Prolog

7.4K 349 37
                                        

Sebelum baca story ini, aku saranin untuk baca -Introvert- dulu) -- cek profil ku

Chetta Ghaozan Abiyyan adalah bocah laki-laki yang diangkat menjadi anak oleh keluarga Genta. Karena sewaktu Genta dan Alle mengunjungi panti asuhan yang hendak mengadakan perayaan kecil, sebagai rasa syukur karena bertambah nya umur Genta dan kesembuhan Alle yang telah bangun dari masa koma nya,  yang terjadi selama beberapa bulan.

Mereka melihat seorang anak laki-laki yang sedang murung, menangis di taman belakang panti asuhan. Alle menyenggol pinggang Genta dengan sikunya dan menunjuk anak laki-laki itu dengan dagunya. Mereka menghampiri dengan berjongkok di depan bocah tampan itu.

"Kamu kenapa gak ikut gabung sama yang lain?" tanya Alle lembut.

"Gak lama lagi aku di tinggal sama Raka, soalnya Raka akan punya keluarga baru." ceritanya dengan mata sendu.

"Tapi kan kamu di sini punya keluarga juga, sama kayak Raka." Alle menjelaskan dengan penuturan lembut.

"Tapi Raka bisa manggil ayah dan bunda, sedangkan aku enggak," sungut nya.

Alle tersenyum mengusap rambut anak itu.

"Nama kamu siapa?" tanya Genta.

"Chetta." jawabnya cepat.

"Chetta, bisa panggil kami ayah dan bunda." Genta langsung duduk di samping bocah laki-laki itu.

Matanya berbinar ketika mendengar penuturan Genta.

"Chetta sekarang punya orang tua?" pekiknya senang.

Alle sebenarnya terkejut dengan ucapan Genta, tapi ia memilih mengangguk.

Genta mengatakan kepada kedua orangtua nya, awalnya mereka tak setuju. Namun karena Genta yang mengatakan bahwa Chetta sepenuhnya tanggung jawabnya. Lagipula Genta memiliki cafe yang mulai berkembang, ia bangun sejak setahun yang lalu dari titik nol. Jadi ia merasa sanggup untuk membiayai semua kebutuhan Chetta.

Tapi Chetta tinggal di rumah Alle, karena ia takut Genita yang terpaut usia yang tak jauh dari Chetta akan tak suka dengan kehadiran Chetta.

**

Mata biru itu melihat sorot mata hitam milik gadis yang duduk sendirian di sudut cafe. Sudah beberapa kali mata gadis itu menatap dengan tatapan berbeda pada kekasihnya. Entah ini karena ia merasakan kecemburuan atau ini karena dirinya yang terlalu peka dengan sorot mata dan gerak-gerik seseorang.

Jika bukan kekasihnya yang menanyakan pesanannya, maka gadis itu akan menunda pesanan dulu sampai kekasihnya lah yang turun tangan untuk menanyakan pesanan nya.

Jadi setiap kali gadis itu datang, semua karyawan, bahkan dirinya pun sudah paham siapa yang akan melayani gadis itu. Ia membiarkan itu karena mengingat. "Pembeli adalah Raja." selama tingkah gadis itu masih wajar, ia tak mempermasalahkan.

Jika di perkiraan, gadis itu sepertinya remaja yang masih bersekolah di bangku SMA. Rasanya terlalu kekanakan jika menegur anak SMA hanya karena gadis itu memandangi kekasihnya secara terus menerus.

"Kamu antar pesanan ke meja pojok nomor 8 ya Al." pinta kekasih nya.

"Ta.. Gapapa," ia mengangguk meyakinkan bahwa dirinya tak apa.

"Aku seneng kamu cemburu, tapi aku juga risih." ucap nya sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal.
Gadis itu, Alleira. Tersenyum manis menatap mata cokelat milik Genta dan bibir pucatnya, biarlah kali ini ia yang akan mengantar.

"Muka kamu pucat, kamu harus istirahat. " ucap Alle pada Genta sambil mengambil alih nampan yang berisi pesanan gadis itu.

Alle berjalan keluar menuju meja pojok ber nomor 8.

"Selamat menikmati." seru Alle sambil tersenyum, dalam kilat mata itu bahkan ia melihat sorot kekecewaan.

"Mohon maaf, Genta sedang tidak sehat. Jadi saya yang menggantikan tugasnya." Jelas Alle tanpa di tanya.

"Makasih." gadis itu sempat terkejut dengan penuturan Alle, namun ia menormalkan nada bicaranya.

Alle hanya membalas senyum lalu mengangguk dan berbalik meninggalkan gadis bermata hitam itu.

"Hmm.. Sebentar," gadis itu menahan pergelangan tangan Alle.

"Bisa temenin aku?" Gadis itu meminta Alle untuk tetap tinggal.

Ia melihat sekeliling dan melihat keadaan cafe sedang sepi, jadi menurutnya tak apa untuk menemani gadis ini. Alle tersenyum kikuk dan mengangguk dengan ragu.

"Aku liat kamu sebulan yang lalu baru kerja di sini. Tapi aku yakin, pasti ada sedikit yang kamu tau tentang Genta. Bisa cerita in ke aku?" tanya gadis itu ragu.

Alle mengusap wajahnya pelan, lalu menghela napasnya pelan.

"Genta suka pakai hoodie, Genta suka suasana tenang, Genta itu.. kalau ngelawak suka garing."

Gadis itu menunduk melihat hoodie yang di pakainya, bahkan senyum nya tercetak jelas mendengar itu. Gadis itu sampai mengikuti style pakaian Genta.

"Genta itu risih kalau di liatin terus-menerus.." seketika senyum yang sedari tadi bersinar, luntur begitu saja.

Alle menatap datar gadis itu, lalu berdiri meninggalkan gadis yang masih terpaku dengan kata-kata nya.

Ini bukanlah teguran tapi sindiran, tentu saja ia mencari cara yang tepat untuk melepaskan amarah nya.

•Introvert 2•
[4/02/2019]
.

.
Oke! Kita liat seberapa antusias kalian sama cerita ini..

Introvert 2Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon