Di Restoran Klasik

49 0 0
                                    


                Hari yang sangat panas. Musim panas yang panjang kali ini memang membuat orang-orang malas untuk bepergian keluar rumah. Namun tidak sedikit yang memilih untuk pergi keluar untuk sekedar mencari minuman segar atau memesan makanan pedas untuk menikmati hari yang panas ditengah bulan juli ini.

"hmm.. aku tidak tahu kalau kau mengundang wanita ini juga"

Ucap ayahku setelah kami bertiga berdiam diri cukup lama disebuah restoran kelas menengah ditengah kota.

"kalau aku tahu, tidak mungkin aku mau datang"

Balas ibuku menyilangkan kedua tangannya, judes melihat lalu lalang orang diluar jendela dari lantai dua.

"hei, memangnya aku mau datang jika kau ada?"

Timpal ayahku kesal melihat sinis kearah ibu, ia hampir menggebrak meja.

"kalian tidak pernah membicarakan masalah kalian dengan benar. Ini ditempat umum. Sebaiknya lakukan dengan benar"

Ucapku sebelum ibu membalas ucapan ayah, aku mengambil segelas jus didepanku dan segera meminumnya melalui sedotan.

"kenapa kau melakukan ini sayang? Bicara bagaimanapun tidak akan mengubah apa-apa"

Balas ibuku menatap kearahku,

"memang tidak. Tapi setidaknya kalian bisa berbicara dengan benar kali ini"

Keheningan menghampiri kami lagi. Ibu sibuk berbalas pesan dengan seseorang melalui ponselnya. Ayah mengetuk-ngetuk jarinya dimeja dan sesekali mendengus kesal.

"kamu pikir aku tidak tahu siapa laki-laki yang sering kau ajak kedalam rumah?"

Tanya ayah memecah keheningan diantara kami bertiga.

"sekarang sudah bukan urusanmu lagi"

Balas ibuku tanpa memalingkan wajahnya dari layar ponsel.

"dulupun kau berpikir begitu. Tidur dengan pria lain bukanlah urusanku"

"aku sudah katakan padamu aku tidak tidur dengan siapapun! Aku hanya diantar olehnya karna saat itu aku mabuk setelah pesta kantor! Aku mencoba menghubungimu tapi.."

"halah, sudahlah. Aku bosan mendengar penjelasanmu yang itu-itu saja!"

Potong ayahku. Ibu menusukkan garpu pada Redvelvet yang tinggal setengah dihadapannya dengan geram.

"sudah kubilang semua ini tidak ada gunanya"

Ucap ibuku seraya memasukkan Redvelvet kedalam mulutnya.

"itu benar. Saat itu ibu memang terlihat mabuk dan aku melihat pria itu memapahnya masuk kedalam rumah"

"look! Dengar apa yang diucapkan anakmu!"

Ucap ibuku seolah-olah ia baru saja memenangkan lotre,

"Kenapa kau tidak mengatakannya sejak dulu sayang? Aku saat itu tidak tau kalau kau belum tidur dan melihat kami" lanjutnya,

"itu tidak menjelaskan semuanya! Setelah itu aku melihat kau selalu diantar olehnya!"

Potong ayahku,

"itu karna rumah kita searah dengannya! dan kau selalu beralasan tidak bisa menjemputku! Aku memang tidak memiliki hubungan apapun dengannya, sampai kau terus menerus memojokkanku dan mencurigaiku!

Kenapa aku harus bermain aman sedangkan kau terus-terusan menuduhku selingkuh? Bahkan aku melihatmu mabuk dengan para pelacur sialan itu dirumah kita! Dasar tidak tahu malu!"

"aku sudah bilang padamu bahwa mereka datang tiba-tiba padaku! Mereka seperti mengerti akan keadaanku, dan mereka hanya menemaniku dan menghiburku karna aku tidak tahan denganmu!

Kau tahu bahwa aku mencurigaimu berselingkuh dengannya tapi kau terus-terusan diantar olehnya! Seolah-olah kau memang menantangku! Aku merasa tidak bersalah bermain dengan beberapa wanita karna aku tidak menaruh hati pada mereka! Berbeda denganmu!"

"memangnya aku percaya dengan ucapan bodohmu? Bagaimana mungkin mereka datang tiba-tiba secara terus menerus?!"

"kau tidak tahu malu berkata begitu! Lihat dirimu sendiri!"

"aku yang mengundang kedua wanita itu kerumah untuk menemani ayah"

Ucapku memotong argumen mereka, kata-kata yang akan ibu lontarkan seperti tersumbat ditenggorokannya.

"apa? Kenapa kau melakukan itu?"

"aku hanya kasihan pada ayah yang selalu mabuk sendirian dirumah"

"apa.. apa kau bilang?"

Ibuku masih seperti tidak percaya dengan ucapanku,

"dengar? Dengar apa yang dia bilangkan? Memang selanjutnya aku yang selalu mengundang mereka, tapi hal itu ku lakukan setelah aku tau kau memang benar-benar selingkuh!"

"tetap saja itu bukanlah sebuah pembelaan! Karna aku memang tidak berselingkuh dengan pria lain!"

Mereka ribut lumayan lama. Aku agak bosan mendengarnya. Sesekali orang-orang disekitar melihat kearah kami. Seseorang bahkan menyuruh kami untuk tidak terlalu berisik. Sebelum kami bertiga diusir dari sini aku angkat bicara,

"aku memang menyuruh pria itu untuk selalu mengantar ibu"

"apa?" ayah memandangku keheranan,

"ah begitukah,? Bagaimana kau menemuinya Katrin?" tanya ibu tidak percaya

"saat kau mabuk. Aku bilang padanya bahwa ibu butuh seseorang karna selalu bertengkar dengan ayah"

"kenapa kau melakukan itu? Bukankah kau tahu bahwa pria itu yang menyebabkan semua ini terjadi?"

Tanya ayahku memandangku dengan nada emosi yang diredam.

"aku tahu"

"apa.. apa yang sebenarnya kau buat? Kau sengaja melakukan itu semua agar kami bertengkar?" tanya ayah lagi,

"kalian memang sudah sering bertengkar sebelumnya"

"jadi maksudmu melakukan semua ini agar kami berpisah, begitu?"

"hei, jangan terus-terusan menyalahkan dia! Kau tadi bahkan tidak menyalahkannya saat dia yang menyediakan para pelacur untukmu!"

"apa maksud.."

Drrrt..

Kursi yang kududuki bergeser saat aku berdiri,

"semuanya sudah jelaskan? Sekarang aku harus pergi"

Aku melangkah untuk meninggalkan meja, namun ayah mencengkeram lenganku dan menariknya agar aku kembali duduk.

"apa maksudmu dari semua ini! jelaskan dulu pada kami!"

Dengan kasar aku melepaskan genggamannya.

"tidak ada yang perlu aku jelaskan. Aku hanya bosan. Sekarang aku harus pergi."

Sebelum mereka menghentikanku lagi, aku bergegas melangkah pergi meninggalkan mereka. ayah berteriak-teriak memanggilku, ibu hanya bilang untuk menenangkan diri dan mencoba untuk berbicara denganku nanti. tapi tidak. Aku tidak perlu berbicara lagi dengan kalian. Aku sudah bosan mendengar ocehan kalian.    

T E D I U MWhere stories live. Discover now