Bab 13

2.3K 249 10
                                    

lay Mulmednya yaa, enak banget ini sumpah. bayangin yang nnyanyi Babang Nathan

***

Eleanor dan Nathaniel berlari kecil, keluar dari klub sambil bergandengan tangan. Keduanya tertawa riang karena sudah berhasil menyelinap dari 'perseteruan kecil' Talita dan juga Yusuf Akbar.

"Mama Talita kalo lagi marah, parah juga ya?" ucap Eleanor sambil masih terus tertawa.

"Hahaha ... Mama-lah yang bikin suasana di rumah menjadi hidup, El. Ratu drama juga."

"Ya iyalah, mantan aktris terkenal gituloh."

"Sebenarnya tadi aku sudah bilang ke Papa, supaya pulang dan makan siang di rumah saja. Biasanya Mama masak enak kalau Papa pulang dari luar kota. Eehhh ... gak tau kenapa, Papa malah suruh supir berbalik arah ke kantor."

"Hihihi ... cara balas dendamnya Mami Talita itu, unik. Papa Yusuf kebakaran jenggot liat Mama dideketin sama laki-laki lain."

"Jelas saja! Wanita seperti Mama tidak ada duanya, dia adalah pusat kehidupan kami. Papa yang kaku dan serba monoton lebih hangat jika sedang bersama Mama."

"Kebalikan dari Mami sama Papi. Mami orangnya tegas, kalau Papi hangat dan suka bercanda."

"Semoga suatu saat kita bisa seperti mereka ya, El"

Eleanor langsung menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Nathaniel, mempertanyakan pernyataaan laki-laki itu barusan.

"Maksudku, siapapun pasangan kita kelak, semoga kita akan seperti orangtua kita. Memiliki satu cinta untuk selamanya, mendapatkan teman hidup yang saling melengkapi kekurangannya," jelas Nathaniel

Eleanor mengangguk sambil tersenyum kecil, itu juga yang menjadi harapannya. Memiliki seseorang yang akan menjadi teman hidupnya, dan ia tidak berharap bahwa pria itu adalah orang yang kini berada disampingnya. Karena ia tahu, pria itu sudah memiliki cinta untuk satu orang wanita, dan mereka akan menjadi pasangan paling serasi dan bahagia nantinya.

"Semoga aku cepat menemukan pria itu, Kak," ucapnya pelan dan penuh harap, ucapannya itu tertangkap oleh telinga Nathaniel.

Pria itu tertegun sejenak, kakinya seperti menapak kembali ke bumi. Tersadar bahwa suatu saat, perempuan disampingnya ini, tidak bisa selamanya menjadi gadis kecilnya yang akan selalu menghibur dirinya. Suatu saat dia akan pergi melangkah bersama pria lain, melanjutkan hidupnya, tertawa dan memberi kenyamanan khusus untuk satu pria saja dalam hidupnya. Dan itu bukan dia.

Sesaat perasaan tidak suka menyelinap ke dalam hatinya, ia memejamkan mata sejenak menghentikan bayangan itu, ia ingin menikmati lebih banyak waktu lagi bersama gadis kecilnya.

Nathaniel menarik tangan Eleanor dan menggenggamnya, "Kita jalan-jalan, yuk!" ajak Nathaniel sambil merapatkan kembali jas miliknya di tubuh mungil Eleanor, lalu menggenggam tangannya, membawanya berjalan menyusuri jalanan.

"Terus mobil Kakak, gimana?"

"Aku suruh supir bawa mobil dan jemput kita nanti."

Eleanor hanya mengangguk-angguk kecil, melanjutkan perjalanannya dengan tangan yang masih saling tertaut dengan pria itu. Tangan-tangan besar yang selalu mengulurkan tangan untuknya saat Eleanor kecil terjatuh, yang tak ragu memeluk dan membelai sayang puncak kepalanya. Ia hanya bisa tersenyum mengenang masa-masa itu, hal yang mungkin tidak akan terjadi lagi setelah perpisahan mereka, nanti setelah sandiwara ini berakhir.

Cuaca malam ini cerah, terbukti dari banyaknya bintang yang terlihat di langit kelam itu, cuacanya terasa panas tapi sedikit berkurang dengan adanya angin yang berhembus membelai rambut keduanya. Mereka berjalan di tepian trotoar, yang tidak terlalu ramai. Tak jauh dari tempat mereka berada ada sebuah taman yang ingin Nathaniel tuju.

E L L e : My WonderwallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang