(4) Maaf

9 2 0
                                    

Dengan tubuh yang gemetaran, Elani terus melangkahkan kakinya menuju suatu ruangan yang sangat terang dari yang lainnya.

Ia melihat ke sekeliling, lalu duduk di kursi yang berwarna sangat mencolok diantara yang lainnya.

Tanpa ada rasa penasaran atau rasa ragu ia memakan makanan yang ada di atas meja dengan lahap, Elani bersyukur bisa mendapatkan makanan di saat perutnya terus berteriak ingin di isi.

Tak...

Elani membalikan wajahnya, tiba-tiba saja jantungnya berdetak cepat, ia memegang tas punggungnya dengan erat dan mulai berdiri lalu pergi keluar dari ruangan itu.

Tepat di belakang Elani ada seseorang yang sedang tersenyum mengerikan, sambil menyodorkan tangannya dengan kuku sangat panjang dan tak lupa dengan darah yang mengalir hampir di sekujur tubuhnya.

"Makanan ku..."seru orang itu dengan tatapan yang mengerikan ke arah Elani yang sudah semakin menjauh.

Elani hanya dapat mendengar suara langkah kakinya dan suara angin yang terus berhembus membuat tubuhnya kedinginan.

Sesekali ia meringis, entah karena apa?

Sedangkan makhluk mengerikan itu dengan mudahnya menggores kulit Elani dengan kuku-kukunya, dan membuat darah mengalir di bagian tubuhnya yang tergores.

"Elani maafkan kakak, kakak tidak bisa membantu kamu!"rintih seseorang dibelakang Elani sedih.

Bruk...

Tifani hanya mampu memejamkan matanya saat melihat tubuh Elani yang tumbang dan kepalanya mengenai batu runcing.

"Elani maaf!"

***

Ruangan bercat putih, bau obat-obatan menembus kedalam indera penciuman Merisa, mulutnya terasa mual saat seorang pasien dengan penuh darah melintas melewati dirinya, Merisa sedang kebingungan mencari ruangan keponakannya.

"Argh... Dasar ponakan sialan, gara-gara dia kan gue jadi harus ke rumah sakit. Mana bau banget lagi!, Bikin mual aja!''geram Merisa.

Cklek...

Merisa tertegun saat melihat perban yang melilit tangan dan kaki Elani, dalam hatinya ia menjerit keras, hatinya tergores dan dengan sendirinya air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Elani!"lirih Marisa dan langsung berlari menuju ke arah Elani lalu memeluknya erat, seakan ia tidak mau kehilangan anak kecil ini.

Merisa menggenggam erat tangan Elani, "Elani maafin Aunty Meri, aunty udah ngingkarin janji aunty sama ayah kamu!"

Seorang pria menepuk pundak Merisa, "Tenanglah, Elani pasti bakalan baik-baik aja kok!"bisik Daniel pada Merisa.

Merisa menggeleng, ia terus menatap Elani sendu, "Daniel apa yang harus aku lakuin?"tanya Merisa yang sudah sangat kebingungan.

"Lakukanlah, apa yang menurut mu baik untuk Elani!"jawab Daniel yang sama mengalami kebingungan.

Sedangkan Elani ia sedang bermimpi, mimpi indah yang membuat dirinya ingin selalu untuk berada di sana.

Elani tersenyum manis, saat melihat banyak makanan manis kesukaannya berada tepat di depan hadapannya.

Dengan lari kecil ia menghampiri makanan yang sudah seperti gunung itu, saat ia ingin mengambil sepotong cake, cake tersebut sudah terbang terlebih dahulu membuat dirinya kesal dan cemberut.

"Kakak!"jerit Elani kaget.

Bruk ....

Dengan gerakan cepat ia memeluk kakaknya yang sudah lama tidak ia temui, Tifani tersenyum dibalik pelukannya.

"Wah.... Kak Tifani sudah lama ya tidak berjumpa"kata Elani semangat.

"Mama sama papa dimana?"tanya Elani dengan mimik muka yang langsung berubah sedih.

"Kamu mau ketemu ya?"Tanya Tifani lembut.

Elani mengangguk, dan jari Tifani langsung menunjukkan ke suatu arah yang di ikuti oleh pandangan Elani, "Itu mereka!"

Wajah sedih hilang dalam sekejap, digantikan dengan wajah sumringah yang bahagia, Elani langsung berlari ke arah kedua orang tuanya yang sedang bercengkrama.

Saat ia ingin memeluk ke dua orang tuanya, entah kenapa tubuhnya Ambruk tanpa alasan, seperti tidak mempunyai tenaga tubuhnya lemas dan ia tidak kuat untuk bangun.

"Mama... Papa..."gimana Elani terdengar oleh Merisa yang duduk di sebelah kasur Elani.

Mata Elani bergerak, dengan perlahan matanya terbuka sempurna, dalam hati Merisa terus mengucapkan banyak sukur pada sang ilahi.

"Aunty!"gumam Elani yang hampir tidak terdengar.

"Iya sayang, ini Aunty!"jawab Merisa semangat.

"Mama sama papa mana?"

Pertanyaan itu membuat Merisa kebingungan, ia menatap Elani sedih "Apa yang akan ku berikan sebagai sebuah jawaban pada Elani!"

"Aunty...."panggil Elani.

"Eh... Iya Lan!"

"Lani haus!"dengan sigap Merisa mengambil minuman yang berada di atas nakas yang terletak di sebelahnya.

Seperti seorang ibu, Merisa memberi minum Elani dengan penuh kasih sayang, dan seperti tidak ingin jika satu tetes saja minuman itu jatuh membasahi Elani.

"Elani!"gumam Merisa sedih.










***

Makasih buat semuanya yang udah nyempetin buat baca cerita gaje ini, maaf ya guys... Kalau gak nyambung.


So.... Tentunya jangan lupa buat coment, lagi butuh banget kritikan tentang cerita satu ini.

Mistery and Little MoonWhere stories live. Discover now