Chapter 14 - Just Blame The Car

28 2 3
                                    

I

GARA-GARA peristiwa tiga hari yang lalu, Ayaka tak henti-hentinya menanyakan apa yang aku lakukan bersama Keith setelah kepulangannya. Bahkan, Kobato yang biasanya bersikap tenang, tak kusangka ikut menaruh minat tentang perbincangan dewasa itu. Mereka berbicara dengan emosi naik turun, terutama Ayaka.

Aku ingin menimpal pembicaraan mereka, tapi tentu saja itu tak kulakukan. Entah apa yang mereka pikirkan. Tampaknya dengan kepergianku selama tiga hari ke depan, mereka akan segera menjadi teman seobrolan. Atau, barangkali menjadi teman gosip.

Bicara soal hubungan 'status palsu' dengan Keith—seandainya mereka tahu itu bohong—aku tak terlalu ambil pusing. Keith menyatakan demikian untuk melindungiku dari tuduhan yang tidak-tidak—membawa seorang laki-laki ke kamar apartemen. Ia bilang, itu bukan hal lazim seperti di budaya kami. Jadi, terpaksa aku mau tak mau menyetujui pendapatnya. Kurasa memang tak ada pilihan lain..

"Jadi Rin," Ayaka menoleh padaku, disela-sela pergantian topiknya dengan Kobato. "Kau akan pergi malam ini, pukul sebelas?"

Aku menggangguk mengiyakan. "Aku akan segera berkemas sebentar lagi." Kualihkan pandangan pada Kobato yang terlihat sedang membaca artikel di Tabpadnya. " Kobato, apa kau yakin benar-benar mengizinkanku pergi selama tiga hari?"

"Rin," katanya padaku, "Kau kelihatan seperti orang yang membayangkan akan pergi sangat jauh dan lama. Ketenagakerjaan benar-benar sudah menerima permintaanku. Lagipula, walaupun pendengaranmu terdengar sebagai sebuah keajaiban, bukankah itu hal yang terlalu tiba-tiba?"

Aku menghela napas. Semejak Keith menemukan luka ditelingaku, pikiranku jadi tidak bisa terlepas dari sana. Maksudku.. aku sendiri tidak menyadari kapan luka itu muncul.

"Sebelum kau pergi berkemas, ada sesuatu yang harus kuberikan padamu." Tangan Kobato mengambil tas tangannya yang berada di samping kursi. Ia tampak mencari-cari sesuatu beberapa saat.

"Apa ini?" tanyaku, melihat tangannya memberikan sebuah kotak kaca. Berukuran tiga senti setiap sisinya.

Ia menjawab. "Kirarin-sama memberikan itu padaku lewat Ashe-san tadi sore. Katanya, ketika sampai di rumah sakit, kau harus segera memberikannya pada resepsionis."

Karena penasaran, aku coba mengintip isinya. Tapi tangan Kobato langsung menyergap. "Sebaiknya jangan dibuka Rin. Kirarin-sama bilang, segelnya akan hilang bila dibuka—benda itu hanya bisa dibuka sekali."

Dahiku berkerut. Untuk sesaat aku terdiam sambil berpikir-pikir, menebak apa yang dititipkan Youbami-san. Namun berhubung sudah pukul sembilan malam—saat kulirik jam dinding, aku mengangguk mengiyakan.

"Rin, Rin!" Tiba-tiba Ayaka memanggilku heboh. Entah sejak kapan TabPad yang digenggam Kobato ada ditangannya.

Aku beralih memandang Ayaka. "Ya?"

Ia bangkit dengan cepat lalu berjalan menghampiriku, wajahnya tersenyum nyengir. Kulirik Kobato, ia juga tengah memandangku sembari tersenyum malu. Aku merasakan firasat buruk. Sikap Ayaka mengingatkanku saat ia hendak keluar meninggalkanku dengan Keith.

"Rin,"

Aku bersiap mendengar ucapan selanjutnya. Ia berbisik di telingaku. "Apa kalian akan berciuman di mobil? Kalian pasti akan melakukannya... kan?"

Bagai tersambar petir, dengan cepat aku berteriak. "CHE DIAVOLO— BICARA APA KALIAN!"

II

Apes. Siapa yang peduli dengan berciuman? Tampaknya, mereka telah berpikiran terlalu jauh mengenai hubungan palsuku dengan Keith. Yang lebih mengesalkan lagi, pikiranku tiba-tiba terngiang nada mengejek Keith yang berkata aku belum pernah berciuman—ya walaupun itu memang benar! Apa yang dipikirkan orang-orang sekarang? Apa orang yang berpacaran harus selalu melakukan hal-hal seperti itu?

Mixed FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang