”

“Kami menikah karena perjodohan. Kakek dulu mempunyai seorang kekasih saat menikah dengan Liliana, dia mengetahuinya, tapi tidak mempermasalahkan apalagi belum ada cinta di  antara kami saat itu. Hubungan kami lebih seperti seorang teman dekat, dia begitu perhatian dan memahami karakter kerasku ini lebih dari siapapun. Dialah asisten terbaikku dalam segala hal. Sampai akhinya Kakek tersadar, bahwa kekasih cantik yang mampu memberikan cinta dan kenyamanan taklah cukup. Hanya Liliana yang Kakek inginkan untuk menjadi teman hidup selamanya, tempat pulang dalam segala hal. Ibu yang tepat untuk anak-anak kelak.”

Nathaniel tersenyum mendengar curahan hati seorang Julian Kournikov, mirip dengan kisahnya. Bahwa perlu perjalanan bertemu dengan wanita lain sampai akhirnya sang hati memilih siapa yang diinginkannya untuk menemani sisa hidup. Ia semakin yakin dengan apa yang dirasakannya kepada Eleanor saat ini, hanya dia yang ia butuhkan untuk menjadi teman hidupnya. Selamanya.

“Setelah Liliana meninggal, terasa sekali dinginnya rumah ini. Dia sempat berpesan supaya Kakek berbaikan dengan Roberto, mengajaknya pulang ke rumah ini. Selama ini ternyata dia mengawasi putra bungsunya itu tanpa aku ketahui. Begitulah cara dia mencintai dan memahamiku. Dan ternyata wasiatnya itulah yang memberikanku kebahagian lain, hadirnya Eleanor dan Mariana.”

“Menantu dan cucu perempuan yang sempat kutolak itu ternyata menghidupkan kembali kehangatan rumah ini. Menikmati perdebatan mereka dan  keramaian di pagi hari menjadi hiburan yang menyenangkan untuk kakek tua ini. Karena, mereka seperti mengingatkanku bahwa mendiang istriku seperti masih ada di sini. Dengan segala sikap perhatian dan kecerewetanya yang selalu mengkhawatirkan kesehatanku. Sikap riangnya menutupi sakit yang ia derita, dan lebih memilih mengkhawatirkan suaminya yang tidak peka.”

Nathaniel menyesap kopinya yang tadi disuguhkan langsung oleh Eleanor. Gadis itu kini sudah pandai membuatkan kopi yang sesuai seleranya, entah apakah hanya karena perasaan saja tapi rasanya sangat berbeda dengan yang ia minum biasanya.

“Sekarang aja kedengeran suara Eleanor yang lagi debat sama Mami Mariana,” celetuk Nathaniel yang kemudian diangguki Julian sambil tertawa terkekeh.

“Mereka itu setiap hari selalu saja ada bahan perdebatan. Nanti kalau kamu sudah menikah, jangan bawa Eleanor pergi dari rumah ini sebelum kalian punya anak ya,” pinta Julian.

Mata Nathaniel berbinar menerima sinyal pengharapan Julian,

“Pasti, Kek,” ucapnya tegas, “Nanti kami akan membuat banyak cucu untuk menemani Kakek.”

E L L e : My WonderwallWhere stories live. Discover now