LIMA
SEKITARNYA bagai kanvas putih yang diwarnai merah. Desa bersalju yang diliput kobaran api. Dan di tengah itu semua, sosok Zakharya kecil berlari. Dia lalu menurunkan tangan yang menutupi satu matanya.
Akhilla spontan menjerit.
Satu mata Zakharya kecil itu berongga, kosong dari bola mata yang seharusnya ada. Akhilla mundur dengan tubuh kaku. Dia tak paham kenapa dia harus melihat hal ini.
"Kau mungkin tidak tahu, atau sengaja melupakan," ujar Pangeran Salju. "Untuk melemahkan kita, begitu sudah waktunya bagi kita mengemban mata darah itu, para pasukan kerajaan dan seluruh warga desa tempat inang mata darah lahir akan mengambil satu mata kita. Itu yang terjadi padaku."
Akhilla membuka mulut. Menelan ludah menatap sosok Zakharya kecil yang terlihat kesakitan.
"Mereka juga merenggut matamu," ujar Zakharya. "Tapi kau sepertinya sudah lupa."
Akhilla spontan menyentuh kelopak matanya. Dia memang merasakan ada yang aneh di mata kirinya. "Lalu apa yang terjadi padamu?"
"Aku kabur, menjadi buronan, menjadi pembunuh bayaran, lalu membuat pasukan." Zakharya mengarahkan wajah ke sosoknya versi kecil yang tergopoh-gopoh melarikan diri. "Setelah beberapa tahun, aku bertemu denganmu."
Akhilla mengernyit. "Aku tidak ingat. Memang kapan?"
"Ketika kau pertama kali menerima Mata Darah. Hari kebakaran desamu."
Akhilla membeliak. "Kau memang membunuh mereka semua."
"Karena mereka semua mengambil satu matamu."
"Apa-apaan? Mataku masih lengkap hingga hari ini!"
"Tentu saja lengkap. Kaupikir mata siapa yang sedang kau gunakan sekarang?"
Akhilla termangu. Dia perlahan melirik sosok Zakharya kecil yang berusaha lari, menjauh dari desanya sendiri sambil memegangi bagian matanya yang bolong. Hanya satu mata yang bisa membantunya melihat sepanjang pelarian.
Akhilla kembali menoleh kepada Zakharya dewasa di depannya. Kepalanya menggeleng-geleng. "Tidak mungkin."
"Tidakkah kau rasakan keganjilannya?" tanya Pangeran Salju. "Mata kirimu, tidakkah ganjil? Sering berdenyut, seperti bukan pada tempatnya? Seperti ... seharusnya tidak ada di sana?"
Dan, Akhilla langsung merasakan denyutan di mata kirinya. Kepalanya pening sebelah, tapi fokusnya di bagian mata kiri. Akhilla segera memegangi pelipis kirinya. "Kau ... pasti bohong."
Pangeran Salju tak membalas. Alih-alih, dia mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Akhilla. "Kau yakin?"
Tubuh Akhilla melemas. Dia ingin menampik. Tapi hatinya terasa pedih. Apa kenyataan yang dia alami ini palsu? Apakah ucapan Pangeran Salju adalah kenyataan sebenarnya? Lantas apa yang selama ini dia perjuangkan? Dendam apa yang selama ini ingin dia lampiaskan?
"Maaf," ujar Zakharya. "Seharusnya kau tak perlu mengalami ini."
Akhilla mengernyit. "Apa maksudmu?"
"Ini semua. Harusnya kau tak perlu dibohongi seperti ini oleh para penguasa. Harusnya aku membawamu bersama pasukanku." Zakharya menunduk. "Tapi saat itu aku dan pasukanku masih banyak berperang dan melakukan pemberontakan. Pasti akan sulit melindungimu di medan perang begitu. Aku juga tak ingin kau mati, Akhilla. Jadi aku meninggalkanmu di dekat rumah sakit desa sebelah kampung halamanmu."
"A...apa?" Mata Akhilla membeliak tak percaya. "Kau ... menyelamatkanku? Kenapa? Bukankah kau yang membantai satu desaku?"
Zakharya terdiam bagai patung. Kemudian, tangannya mengarah ke sosoknya yang masih kecil, yang sedang berlari meninggalkan kobaran api. "Kaupikir siapa yang membantai satu desa anak itu?"
YOU ARE READING
Darah dan Salju
FantasyAlkisah, di sebuah desa yang damai, mata seorang gadis berganti senada dengan warna darah, dan rombongan Pangeran Salju membantai seisi desanya detik itu juga. All right reserved 2016 by Crowdstroia.
