Babysitter

17.8K 1.4K 91
                                    

Menjadi orang tua asuh Humaira tidaklah mudah.

Fahri bukan tipe ayah yang selalu ada untuk anaknya. Apalagi CV yang baru saja ia dirikan bersama Andrew sedang membutuhkan banyak perhatian. Bundanya juga harus bekerja sebagai kepala sekolah dan banyak berpergian terkait aktivitas sosial. Apalagi ayahnya, tidak bisa diandalkan sama sekali dalam mengurus anak.

Sebab itu, Fahri sedang mencari Babysitter yang benar-benar profesional, bisa dipercaya, dan tidak mengedepankan hawa nafsu. Hawa nafsu? Ya, hawa nafsu.

Bulan ini, sudah terhitung tiga Babysitter harus Fahri pecat karena terlalu nekat mengumbar aurat. Sejak peristiwa Alin dulu, Fahri bertemu dengan Ana, Rosa dan Bimbi. ketiga-tiganya bermasalah. Ana sudah menyerah di hari pertama dia bekerja, alasannya karena dia tidak kuasa menundukkan pandangan ketika Fahri berada di rumah. Dia berhenti karena takut dosa. Sedangkan Rosa sering berkeliaran di dalam rumah memakai pakaian seksi, mengumbar aurat ke mana-mana, Bundanya Fahri tidak suka. Lalu, Bimbi nekat menyekap Fahri di dalam kamar mandi untuk mengajaknya beradegan panas, tapi tentu saja digagalkan oleh Fahri.

Kini, Fahri trauma mencari Babysitter lagi untuk Humaira.

"Fahri." Andrew mengetukkan pulpen ke meja agar Fahri kembali menapak bumi.

Lamunan panjang pria berdarah Minang-Jawa itu seketika pudar. "Ya?" tanyanya berusaha mengembalikan fokus.

"Kamu dengar apa yang baru saja kujelaskan?" Dahi Andrew berkerut. CEO blasteran itu merasa tidak yakin rekan bisnisnya menyimak dengan serius apa yang baru saja dia jelaskan sampai berbusa-busa.

"Bisa kamu ulangi?" Fahri bertanya tanpa dosa.

Benar saja dugaan Andrew. Otak Fahri sedang offline. Tidak tersambung.

Andrew menghela napas lelah. Kalau harus menjelaskan dari awal persyaratan dan prosedur ISO 9001 yang terdiri dari lima lembar kertas folio itu, dia malas.

"Baca sendiri nanti." Andrew menyerahkan lembar dokumen CV pada Fahri.

"Maaf, aku sedang sulit berkonsentrasi." Fahri menerima lembaran itu dari tangan Andrew lalu memijat-mijat dahinya penat.

Setelah memecat Bimbi, Fahri dan bundanya harus bergantian menjaga Humaira yang terus rewel sepanjang waktu. Dia sampai ingin mengibarkan bendera putih saking lelahnya.

"Tak apa. Istirahatlah dulu kalau capek. Aku akan mengurus dokumentasi manajemen kita. Kalau bisa, tahun ini CV kita harus ikut ISO agar lebih dipercaya konsumen," jelas Andrew merapikan kembali kedua lengan kemejanya yang tadi digulung karena baru saja melaksanakan salat Duha.

"Hm." Fahri hanya bergumam menanggapi ucapan Andrew, sambil membolak-balik lembar ISO.

Meskipun tatapan matanya tertuju pada lembar dokumen, pikiran Fahri melayang jauh. Babysitter yang dia kira gampang didapat, nyatanya malah sangat sulit. Kalau pun dapat, belum tentu Babysitter tersebut mempunyai kriteria yang sesuai dengan harapannya.

"Aku keluar sebentar, mau membelikan Lia manggis." Andrew meminta izin pada Fahri. Ponselnya baru saja bergetar, menerima pesan baru dari Lia yang menyuruhnya untuk segera membeli buah manggis.

"Manggis?" tanya Fahri mendongak, menatap Andrew keheranan.

Andrew mengangguk.

Fahri terdiam sebentar untuk berpikir, kemudian menatap Andrew curiga, "Jangan bilang istrimu hamil lagi,"

Andrew mengangguk lagi, kali ini dengan senyuman tipis tersungging di bibirnya.

"Oh, wow ..." Fahri memasang wajah terkejut. "Kalian benar-benar luar biasa," lanjutnya sambil tertawa yang terkesan meremehkan.

Humaira, A Girl With The Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang