Tanpa sadar, Mizuya sukses meloloskan umpatan di dalam hatinya.

***

Dan karena kejadian itulah Mizuya berada di halte ini sekarang. Daripada mengambil resiko gadis yang mengaku bernama Ayumu Harumi itu bertindak lebih jauh, lebih baik ia menuruti pintanya. Toh sesekali ia juga harus keluar dari ruang kerjanya di asrama.

Ketika musik kesukaannya terputar, di saat itulah ia melihat sosok gadis yang ia tunggu di seberang jalan. Harumi melambaikan tangan, memberikan tanda agar Mizuya bersiap.

"Apa kau sudah lama menunggu?" tanya Harumi begitu mereka berdua berada di satu tempat.

"Tidak terlalu lama. Kau tenang saja."

"O-oh. Oke. Soalnya yang aku tahu, kau akan datang jauh lebih dahulu kalau membuat janji pertemuan seperti ini."

Mizuya menoleh. Memperhatikan gadis dengan kemeja pendek serta rok selutut itu dalam diam. Memikirkan sejauh mana dirinya sudah diketahui dengan pasti oleh Harumi.

"Itu tidak masalah bagiku. Yang penting sekarang, kita mau kemana?" tanya Mizuya penasaran. Yang mengajak dirinya keluar adalah Harumi, sudah pasti gadis itu juga yang akan menentukan tempatnya, kan?

"Aku sudah memesan tempat di kafe dekat sekolah. Atau kau ingin pergi ke tempat lain?"

"Tidak. Tidak perlu. Kita ke sana saja yang lebih dekat." Mizuya menghela napas begitu Harumi menganggukkan kepala.

Setelah mereka sampai di kafe yang dimaksud dan duduk di tempat yang sudah dipesan, Mizuya pun mencoba untuk mencari tahu tentang sesuatu dari gadis itu.

"Oh ya, Ayumu—"

"Panggil saja aku Harumi. Sebagai gantinya, aku boleh memanggilmu Mizuya-kun kan?"

Aktraktif dan gerak cepat. Dua kata itu yang Mizuya simpulkan setelah Harumi menjawab tanyanya. Apalagi mengingat tindakannya ketika pertemuan pertama mereka.

"Baiklah, Harumi. Ada yang ingin kutanyakan padamu."

"Hm? Apa itu?" Hanya sepersekian detik Harumi menoleh sebelum kembali pada buku menu di tangannya.

"Apa alasanmu hingga mencariku sedemikian rupa? Kuyakin alasannya bukan hanya sekadar kau menyukai tulisanku dan ... ingin berkencan denganku, bukan?"

Harumi tak langsung menjawab. Ia malah memanggil pelayan dan mulai memesan. "Kau ingin memesan apa?" tanyanya pada Mizuya.

"Blue Ocean Soda."

"Ah! Itu juga kesukaanku. Tolong Blue Ocean Soda-nya dua dan pancake-nya dua."

Pelayan itu segere mencatat pesanan mereka lalu permisi dari sana. Setelah pelayan itu pergi, tiba-tiba saja Harumi berdiri dari tempatnya dan langsung membungkukkan badan sedikit.

"Hontou sumimasen karena aku sudah bersikap kurang ajar terhadap privasimu!" Terdapat nada penyesalan pada kalimat itu yang membuat Mizuya merasa tidak enak.

"Aku melakukan ini semua murni karena menyukai karyamu yang berjudul "Sedalam Samudera" itu. Jalan cerita serta pilihan diksi yang kau gunakan begitu indah. Penggambaran karaktermu pun begitu kuat. Hal itu membuatku seketika ingin menemui penulisnya. Karena bantuan Papa, aku benar-benar tidak menyangka kalau penulisnya adalah teman seangkatanku sendiri."

"Err ... H-harumi, bisakah kau duduk? Kau tidak perlu bersikap terlalu formal seperti itu." Mizuya mencoba menenangkan Harumi karena melihat beberapa orang di kafe itu mulai melirik mereka.

Harumi menurut. Kemudian, ia merogoh tas selempang berukuran sedang di pinggangnya, lalu mengeluarkan tumpukan kertas berjilid yang entah bagaimana bisa muat di sana.

"Sejujurnya, aku juga hobi menulis. Alasanku memintamu untuk berkencan seperti ini karena aku ingin meminta saranmu atas tulisanku." Berkata seperti itu, gadis itu menyodorkan benda itu pada Mizuya yang sekarang mengerti akan semua kejadian ini.

"Jadi begitu. Aku tidak menyangka kau akan bertindak seperti ini padahal kau bisa menemuiku secara baik-baik," ujar Mizuya. Ia mulai melihat karangan Harumi yang ternyata ditulis tangan. Membuatnya semakin kagum karena ternyata gadis itu gigih juga.

"Aku benar-benar minta maaf. Aku memang sedikit tidak bisa menjaga sikapku jika terlampau terbawa perasaan."

"Tidak apa-apa. Aku memakluminya."

Di saat yang tepat, pesanan mereka datang. Seraya menghabiskan kudapan itu, keduanya berbincang mengenai berbagai masalah dalam dunia kepenulisan. Walau sesekali Mizuya dikagetkan karena omongan Harumi yang tajam juga terkesan licik.

***

"Terima kasih atas waktumu, Mizuya-kun!" ucap Harumi ketika mereka tiba di halte di mana mereka membuat janji.

"Sama-sama. Jujur saja. Kurasa kau bisa menerbitkan tulisanmu itu begitu kau menyelesaikannya."

"Oh ya? Kau serius?"

Mizuya mengangguk. "Tentu saja. Akan kubantu kau mengurus hal itu nanti jika kau perlu."

Bola mata Harumi membulat seketika. Dirinya segera membungkuk yang  membuat Mizuya kembali merasa tidak enak. "Syukurlah jika seperti itu. Akhirnya aku bisa mengikuti jejak Mama sebagai penulis."

Mizuya tersenyum hangat mendengar apa yang Harumi ucapkan. Kemudian, ia pun maju dan membuat Harumi terpaku.

"Sebentar. Jepit rambutmu nyaris terlepas," ujar Mizuya. Oleh Harumi, dapat ia rasakan pergerakan jemari lelaki itu pada poninya.

"Nah. Sekarang sudah rapi kembali." Mizuya tersenyum hangat begitu melihat penampilan Harumi sudah kembali seperti sedia kala. Sayangnya ia tidak tahu bahwa gadis itu mati-matian menahan malu.

"B-baiklah. Sekali lagi terima kasih atas segalanya. Aku pamit dulu. Jaa!" Tanpa menoleh ke arah Mizuya, Harumi segera berlari menyeberang jalan. Untung saat itu sedang sepi.

Sementara Mizuya hanya memandanginya dalam diam. Selanjutnya mata hitam itu melihat ke arah tangannya sendiri. Tangan yang tadi ia gunakan untuk memperbaiki jepit rambut dengan hiasan kepala kelinci pada rambut Harumi.

*

1265 words

Day 4, end.

[Completed] 30 Days OTP ChallengeWhere stories live. Discover now