(6) Anara atau Anata

1 0 0
                                    

Tubuhnya terasa lemas, ia menatap langit-langit rumah sakit. "Ayah!"dengan gerakan yang cepat Elani turun dari ranjang rumah sakit, lalu ia mencoba mencari ruangan ayahnya, dengan badan lemas ia terus menyusuri lorong rumah sakit.

Saat melihat seorang suster yang melintas di depannya ia langsung menyapa suster tersebut. "Suster?"

"Ya,"

"Apa suster tahu dimana ruangan ayah aku?"tanya Elani.

"Emang nama ayahnya, siapa dek?"tanya balik suster bermata sipit itu.

"Daniel."jawab Elani.

"Oh... nama itu?"terlihat sang suster mencoba mengingat-ingat nama itu, tapi nihil ia tak mengingatnya.

"Kita tanyain ke resepsionis aja ya."Elani mengangguk, lalu ia mengikuti suster tersebut, karena tubuhnya yang masih kecil ia tidak bisa melihat data pasien yang sedang di pamerkan.

"Gimana sus?"tanpa menjawab pertanyaan Elani, suster tersebut mengendong Elani dan mengajaknya pergi ke ruangan ayah Lani.

Setelah sampai didepan ruangan, Elani diturunkan dari pangkuan sang suster. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, suster tersebut pergi.

"Kok susternya aneh!"gumam Elani dengan dahi yang mengkerut.

Saat tangan kecilnya membuka pintu, ia dapat melihat bundanya-Merisa sedang duduk disebelah ranjang ayahnya, matanya sebab dan merah. Dengan perlahan Elani mendekati bundanya.

"Bunda,"panggil Elani pelan.

"Lani."gumam Merisa, Merisa langsung memeluk erat Elani, ia kembali menangis dipelukan anak kecilnya.

"Bunda jangan nangis, kan ada Lani. Lani yakin ayah gak bakal kenapa-napa, ayah bakal sehat lagi kok."Elani berusaha menenangkan bundanya, walaupun hatinya merasa tak yakin.

"Lani, bunda takut. Bunda takut ayah kenapa-napa!, bunda takut ayah pergi dari kita."ucapan itu meruntuhkan keyakinan Elani, merekapun menangis diselimuti sepi.

***

Haripun berganti, Elani kini harus rela berangkat sekolah tanpa diantar oleh kedua orang tuanya, untungnya ada pak Wil-wil supir kepercayaan orang tuanya.

Saat diperjalanan menuju ke sekolah, Elani terus memasang wajah sendu, dengan mata sembab dan pucat. Saat sedang belajarpun ia tak bisa memasang wajah ceria, ditambah lagi tingkah teman sebangkunya semakin aneh.

"Hei... Nama kamu siapa?"tanya Elani.

"Namaku?"tanya dia balik, Elani mengangguk.

"Anara."suaranya dingin, wajah Elani kini semakin memucat, kala matanya melihat mata temannya yang aneh seperti orang kerasukan.

"Anara kamu baik-baik aja kan?"suara Elani terdengar bergetar.

Anara menggelengkan kepalanya. "Aku gak baik-baik aja Lani, Lani tolong aku."ucapan Anara membuat Elani bingung sekaligus ketakutan.

"Kamu ngomong apaan sih An, aku gak ngerti?"dahi Elani berkerut.

"Tolong aku!"suara parau itu membuat Elani ketakutan.

"E... e... mangnya, kamu minta tolong apa?"

"Anata, dia hilang."ucap Anara panik.

"Hah, Anata! Siapa Anata?"ucap Elani kebingungan.

"Loh, aku gak kenal sama Anata."jelas Elani.

"Kamu kenal kok Elani, dia temanmu."jawab Anara sendu.

"Temanku yang mana? Aku gak punya teman yang namanya Anata, Anara."jelas Elani kembali, sedangkan Anara ia menggeleng cepat.

"Dia saudara kembar ku Lan."

Mistery and Little MoonWhere stories live. Discover now