Di saat ia tidak makan, berat badannya segitu-gitu saja. Saat dia makan besar pun, berat badannya tidak terpengaruh sama sekali. Kadang dia frustasi memikirkan cara untuk menaikkan berat badan. Tapi tetap saja gagal. Tapi dia juga terkadang memikirkan hal positif nya, yaitu dia bisa makan apapun sepuasnya tanpa perlu memikirkan berat badannya.
Tidak semua hal itu negatif, asal tau cara membuat hal itu menjadi sesuatu yang positif.
Cici berjalan menuju ruang TV dengan cemilan ditangannya. Dia membuka siaran kesukaannya-film action.
Cici sudah hanyut dalam filmnya, padahal baru seperempat jalan. Saat sedang asyik-asyiknya, filmnya iklan. Itulah kenapa Cici lebih suka nonton di bioskop ataupun di laptop daripada di TV. Kelamaan nunggu iklan.
Ting tong!
Ting tong!
Terdengar suara bel rumahnya yang berbunyi nyaring ditelinga Cici. Dia langsung bergegas membukakan pintu, berpikir bahwa itu mungkin Mamanya atau mungkin Nata.
Cici membuka pintu sambil mengikat rambutnya. Dia menguatkan ikatan rambutnya, saat itu pula dia tidak percaya melihat siapa yang ternyata sudah menekan bel rumahnya.
"Lho? K-kak Divo? Kok bisa ada disini?" Cici gelagapan sambil menunjuk kearah Divo. Yang ditanya hanya memasang wajah biasa saja. Yang ditanya hanya memasang wajah biasa saja.
"Gak disuruh masuk? Mau ngomong di pintu aja nih?" Divo meletakkan helmnya di atas meja yang berada di teras rumah Cici.
"Eh, m-masuk kak. Masuk." Cici mengedipkan matanya berulang kali, lalu masuk sambil memasang wajah tidak mengerti sama sekali. Divo yang melihat itu hanya tertawa kecil. Lalu mengikuti dibelakang Cici.
Cici mempersilahkan Divo duduk. "Kakak mau minum apa?"
"Apa aja deh, asal ga dikasih yang aneh-aneh aja."
Cici menyipitkan matanya, kesal. "Apaan." Ia pun beranjak ke dapur untuk membuat minuman.
Divo hanya menaikkan bahunya lalu menyadarkan punggungnya di sofa. Dia melepaskan jaketnya yang sejak masuk tadi masih merekat ditubuhnya. Dia meregangkan sedikit otot lehernya.
"Nih, diminum." Cici menyodorkan gelas kepada Divo yang langsung diterimanya begitu saja. Tanpa bertanya dia langsung meminumnya.
"Anjir, asin. Minuman apaan nih?" Divo memasang wajah masam karena merasa air yang masuk ke mulutnya terasa seperti air laut, asin.
"Katanya terserah." Cici duduk sambil memeriksa kukunya. Dia tertawa kecil melihat Divo. Karena tidak tega, dia pun memberikan air putih untuk menetralkan lidahnya.
Divo awalnya tidak mau, tapi saat melihat Cici juga meminumnya tanpa masalah dia langsung menerimanya dengan satu teguk.
"Kalo mau kerumah harusnya bilang-bilang."
"Udah padahal."
Cici menghadapkan duduknya kearah Divo yang berada disebelahnya. "Masa?"
"Nih liat!" Divo menyodorkan ponselnya, menunjukkan pesan yang sudah dikirimnya kepada Cici. "Udah gue chat, tapi Lo aja ga baca. Buktinya ceklis dua tuh."
YOU ARE READING
AURORA♕[ON GOING]
Teen Fiction⚠️FOLLOW SEBELUM BACA!!!⚠️ Takdir memang suka bermain dengan kehidupan, seperti takdir Cici yang bertemu kembali dengan Divo diwaktu yang tidak disangka. Mereka kembali bertemu dan masih dihantui oleh masa lalu yang kelam. Divo berusaha mencari seb...
♕Twelve♕
Start from the beginning
![AURORA♕[ON GOING]](https://img.wattpad.com/cover/60544432-64-k75216.jpg)