saya dimata dia

3.4K 870 131
                                    















Waktu itu tepat seminggu setelah kami —saya dan felix memutuskan menjalin hubungan, tidak ada satupun percakapan yang terjadi antara saya dan dia. Tidak ada satupun pesan yang ia kirimkan kepada saya. Tidak pernah ada pertemuan yang disengaja saat disekolah. Saya dan dia pernah berpapasan beberapa kali namun Felix mempercepat langkahnya lalu menghilang dibalik tikungan. Selalu seperti itu.

Sampai saya bingung dan ragu. Apa Felix tidak serius dengan ucapannya minggu lalu? Terlintas satu jawaban acak dan gila di kepala saya.

Saya hanya taruhan mereka.


Bisa saja kan mereka bermain TOD di warkop sebelah lalu saya menjadi taruhannya kemudian Felix kalah kemudian dia hanya terpaksa berpacaran dengan saya kemudian—

"Lo ngapain dah disini?"

"EEE AYAM AYAMMM—anjir." saya menutup mulut saya cepat lalu mengumpat pelan. Definisi kurang ajar adalah Arka.

"Ngintip Felix kan lo?  Gue kaduin ya"

Saya merengut lalu mencubit lengannya sekuat tenaga lalu dibalas tarikan pada rambut saya.

Saya menghempaskan tangannya, "Apaan sih. Orang gue nyariin elo. Mau nebeng."

"Yaudah ayo"

"eh tunggu dulu" saya kembali memusatkan pengelihatan ke dalam warkop, membelakangi Arka.

Biar saya jelaskan situasinya. Jadi saat ini saya berdiri disebelah warkop —dengan kepala sedikit menyembul mengintip ke dalam.

Saya menghela napas saat melihat Felix terlihat baik-baik saja disana. Dia sama seperti biasa, tidak ada yang berubah.

Dengan berat hati saya menoleh ke Arka, baru saja ingin mengajak laki-laki itu pulang, suara berat Felix menginterupsi saya, membuat kepala saya refleks terputar lagi ke arahnya.

"Gimana sama dia?" tanya Jeno.

"ya nggak gimana gimana. Kita gak ada komunikasi lagi."

"Felix, gue tau otak lo isinya angin semua tapi please bro, masa lo gak ngehubungin dia sih?  Sekedar ngechat gitu? Lo ngajak dia pacaran apa ngasih beban pikiran?" timpal Azka.

Felix menghela napas. "Gue juga pengen ngehubungin dia. Gue pengen jadi selamat malam dan selamat paginya dia. Tapi gue gak seberani itu.."

"Gue bukan kalian yang bisa bersikap keren didepan cewek padahal ambyar didalam. Gue..takut ganggu dia... Gue aja nggak punya kontak dia satupun"












"oohh jadi si eneng udah jadian ya sama aa' felix?"

Saya mengabaikan pertanyaan bodoh laki-laki dibelakang saya itu. Dia juga pasti sudah mendengar jawabannya tadi tapi emang dasarnya bodoh ya nanya lagi padahal jawabannya udah dibilang.

Maaf, emosi saya sering meluap-luap kalo bersama Arka. Auranya tidak baik, kelam.

"Gue gak pernah tau kalo Felix bisa sebucin ini" timpal Galang sambil geleng-geleng. Lalu terkekeh.

"Padahal Jeno aja gak sebucin itu dan lo semua pasti pada tau kalau Gladis itu kayak apa, bucinnya aja berserakan disepanjang koridor sekolah." tambah Alvin.

"Bagi gue, dia lebih bersinar dari Gladis. Dia bisa buat gue bahagia cuma karena lewat di depan kelas. Dia bisa buat gue ambyar nggak karuan pas papasan di lab Bio. Dia bisa buat gue mau makan soto karena liat dia tiap hari makan soto di kantin—"

"STOP FELIX! JANGAN PERLIHATKAN LAGI KEBUCINANMU! AKU JIJIK! " sergah Azka dengan gaya berlebihannya membuat Felix hanya tertawa namun yang lainnya malah menoyor kepala Azka.


Saya diam-diam tersenyum. Felix ternyata tidak main-mian. Dia serius.  Hanya saja mungkin belum terbiasa dan masih malu. Saya pun demikian, tapi tetap saja seharusnya dia berani untuk sekedar meminta kontak saya. Bagaimana dia berani mengajak saya berpacaran tapi tidak berani meminta kontak saya?




"Felix!" panggil saya. Dia menoleh dengan mata membesar. Alvin bahkan hampir terjungkang saat melihat saya.

"Id line aku bintangmalam. Nanti telpon ya! Aku pulang dulu!"



















Lalu, mulai malam itu hingga malam-malam selanjutnya, saya selalu mendapatkan selamat malam saya dari dia.








---
a/n:
gatau nulis apa niatnya mau nulis yang gemes gemes eh malah cringe hngg mian.

Biar Saya Ceritakan | Felix lee. [√]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें