EMPAT

2.8K 234 8
                                    

"Jadi orang ganteng itu enaknya, gampang banget dimaklumi."

《《《《

Gue menopang dagu gue dengan bosan. Hampir 30 menit gue duduk di sini, di sebuah bangku kafe yang Shirin pesankan buat gue dan Abangnya. Tapi Abang Shirin tak kunjung menunjukkan batang hidungnya, yang kayaknya lumayan mancung kalau dilihat dari fotonya.

Sambil memainkan sedotan, gue sesekali menyedot orange jus gue yang kedua. Tahu kalau bakalan begini mendingan gue tadi tidur di kostan, atau marathon drama The Player. Minimal gue bisa lihat wajah ganteng nan mempesona milik Song Seung Heon yang makin hari makin hot saja. Di umurnya yang sudah kepala empat, aktor kebanggakan gue ini benar-benar membuat gue ingin mengisi posisi Nyonya Song yang sampai saat ini masih kosong.

Sialan. Kenapa gue jadi ngelantur nggak jelas gini ya?

Sambil berdecak sebal gue melirik Baby-G putih gue.

Oke. Sepertinya kesabaran gue mulai menipis dan gue harus segera angkat kaki dari sini sebelum rambut gue ubanan karena bosan menunggu.

"Maaf, telat. Tadi jalanan macet gara-gara ada kecelakaaan."

Gue memandang Abang Shirin dengan pandangan datar. Sialan. Lihat wajahnya yang sedikit berkeringat dan nafasnya yang terdengar sedikit ngos-ngosan bikin gue kalah. Sambil mendesah pasrah gue kembali duduk.

"Kalo nggak niat ketemuan bilang dong. Seenggaknya 45 menit saya nggak terbuang sia-sia karena menunggu."

"Bukannya tadi saya sudah minta maaf dan menjelaskan penyebab keterlambatan saya?"

Gue kembali mendesah pasrah.

"Mau pesan sesuatu?" tanyanya sambil menatap gue.

Gue ikut menatapnya kemudian beralih pada pelayan yang sedang menunggu gue bersuara.

"Enggak. Perut saya sudah kembung abis dua gelas orange juice."

Arkan mengangguk kemudian beralih pada pelayan.

"Udah itu aja, Mbak."

"Mohon tunggu sebentar, Mas."

Suasana menjadi kembali hening setelah pelayan pergi untuk melaporkan pesanan Arkan.

"Saya Arkan," ucapnya tiba-tiba.

Gue mengangguk. "Iya, udah tahu."

Arkan menghela nafas kemudian menarik tangannya kembali. Sementara Gue tersenyum puas.

"Kamu tidak mau memperkenalkan diri?" tanya Arkan sambil menggulung lengan kemejanya.

Sial. Sial. Sial. Iman gue tipis kalau dikasih pemandangan beginian.

Dengan susah payah gue meneguk ludah gue.

"Gue Adeeva Fatya, panggil aja Eva." Gue sengaja mengganti panggilannya menjadi lo-gue. Karena rasanya aneh kalo lagi pedekate pake saya-anda.

Arkan mengangguk setelah meneguk kopi hitamnya.

"Saya Arkana Narendra. Terserah kamu mau panggil apa."

Gue tersenyum sambil mangguk-mangguk.

"Kalo panggil sayang, boleh?" goda gue yang langsung membuat Arkan terbatuk-batuk. Membuat gue tak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Bercanda."

Arkan mengangkat bahunya pura-pura cuek setelah berhasil menetralkan keterkejutannya.

"Biasanya dipanggil apa emang?"

"Macem-macem. Kalo di rumah lebih sering Naren, kalo di luar kadang Rendra kadang Arkan."

"Kalo sayang?"

Gue meringis saat mendapati tatapan datar milik Arkan.

****

"Gimana? Lancar?" tanya Shirin. Kami saat ini sedang melakukan video call.

Gue menimbang sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari Shirin. Mama muda itu terlihat sedang memakai kuteknya dan gue sendiri sedang tengkurap di kamar kost gue.

"Seperti dugaan awal gue. Kaku kayak kanebo dan selera humor nol. Untung cakep, jadi masih ketolong lah."

"Hehe, Abang gue emang gitu sifatnya. Tapi sebenernya baik kok."

Gue mengangguk setuju. Arkan memang baik. Gue bahkan tadi dianter pulang olehnya meski gue yakin ia tak terlalu suka dengan sikap sok asik gue.

"Iya, gue percaya. Tapi menurut gue kita nggak cocok deh, Rin."

Shirin langsung menghentikan kegiatannya memakai kutek, beralih menatap gue dengan kerutan di dahinya.

"Kenapa? Lo bilang, lo yang harus jadi Kakak ipar gue. Kenapa sekarang gini?"

Gue menghela nafas lalu mengubah posisi gue menjadi berbaring.

"Abang lo kayaknya nggak suka sama gue deh."

"Tahu dari mana lo? Lo baru ketemu sekali, Va."

Gue kembali menghela nafas.

"Menurut lo kenapa Abang lo di umur segitu belum nikah?"

"Ya, karena belum nemu jodohnya."

"Bukan. Karena emang Abang lo belum tertarik ke arah sana."

"Makanya itu tugas lo, Va, bikin Abang gue tertarik sama lo. Tertarik ngajak lo nikah."

Gue menggeleng pelan.

"Resikonya gede, Rin."

"Segala sesuatu itu pasti ada resikonya kan, Va."

"Tapi Abang lo nggak respect sama gue, nyet!" Gue kehilangan kesabaran gue.

"Dan lo mau nyerah gitu aja?"

Dengan emosi gue langsung bangkit dari posisi berbaring, melotot ke arah Shirin dengan perasaan tak terima.

"Sialan! Maksud lo apa?"

"Va, gue tahu lo tertarik sama Abang gue. Makanya gue mau bantu lo."

"Nggak usah sotoy deh. Udah ah, lo lanjut kutekan aja sana! Gue mau mantengin suami gue."

"Plis! Hadapi kenyataan dan berhenti buat jadi halu, Va."

Gue hanya mengangkat kedua bahu sebagai respon.

"Abang gue bakalan stay di Jakarta. Dia bakalan gantiin bokap nerusin perusahaan. Jadi lo punya kesempatan banyak buat naklukin hatinya."

"Gue butuh waktu buat mikir. Minimal sampai Song Seung Heon dapat pacar baru."

"Serah lo, Va. Yang jelas kalo berubah pikiran, lo bisa minta bantuan gue kapan aja."

"Lo aneh, Rin, kemarin lo bilang nyesel mau nyodorin Abang lo. Kenapa sekarang lo gercep gini?"

"Karena Abang gue butuh lo."

Gue langsung terbahak mendengar kalimat yang Shirin lontarkan.

"Nggak usah ngigau deh. Belum tidur juga."

"Gue tahu Abang gue itu kriteria lo banget, Va. Gue nggak bisa lo tipu."

"Rin, kita semua orang tahu kalo kriteria itu cuma wacana. Udah ah, gue tutup. Sebahagia lo deh."

Tanpa menunggu jawaban darinya, gue langsung tutup sambungan. Bodo amat deh, kalau Shirin sekarang lagi mencak-mencak di rumahnya.

Tbc,

Ohya, kenapa saya selipin drama lama, itu karena ini udah ditulis lama. Ya, pas nntn The Player itu😂

Adore You! (pindah Ke Mangatoon/Noveltoon)Where stories live. Discover now