JF-1

317 16 1
                                    

Hari ini adalah hari sabtu dan kebetulan kuliahku libur, aku ada janji dengan seorang temanku, anggap saja kita memang hanya berteman, karena banyak yang bilang jika seorang lelaki dan wanita sudah berteman lama dan sangat akrab tidak menutup kemungkinan akan ada rasa yang timbul diantara mereka.

Iya memang itu benar dan banyak yang sudah mengalami. Tapi entah mengapa aku justru takut untuk menyimpan rasa padanya. Aku takut jika rasa itu muncul akan merusak persabatanku dengannya.

Anggara Azka Basira, kami sudah bersahabat sejak kelas 1 SMA tapi kini kami berpisah setelah lulus. Dia lebih memilih kuliah sambil bekerja di Surabaya, tapi itu tidak membuat persahabatan kita renggang, justru kami semakin dekat seperti adik dan kakak. Saat dia di Surabaya kami selalu berkomunikasi, ya walaupun tidak setiap hari karena kami juga sudah memiliki kesibukan masing-masing, kami selalu berbagi cerita lewat telfon dan kami pula juga saling mengingatkan satu sama lain tentang berbagai macam hal. Saat dia ingin pulang ke Kediri, dia selalu mengabariku dan menyempatkan waktu untuk bertemu, hanya untuk sekedar berkumpul saja agar tetap menjaga persahabatan ini baik-baik saja.

"Umi, nanti sore Varisha izin keluar sama Anggara ya." Izinku pada Umi. Kami sedang berada di ruang keluarga menonton acara televisi.

"Anggara teman kamu yang di Surabaya itu ?." Tanya Umi.

"Iya mi, katanya ini dia sedang di perjalanan pulang ke Kediri." Ujarku.

"Iya gak apa-apa sayang, pokoknya hati-hati dan pulangnya jangan malam-malam."

"Iya beres deh Umi." Jawabku spontan dengan mengacungkan jempol kananku, kalau aku akan pulang tepat waktu.

Melihat tingkahku Umi tertawa kecil dan mengelus puncak kepalaku yang tertutup dengan jilbabku. "Sekalian Umi pengen bertemu sama dia, kan sudah lama Umi tidak bertemu dengan Anggara." Umi memang juga sudah mengenal Anggara lebih jauh, aku sering bercerita apapun kepada Umi, bahkan sejak pertama aku mengenal Anggara dulu waktu Masa Orientasi Siswa, waktu itu masih disuruh dandan aneh-aneh dan disuruh pakai kalung dari bawang putih segala.

Waktu pulang dari MOS Umi tidak bisa menjemputku, karena dia sedang mengisi acara kajian di sebuah panti asuhan . Aku bingung harus pulang bagaimana, di Kediri masih sangat jarang taksi, adanya tukang ojek itupun harus jalan beberapa meter buat menemukan pangkalan ojeknya, apalagi hari sudah sore dan jalanan sangat ramai, jelas aku sangat malu kalau harus jalan kaki mencari ojek dengan penampilanku yang saat itu. Aku telfon Mas Zhafran, dia juga tidak bisa menjemputku, mau minta tumpangan sama temen juga belum ada yang kenal, dan aku paling gak bisa kalo disuruh SKSD (Sok Kenal Sok Dekat) gitu. Aku sangat kesal dan marah sendiri di depan pagar sekolah, walaupun sebenarnya aku tau kalau kesal dan marah seperti itu tidak akan memberi jalan keluar untuk aku bisa pulang dengan nyaman dan itu sangat dibenci oleh Allah.

Hukum marah dalam islam sebenarnya memiliki aturan yang harus diperhatikan. Hendaknya kita disarankan untuk menahan marah apalagi karena mengikuti hawa nafsu yang ujung – ujungnya tidak membawa manfaat apapun bagi diri kita bahkan orang lain.

Hingga Anggara datang menghampiriku karena melihat mimik wajahku dan tingkahku yang sedang kesal, dan disitu juga hanya tinggal aku saja yang belum pulang.

"Kok belum pulang ?." Tanyanya ketika dia sudah menghampiriku.

"I-iya, belum ada yang jemput." Jawabku terbata-bata.

"Loh ini udah hampir jam 5 lo, emang rumah kamu mana ?."

"Di Perumahan Asabri."

"Oh disitu, deket sama punya aku berarti."

Aku mengernyitkan keningku.

Kok bisa deket padahal aku aja gak pernah lihat dia sebelumnya, nah ini pas ketemu ternyata rumahnya deket rumahku. Batinku.

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Aug 23, 2018 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

Jomblo FisabilillahOnde histórias criam vida. Descubra agora