"SMA Kartini itu memiliki sebuah program yang sangat bagus. Mereka memberi sebuah kelas tambahan untuk anak-anak yang sedikit lemah agar tidak terlalu ketinggalan dalam belajar," lanjut bu Susi. Nega masih diam karena memang belum mendapatkan poin yang sebenarnya akan disampaikan oleh gurunya itu.

"Jadi, wali kelas kamu merekomendasikan kamu kepada ibu untuk ikut dikelas itu. Kelasnya gak setiap hari kok, Cuma 3 kali seminggu sepulang sekolah dan itupun belajarnya dengan teman sebaya."

"Saya cuma pelupa, bukan bego," ucap Nega akhirnya buka suara.

"Ibu gak bilang gitu. Maksudnyakan ini buat membantu kamu. Kamu coba pikirin baik-baik deh. Nilai kamu beberapa bulan inikan sangat menurun. Mungkin ini solusinya," saran bu Susi.

"Saya pikirkan dulu Bu, permisi," ucap Nega kemudian berlalu keluar dari ruangan bu Susi.

Sepanjang perjananan kembali ke kelas, Nega terus memikirkan ucapan bu Susi, dan alhasil ia tidak lupa satu katapun. Nega memang tidak akan lupa jika ia berusaha keras mengingat atau terlalu banyak memikirkannya.

Nega menghela nafas panjang. Ia tidak bisa memungkiri bahwa penyakitnya ini juga berpengaruh besar terhadap belajarnya. Ia tidak bisa mengingat dengan baik pelajaran yang diajarkan gurunya. Terkadang jika ia paksakan, kepalanya akan terasa nyeri. Memang dulu sebelum kecelakaan itu terjadi ia bukanlah anak yang pintar, bisa dikatakan standar saja. Namun kini dirinya bisa dikatakan dibawah standar. Namun haruskah ia mengikuti kelas seperti itu?

***

"Jadi gimana? Lo mau ikut kelas itu?" Tanya Alfin setelah mendengar semua cerita dari Nega. Nega menyeruput sisa jus jeruk miliknya kemudian mengangkat bahu pertanda tidak tahu.

"Menurut gue ni, tapi maaf ya Ga sebelumnya, gak ada maksud apa-apa ni. Kayaknya lo lebih baik ikut aja deh. Siapa tau lo jadi gampang ingatkan, ya pelan-pelan aja belajarnya," saran Danu.

"Bener kata Danu, lo tenang aja ntar kita bertiga temenin. Kita tunggu sampai lo selesai. Jadi kita pulangnya tetap sama-sama," ucap Elang pula. Danu dan Alfin mengangguk setuju.

"Entar deh gue pikirin, btw thanks ya," ucap Nega sembari tersenyum.

"Senyum lo bener-bener manis Ga, untung gue normal. Kalau enggak udah gue cipok lo," ucap Elang yang langsung mendapat jitakan dari Danu dan Alfin. Nega hanya memasang wajah jijik membayangkan ucapan Elang.

Seisi kantin mencuri-curi pandang kearah mereka berempat. Ah rasanya melihat Nega dari jauh saja sudah cukup.

"Gia... Gia... please pegangin gue. Betis gue lunak banget rasanya." Gia mengerutkan dahinya aneh melihat tingkah sahabatnya yang tiba-tiba aneh itu saat mereka sedang mengantri memesan bakso.

"Lo kenapa sih?"

"Itu lihat ada Nega, ya ampun akhirnya. Ganteng banget ya Allah," Tata menahan jeritannya tak melepaskan pandangannya sedikitpun dari Nega yang duduk tak jauh dari tempat mereka berdiri sekarang.

Gia mengikuti arah pandangan Tata. Matanya tiba-tiba seolah terkunci melihat Nega yang sedang tertawa lepas bersama teman-temannya. Namun dengan cepat ia menggeleng menghalau pikirannya yang sudah mengkhianatinya. Tak bisa dipungkiri, Nega sangat tampan.

"Gue mau kesana titik."

"Eh... mau ngapain? Eh Tata, jangan nekat deh. Ta.. Tata..." Tata sama sekali tak menghiraukan panggilan Gia dan langsung berlalu menghampiri Nega. Sahabatnya itu memang sangat mengagumi Nega, namun ia tidak menyangka jika ia senekat itu. Gia pun dengan cepat menyusul Tata, berharap ia masih punya waktu untuk menyeret Tata menjauh dari sekumpulan lelaki itu.

Crazy NegaWhere stories live. Discover now